Kamis, 31 Agustus 2017

DASYATNYA MAHSYAR




DASYATNYA MAHSYAR

Leh : Drs. H. Sudono Al-Qudsi, MH.


Disampaikan dalam khutbah idul adha 2017 di masjid Al-MUBAROK Kaweron Talun

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ. الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ

Hari ini mengingatkan saya pada 5 tahun yang lalu di padang arofah lagi khutbah wukuf , ribuan bahan jutaan manusia berkumpul mengumandangan kalimah-kalimah thoyiibah, dengan bertakbir, bertahmid, bertasybih dan  istighfar menyesali segala perbuatan buruknya dan mengharap ampunan dan ridlo Aloh swt..
Kemarin,  kamis sore sekitar  221.000 umat muslim  indonesia sedang wukuf di arofah dan sekarang mereka menuju mina lagi untuk melempar jumroh , sebagai lambang pengusiran sifat-sifat buruk manusia, angkuh, sombong,
Haji  adalah arofah.....arofah adalah hari perenungan.... sebuah pererenungan
Tentang sang Kholiq..... sebuah perenungan tentang untuk apa kita diciptakan....arofah adalah sebah potret kecil/miniatur tentang mahsyar....mahsyar adalah sebuah hari dimana manusia akan ditimbang  kadar al HAQ dalam dirinya...mahsar adalah sebuah hari yang sangat terik yang tidak ada penghalang diatasnya....mahsyar adalah sebuah hari yang mencekam dimana manusia ditimpa resah dan gelisah.....kegelisaan yang amat sangat karena mahsyar adalah hari penantian tentang nasib manusia apakah ia akan masuk surga atau nereka .....mahsyar adalah sebagai  hari penyesalan....sebuah penyesalan karena manusia telah lalai menunakan amanat sebagai kholifah ....sebuah penyesalan karena  manusia lalai untuk beramal sholih semasa hidup di dunia.......sedemikian dasyatnya mahsyar,sehingga manusia kelak akan mencari perlidungan walau hanya  sebutir kurma  yang pernah ia sedekahkan...... maka, beruntunglah mereka yang Alloh beri naungan dari dasyatnya alam mahsyar......
Mereka adalah pemimpin yang adil.....para pemuda yang hatinya tertambat kepada masjid,.........manusia yang bersahabat karena Alloh......manusia yang bersedekah dengan tangan kanannya tanpa diketahui tangan kiriya......manusia yang menolak perbuatan keji karena takut akan Alloh......manusia ang tekun ibadahnya seraya berlinang air mata ketika ia berdzikir semata karena takut akan  Alloh. Itulah renungan padang arofah yang hanya sebagian kecil tempat berkumpulnya manusia di dunia, sedangan ....
Mahsyar (Arab: محشر) adalah dataran yang sangat luas tempat berkumpul para makhluk pertama, hingga makhluk yang terakhir hidup. Dataran Mahsyar berada di alam akhirat, dan dikatakan berpasir, tidak terlihat tinggi maupun rendah.
Keagungan syafaat  Rasulullah
Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Aku adalah pemimpin kaum pada hari kiamat. Apakah kalian tahu, dengan apa Allah mengumpulkan para makhluk dari awal zaman sampai akhir zaman di bumi yang satu. Saat itu mata akan melihat dan telinga akan mendengar, dan matahari didekatkan. Manusia satu sama lain berkata, ‘Sampai kapan kita akan merasakan suasana mencekam seperti ini, apakah tidak ada orang yang memintakan pertolongan kepada Tuhan? Sebagian manusia berkata, ‘Coba minta tolong kepada bapak kalian, nabi Adam.’
