KUASA SUBSTITUSI
Oleh : Drs. H. Sudono, M.H.
- Pasal 1803 KUH
Perdata , kuasa limpahan harus
disebutkan dengan tegas hak dan kewenangannya . Jadi harus ada klausul
yang menyatakan bahwa kuasa dapat melimpahkan kuasa itu kepada seorang atau beberapa orang
pihak ketiga .
-
Ada pula penunjukan itu dibarengi dengan syarat harus
lebih dahulu mendapat persetujuan dari pemberi kuasa .
- Apabila kuasa menunjuk kuasa subsitusi dan kewenangan
untuk itu tidak disebutkan dalam surat
kuasa , kuasa subsitusi tersebut tidak sah, ( yurisprudensi MA No.3162
K/Pdt/1983 tanggal 6-2-1985 bahwa : dalam berkas perkara tidak dijumpai adanya
pelimpahan kuasa dari MTN kepada RH
dengan demikian surat kuasa substitusi yang
diberikan MTN kepada RH tidak sah.
-
Juga Putusan MA No. 1559 K/Pdt/1983 tanggal 23-10-1984
bahwa : penggugat memberi kuasa kepada MP
tanpa menyebut kewenangan untuk
memberi kuasa substuitusi , ternyata MP menunjuk SLH sebagai kuasa substitusi berdasarkan
kuasa tanggal 27 Juli 1981 tersebut. Selanjutnya kuasa substitusi yang
menghadiri sidang dan mengajukan serta menandatangani jawaban dan bantahan , dan bukan kuasa semula (MP) , keadaan yang
seperti ini mengakibatkan jawaban dan bantahan dimaksud tidak sah.
( Hukum Acara Perdata, M. Yahya Harahap,
SH hal. 23).
-
Dalam buku Penerapan Hukum Acara Peradilan di
Lingkungan Peradilan Agama oleh Prof.
Abdul Manan hal. 276, dijumpai tentang contoh
surat kuasa substitusi, dinyatakan
:
-
................selanjutnya pada hari sidang tersebut
dan sidang-sidang selanjutnya ia menghadap Pengadilan Agama , di sana
menghaturkan keterangan –keterangan , membantah, menerima dan menolak sumpah,
mohon penundaan sidang , mohon putusan , pendek kata melakukan segala daya
upaya menurut hukum yang olehnya dipandang perlu dan berfaedah bagi
penggugat/tergugat , sebagaimana dimaksudkan dalam pokok surat kuasa.