Merekapun mendatangi Nabi Adam dan meminta, ‘Wahai Nabi Adam, kamu adalah moyang manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh-Nya kepadamu, lalu Dia memerintahkan para malaikat untuk sujud kepadamu, merekapun sujud kepadamu. Lalu Dia menempatkanmu di surga. Apakah kamu tidak bisa memohonkan syafaat (pertolongan) kepada Tuhanmu? Apakah kamu tidak melihat bagaimana sengsaranya kondisi kami, dahsyatnya prahara kami?’ Nabi Adam berkata, ‘Allah telah memarahiku dengan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya atau sesudahnya. Dia telah melarangku untuk mendekati pohon terlarang, tapi aku telah bermaksiat kepada-Nya. Maka pergilah kalian kepada nabi selainku. Temuilah Nabi Nuh.’
Merekapun menemui Nabi Nuh, lalu berkata, ‘Wahai Nabi Nuh, Engkau adalah rasul pertama yang di utus ke penghuni bumi, dan Allah telah memberimu gelar hamba yang sangat bersyukur, apakah kamu tidak melihat bagaimana sengsaranya kondisi kami, dahsyatnya prahara kami? Apakah  kamu tidak bisa memohonkan pertolongan kepada Tuhanmu untuk kami? Nabi Nuh menjawab, ‘Tuhanku saat ini sedang marah dengan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sesudahnya, aku sendiri khawatir akan diriku. Datanglah kalian kepada Nabi Muhammad.’
Maka mereka pun datang kepadaku (untuk meminta syafaat). Akupun sujud kepada Allah di bawah Arsy-Nya (sekian lama). Lalu Allah berfirman, ‘Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah syafaat niscaya kamu kuberi syafaat, mintalah kepadaku akan Kukabulkan.” (HR. Bukhari, no. 3092)
Itulah yang disebut dengan syafaat Rasulullah yang paling besar, memberikan pertolongan kepada seluruh umat, mulai umat nabi Adam sampai umatnya di akhir zaman. Pertolongan agar Allah segera memulai proses hisab (perhitungan amal), supaya mereka bisa istirahat dari dahsyatnya prahara bumi Mahsyar. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi manusia saat itu.
Mereka yang jumlahnya trilyunan itu berusaha untuk menemui para nabi masing-masing untuk meminta syafaat. Padahal saat itu bumi Mahsyar tidak ada tanda atau rabu-rambu, ke arah kemana mereka melangkah ketika ingin menemui para nabi tersebut. Yang tengah bergerak ke kanan atau ke kiri. Yang di utara bergerak ke selatan, yang di selatan bergerak ke utara, yang timur bergerak ke barat, yang barat bergerak ke timur. Yang sebelah kanan bergerak ke kiri, yang sebelah kiri bergerak ke kanan. Matahari didekatkan, keringat bercucuran. Tiada tempat istirahat. Tiada orang yang bisa ditanya, ke arah mana mereka harus berjalan.
Begitu dahsyatnya prahara bumi Mahsyar. Masihkah kita enggan membekali diri untuk mencari keselamatan dari prahara yang dahsyat tersebut? Apakah semua orang akan berkubang keringat? Atau ada orang-orang yang selamat dari prahara dahsyat tersebut? Abu Umar berkata, “Barangsiapa yang berada dalam naungan Allah pada saat tiada naungan selain naungan-Nya ( hari Mahsyar), maka ia akan selamat dari prahara tersebut, insya Allah.”(Kitab at-Tahmid: 2/ 283).
Syekh Abu jamroh berkata, “Yang tampak dalam susunan redaksi hadits tersebut adalah semua manusia akan mengalami hal yang sama. Tapi ada hadits-hadits lain yang menjelaskan bahwa tidak semua akan mengalami hal seperti itu. Ada pengecualian, seperti para nabi, orang-orang yang mati syahid, dan lainnya yang dikehendaki Allah. Dan keringat yang paling banyak kadarnya adalah orang-orang kafir dan orang-orang pendosa besar. Orang-orang muslim juga ada yang berkubang keringat, tapi sedikit bila dibanding dengan jumlah orang kafir.” (Kitab Fathul Bari: 11/ 394).
Siapa saja mereka yang diselamatkan Allah dari dahsyatnya prahara bumi Mahsyar? Dan kita belum terlambat untuk mendaftarkan diri dalam kelompok yang selamat tersebut.
Di ayat lain Allah berfirman, “ Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal pada hari kiamat bumi seluruhnya dalam gengaman-Nya dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. az-Zumar: 67).
Dan dalam suatu riwayat ditegaskan, “Pada hari kiamat, Allah mengenggam bumi dan Dia menggulung langit dengan tangan kanan-Nya, lalu Dia berfirman, ‘Akulah Raja, mana raja-raja bumi.” (HR. Muslim, no. 2787).
Ya…, bumi Mahsyar tidak sama dengan bumi kita sekarang. Karena bumi yang kita tempati saat ini akan hancur ketika kiamat terjadi. Allah telah menggantinya dengan bumi yang lain. Lalu di mana posisi kita saat itu?
Tsauban meriwayatkan hadits kepada kita sebagai jawabannya. Ia berkata, “Ada seorang pemuka agama Yahudi datang ke Rasulullah dan bertanya, ‘Di mana posisi manusia saat bumi ini diganti oleh Allah dengan bumi yang lain dan begitu juga langit?’ Rasulullah menjawab, ‘Mereka semua berada di Shirath (Jembatan)’. (HR. Muslim, no. 315).
Kalau begitu, seperti apa bumi Mahsyar yang menjadi tempat berkumpulnya semua makhluk nanti?
Sahl bin Sa’d berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada hari kiamat nanti, manusia akan dibangkitkan di bumi yang putih jernih, seperti tepung yang bersih. Tidak ada padanya tanda (marka dan rambu jalan) sedikitpun.” (HR. Bukhari, no. 6040 dan Muslim, no. 4998).
Ibnu Mas’ud berkata, “Bumi ini akan diganti dengan bumi yang putih laksana perak, tidak terkotori oleh nokta dosa sedikitpun.” Ibnu Abbas berkata, “Bumi ini akan diganti dengan perak yang putih warnanya. “Ali bin Abu Thalib berkata, “ Saat itu bumi ini diganti dengan perak, sedangkan langit diganti dengan emas.” (Tafsir al-Qurthubi: 9/ 384).
Imam al-Khotthobi berkata, “Yang dimaksud dengan tidak ada tanda, karena bumi saat itu rat. Karena yang dimaksud ‘Alam’ adalah sesuatu yang bisa dijadikan pertanda di bumi’. Al-Qodhi ‘Iyadh berkata, “Maksud dari hadits tersebut adalah saat itu bumi tidak ada tanda, seperti rumah, bangunan, prasasti atau sesuatu lainnya yang biasa dipakai tanda saat dalam perjalanan. Tidak ada pula gunung, batu-batuan yang menonjol. Semua yang dahulu merupakan karakteristik bumi sudah dihilangkan.”(Kitab fathul bari: 11/ 375).
Syekh Abu Muhammad bin Abu Jamroh berkata, “hadits merupakan pertanda betapa dahstyatnya prahara saat itu. Allah memberitahu kita bagian kecil dari gambaran di padang Mahsyar agar kita mengerti dan menyiapkan diri untuk menghadapinya. Karena mengetahui sebagian dari apa yang akan terjadi itu merupakan shock terapi bagi jiwa yang akan menghadapinya. Dan hal itu akan berbeda sekali rasanya bila kita mengghadapi suatu peristiwa yang tiba-tiba. Dan dari hadits itu juga kita mengetahui bahwa bumi Mahsyar ukurannya jauh lebih besar dari bumi kita sekarang.” (Kitab Fathul Bari: 11/ 375).
Ya Allah, bagaimana kondisi kami saat itu. Bumi engkau bersihkan dari naungan, matahari engkau dekatkan dengan badan. Tiada petunjuk arah yang bisa kami jadikan pedoman. Tiada pohon, rumah dan gedung sebagai tempat untuk kami berlindung. Hanya kepada-Mu ya Allah, kami memohon perlindungan dan naungan.

Matahari Didekatkan
Matahari adalah bintang terdekat dengan Bumi dengan jarak rata-rata 149.680.000 kilometer (93.026.724 mil). Matahari serta kedelapan buah planet (yang sudah diketahui/ditemukan oleh manusia) membentuk Tata Surya. Matahari dikategorikan sebagai bintang kecil jenis G.
Bila dibandingkan dengan bumi, diameter matahari kira-kira 100 kali diameter bumi. Gaya tarik matahari kira-kira 30 kali gaya tarik bumi. Cahaya matahari kira-kira 30 kali gaya tarik bumi. Cahaya matahari menempuh masa 8 menit untuk sampai ke Bumi dan cahaya Matahari yang terang ini dapat mengakibatkan siapapun yang memandang terus kepada matahari menjadi buta.
Masya Allah…., jarak antara matahari dan bumi sebegitu jauh saja, kita sudah bisa merasakan sengatannya yang panas. Apalagi bila telah tiba musim kemarau. Bagi mereka yang kerja di kantoran dalam ruangan ber-AC, tidak begitu merasakan betapa panasnya cuaca di siang hari. Tapi bagi mereka yang bekerja di lapangan atau di luar ruangan, benar-benar merasakan sengatan panas matahari yang begitu kuat. Keringat dan peluhpun deras bercucuran di badan dan membasahi pakaian.
Lalu bagaimana rasanya jika jarak antara matahari dan bumi bukan 93.026.724 mil, tapi 1 mil saja. Hanya beberapa ratus meter di atas kepala kita. Apa mungkin peristiwa itu terjadi? Jawabannya, ya. Dan peristiwa itu pasti akan terjadi, yaitu di bumi Mahsyar nanti. Matahari didekatkan posisinya ke bumi, hanya 1 mil.
Al-Miqdad bin al-Aswad berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Pada hari kiamat, posisi matahari akan di dekatkan kepada manusia sampai jaraknya hanya sekitar 1 mil. –Shahabat sulaim bin’Amir berkata, ‘Demi Allah, saya tidak tahu pastinya, yang dimaksud mil di sini itu jarak ukuran atau mil yang dipakai untuk celak mata. Pada waktu itu kondisi keringat manusia sesuai amal perbuatannya. Ada yang keringatnya mencapai kakinya, ada yang mencapai lututnya, ada yang mencapai pinggangnya, dan ada juga yang betul-betul terendam keringatnya, saat itu Rasulullah menunjukkan jarinya ke arah mulutnya.(HR. Muslim, no. 5108).
Apabila yang dimaksud dengan satu mil tersebut adalah jarak, maka jarak matahari dengan bumi sangat dekat sekali. Ukuran satu mil menurut kamus Bahasa Indonesia maka ia mempunyai standar yang beragam. Lain Negara lain juga standar batasan milnya. Satu mil menurut orang Belanda, ukuran jaraknya sama dengan 1000 m. dan menurut orang Jerman, satu mil sama dengan 7.420 m. sedangkan menurut orang Inggris, satu mil ukurannya 1.609 m. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 742). Dan ukuran yang terakhir inilah yang sering dijadikan sebagai standar ukuran mil.
Dengan ukuran kedekatan seperti itu, apa tubuh manusi tidak meleleh oleh sengatan matahari yang sangat panas? Kalau kita memahaminya dengan standar logika kita sekarang, maka tubuh manusia tidak akan mampu untuk bertahan, pasti akan hangus dan terbakar. Tapi kita harus garis bawahi, bahwa yang kita bicarakan sekarang bukanlah alam dunia, tapi alam akhirat. Tentu standar keduanya sangat jauh berbeda.
Bumi Mahsyar bukanlah bumi yang kita tempati saat ini. Dan struktur tubuh manusia juga berbeda dengan struktur tubuh yang ada di dunia saat ini. Allah yang mengatur alam ini sehingga satu sama lainnya bisa berjalan secara harmonis. Dan pada saat di Mahsyar nanti, Dia juga yang mengatur alam dan segala isinya, termasuk manusia dan matahari yang ada di Mahsyat saat itu. Apabila Rasulullah telah mengabarkan fenomena seperti itu, maka itu wajib mengimaninya sebagai bagian dari iman kepada yang ghaib. Tanggalkan standar logika yang terbatas, arungi kebesaran kekuasaan Allah dengan bahtera iman. Itulah jalan yang selamat.
Syekh Abu Muhammad bin Abu Jamroh berkata, “ Barangsiapa yang mau merenungkan hadits tersebut, maka ia akan paham betapa dahsyatnya prahara Mahsyar. Bagaimana tidak, matahari didekatkan ke bumi sekitar satu mil. Berapa juta derajat panasnya cuaca saat itu. Sehingga keringat mengucur terus-menerus sampai ada yang setinggi 70 dzira’. Padahal yang lainnya, keringatnya hanya sebatas mata kaki. Bagaimana mungkin hal itu terjadi, keringat orang kadarnya berbeda satu sama lain. Sungguh itu merupakan fenomena yang tidak bisa dinalar oleh akal, yang menunjukkan betapa agungnya kekuasaan Allah. Dan kita harus mengimani sebagai bagian dari iman kita kepada negeri akhirat. Akal tidak usah punya peran dalam masalah seperti ini, dan kita tidak boleh mengakal-akalinya atau membuat analogi-analogi pada sesuatu yang tidak bisa di analogikan. Tapi kita harus mengimaninya karena itu bagian dari iman kita kepada yang ghaib.”(Kitab Fathul Bari: 11/395).
Al-Qodhi ‘Iyadh berkata, “Yang dimaksud keringat dalam hadits tersebut adalah keringatnya sendiri atau mungkin juga bercampur dengan kucuran keringat orang lain. Tapi yang Nampak dalam pemahaman hadits itu adalah karena keringatnya sendiri. Adapun penyebab keluarnya keringat sampai begitu banyaknya, karena kepanikan manusia akan dahsyatnya prahara Mahsyar, dan juga disebabkan karena dekatnya posisi matahari dengan posisi manusia.”(Kitab Syarhun Nawawi: 17/ 195).
 Masih banyak kesempatan kalau kita mau berkorban, bershodakoh , membagi dan mengajarkan ilmu . inna a’thina kal kautsar, fasholli lrobbka wankhar....

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ



Minggu, 20 Agustus 2017

17 AGUSTUS 1945 ( Sebuah isyarat kemerdekaan )





17 AGUSTUS 1945

( Sebuah isyarat kemerdekaan )

Oleh : Sudono Al-Qudsi


Kemerdekaan  Republik Indonesia yang telah diprokamirkan oleh Sukarno Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 adalah kemenangan seluruh bangsa Indonesia.
Dalam  Alqur’an surat Al Anfal Alloh memberikan isyarat tentang harta rampasan perang, jihad dan perang badar , semuanya  tergambar dalam makna 17 Agustus 1945 yaitu :

Tanggal  17 : ditunjuk oleh  ayat 17 yang menyatakan :


فَلَمۡ تَقۡتُلُوهُمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ قَتَلَهُمۡۚ وَمَا رَمَيۡتَ إِذۡ رَمَيۡتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ رَمَىٰ وَلِيُبۡلِيَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ مِنۡهُ بَلَآءً حَسَنًاۚ إِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٞ ١٧

17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dengan demikian bahwa kemerdekaan indonesia adalah benar-benar rahmat dari Alloh semata, persis dalam perang badar dengan pasukan sedikit mampu mengalahkan mereka kaum musyrikin yang membawa pasukan yang lebih besar.   
Bulan 8 ( AGUSTUS ) : ditunjuk oleh urutan surat Al Anfal , yaitu  1. Surat al fatihan, 2. al baqorooh, 3. ali imron, 4. an nisa, 5. al maidah, 6. al an’am, 7. al a’rof dan 8. al anfal  dst...... Bersamaan dengan hari jum’at bulan ramadhan 1364 H.

Tahun 1945 : bisa dilihat pada surat al anfal ayat 45 mennyatakan :


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا لَقِيتُمۡ فِئَةٗ فَٱثۡبُتُواْ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٤٥

45. Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.

Blitar, Jum’at 18 AGUSTUS 2017


Jumat, 04 Agustus 2017

PATUH PADA SANG KYAI KHOLIL






PATUH PADA SANG KYAI KHOLIL

Kiai Hasyim Asy’ari Tebuireng Disuruh Manjat, Angon dan Masuk Septictank
Ketika awal nyantri, Hasyim Asy’ari muda disuruh naik ke atas pohon bambu, sementara Kiai Kholil terus mengawasi dari bawah sembari memberi isyarat agar terus naik tidak boleh turun sampai ke pucuk pohon bambu tersebut. Kiai Hasyim terus naik sesuai perintah gurunya itu. Ia tak peduli apakah pohon bambu itu akan patah atau bagaimana. Yang jelas, beliau hanya patuh pada perintah gurunya.
Hebatnya, begitu sampai di pucuk, Kiai Kholil mengisyaratkan agar Kiai Hasyim langsung meloncat ke bawah. Tanpa pikir panjang Kiai Hasyim langsung meloncat, sami’nawa atha’na. Beliau selamat, sehat afiat. Ternyata itu hanya ujian Kepatuhan seorang santri kepada Kiainya.
Sebagai murid, Kiai Hasyim tidak pernah ngersulo (mengeluh) disuruh apa pun oleh gurunya termasuk angon (menggembalakan) kambing dan sapi, mencari rumput dan membersihkan kandang. Beliau terima titah gurunya itu sebagaikhidmat (dedikasi) kepada Sang Guru. Beliau sadar bahwa ilmu dari guru akan diperoleh dan barakahapabila sang guru rida kepada muridnya. Inilah yang dicari Kiai Hasyim, rida guru. Beliau tidak hanya berhadap ilmu teoretis dari Kiai Kholil tapi lebih dari itu, yang diinginkan adalah barakah-nya.
Selain itu, dikisahkan juga saat Kiai Kholil kehilangan cincin pemberian istrinya yang jatuh—maaf—di WC, Kiai Hasyim memohon izin untuk mencarinya. Setelah diizinkan, sejurus kemudian beliau masuk ke septictank dan mengeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kiai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin milik gurunya berhasil ditemukan.
Betapa senangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencarikan cincinnya hingga terucap doa “Aku rida padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu.”

Kamis, 20 Juli 2017

ENAM PENYAKIT APARAT PERADILAN






ENAM PENYAKIT APARAT PERADILAN

Oleh :  Drs. H. Sudono Al-Qudsi, M.H.

Menurut para pakar
1.      Dho’ful iman- Lemah iman -tidak punyan motifasi & tidakm punya nilai plus
2.      Dho’ful ilmi, lemah ilmu-tdk manfaat
3.      Dho’ful iktisab, tidak berkah
4.      Dho’ful khuluq, dekadensi moral
5.       Dho’ful jihad, tidakm ada semangat
6.       Dho’funnidhom wal ijtima’-lemah berorganisasi.

Ÿwur È@s?ù'tƒ (#qä9'ré& È@ôÒxÿø9$# óOä3ZÏB Ïpyè¡¡9$#ur br& (#þqè?÷sムÍ<'ré& 4n1öà)ø9$# tûüÅ3»|¡yJø9$#ur šúï̍Éf»ygßJø9$#ur Îû È@Î6y «!$# ( (#qàÿ÷èuø9ur (#þqßsxÿóÁuø9ur 3 Ÿwr& tbq7ÏtéB br& tÏÿøótƒ ª!$# óOä3s9 3 ª!$#ur Öqàÿxî îLìÏm§ ÇËËÈ  
22. dan janganlah orang-orang Yang berharta serta lapang hidupnya dari kalangan kamu, bersumpah tidak mahu lagi memberi bantuan kepada kaum kerabat dan orang-orang miskin serta orang-orang Yang berhijrah pada jalan Allah; dan (sebaliknya) hendaklah mereka memaafkan serta melupakan kesalahan orang-orang itu; tidakkah kamu suka supaya Allah mengampunkan dosa kamu? dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani.
ال – اءتلي- ياءتل -   - ala- I’tala- ya’tali = bersumpah-
Dalam riwayat Rasul- membaca ayat : Ÿ È@s?ù'tƒ wur Èlalu Abu bakar meneruskan :
 Oä3s9!$#Ïÿøótƒ br&Ÿ tbq7ÏtéB wr&  lalu Abu bakar membatalkan sumpahnya.dalam riwayat MISTHAH- sering dibantu Abu Bakar,
-          Malah sering lakukan kesalahan ?
-          Karena ada ketersinggungan pribadi.
OKI- hendaklah Abu Bakar memaafkannya
-          Kepada siapayang pernah melukai hatinya
-          Berlapang dada membuka hatinya.
OKI-  Memaafkan-
-          Meninggalan sangsi thd.yg bersalah
عفو – menutupi(ketertutupan)- terhapus- habis tiada bekas- kelebihan.
عفو-KBBI- menghapus-membinasakan -mencabut akar  sesuatu.
ALGHOZALI-عفو/maghfiroh=menutup. sesuatu yang ditutup hakikatnya tetap wujud.
(#þqßsxÿóÁuø9ur 3asshofhu, lembaran yang terhampar.
Ayat ini sekaligus memberi pelajaran kepada umat Islam untuk memaafkan dan tetap bersedekah dan memberi bantuan kepada kerabatnya, orang-orang miskin sekalipun mereka telah menyakitinya.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa apabila Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam akan berpergian, beliau mengundi dahulu siapa diantara istrinya yang akan dibawa ikut serta dalam perjalanan itu. Demikian juga Rasulullah mengundi istri-istrinya yang akan dibawa ke medan perang. Pada suatu hari-kejadiannya setelah turun ayat hijab-kebetulan ‘Aisyah terundi untuk dibawa. ‘Aisyah digotong diatas tandu, dan tandu itu ditaruh diatas unta untuk kemudian berangkat. Setelah peperangan selesai, waktu pulang hampir mendekati Madinah, Rasulullah memberi izin untuk berhenti sebentar pada waktu malam. ‘Aisyah turun dan pergi buang air. Ketika kembali ke tempatnya, ‘Aisyah meraba dadanya, ternyata kalungnya hilang, sehingga ia kembali ke tempat tadi untuk mencari kalung itu. Lama ia mencarinya. Orang-orang yang memikul tandunya mengangkat kembali tandu itu ke atas unta yang dinaikinya. Mereka mengira ‘Aisyah ada didalamnya, karena wanita-wanita pada waktu itu badannya enteng dan langsing-langsing , sehingga tidak begitu terasa bedanya antara tandu kosong dengan yang berisi.
Kalung itu ditemukannya setelah kembali setelah pasukan Rasulullah berangkat, dan tak seorang pun yang masih ada disitu. ‘Aisyah duduk kembali di tempat berhenti tadi, dengan harapan orang-orang akan menjemputnya atau mencarinya. Ketika duduk di tempat istirahat tadi, ‘Aisyah mengantuk dan tertidur. Kebetulan Shafwan bin Al-Mu’aththal, yang tertinggal oleh pasukan karena suatu halangan, pada pagi hari itu sampai ke tempat pemberhentian ‘Aisyah. Shafwan melihat ada bayangan hitam manusia. ia dapat mengenali ‘Aisyah karena pernah melihatnya sebelum turun ayat hijab. ‘Aisyah terbangun karena Shafwan mengucapakan,  inna lillahi wa inna ilahi raji’un  (Sesungguhnya kita semua kepunyaan Allah, dan hanya kepada-Nya kita semua kembali). Ketika ia mendapatkannya. Tidak sepatah katapun yang diucapakan ‘Aisyah. Ia pun tidak mendengar kalimat apapun yang diucapkan Shafwan kecuali ucapan, Inna lillahi wa inna ilahi raji’un tadi. Ketika itu untanya disuruh berlutut agar ‘Aisyah dapat naik ke atasnya. Kemudian Shafwan menuntun unta itu sehingga sampai ke tempat pasukan yang sedang berteduh di tengah hari. Hal itulah yang terjadi pada diri ‘Aisyah. Maka celakalah orang yang menuduhnya dengan fitnah yang dilancarkan oleh ‘Abdullah bin ‘Ubay bin Salul.
Ketika sampai ke Madinah, ‘Aisyah menderita sakit selama satu bulan. Sementara itu orang-orang menyebarluaskan fitnah yang dibuat oleh ‘Abdullah bin “Ubay bin Salul, tapi ‘Aisyah sendiri tidak mengetahuinya. Setelah ‘Aisyah merasa agak sembuh, ia memaksakan diri pergi buang air dibimbing Ummu Mitsah tergilincir, dan dengan latah ia mengucapakan: “Celaka anakku si Misthah!” ‘Aisyah bertanya: “Mengapa engkau berkata demikian, mencaci maki orang yang ikut serta dalam perang Badr?” Ummu Misthah berkata: “Wahai junjunanku! Tidakkah engkau mendengar apa yang ia katakan? ‘Aisyah berkata: “Apa yang ia katakan?” lalu Ummu Misthah menceritakan fitnah yang sudah tersebar luas itu, sehingga bertambahlah penyakit ‘Aisyah.
Pada suatu hari Rasulullah datang kepadanya (beliau tidak seperti biasanya memperlakukan ‘Aisyah)[1], dan karenanya ‘Aisyah meminta izin untuk pergi kepada ibu-bapaknya untuk meyakinkan kabar yang tersebar itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam  mengizinkannya. Dan ketika sampai di rumah orang tuanya, ‘Aisyah berkata kepada ibunya: “Wahai ibuku! Apa yang mereka katakan tentang diriku?” Ibunya menjawab: “Wahai anakku, tabahkanlah haitmu. Demi Allah, sangatlah sedikit wanita cantik yang dicintai suaminya serta dimadu, melainkan akan banyak yang menghasutnya.” ‘Aisyah berkata: “Subhanallah (Maha Suci Allah), apakah sampai sejauh itu orang-orang menggunjingkan aku. Dan apakah hal ini juga sampai kepada Rasulullah?” ibunya mengiakannya. ‘Aisyah pun menangis pada malam itu, hingga pada pagi harinya pun air matanya tak henti-hentinya mengalir.
Pada suatu hari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, memanggil ‘Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid untuk membicarakan perceraian dengan istrinya, karena wahyu tidak kunjung turun. Usamah mengemukakan pendapatnya bahwa sepanjang pengetahuannya, keluarga Rasul itu adalah orang baik-baik. Ia berkata: “Ya Rasulullah, mereka itu adalah keluarga tuan dan kami mengetahui mereka itu baik.” Sedangkan Ali berkata: “Allah tidak akan menyempitkan tuan. Disamping itu masih banyak wanita selainnya. Untuk itu sebaiknya tuan bertanya kepada Barirah (pembantu rumah tangga ‘Aisyah), pasti ia akan menerangkan yang benar.
Kemudian Rasulullah memanggil Barirah, dan bertanya: “Hai Barirah, apakah engkau melihat hal-hal yang meragukanmu tentang ‘Aisyah?” ia menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus tuan dengan hak, jika aku melihat darinya sesuatu hal, tentu tak akan aku sembunyikan. ‘Aisyah itu hanyalah seorang yang masih sangat muda, masih suka tertidur di samping tepung yang sedang diadoni, dan membiarkan ternaknya memakan tepung  itu karena tertidur.”
Maka berdirilah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam diatas mimbar meminta bukti dari ‘Abdullah bin Ubay bin Salul dengan berkata: “Wahai kaum muslimin, siapakah yang dapat menunjukan orang yang telah menyakiti keluargaku. Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang istriku kecuali kebaikan.” Pada saat itu ‘Aisyah sedang menangis seharian, tidak henti-hentinya. Demikian juga pada malam harinya, air matanya mengalir dan tidak sekejap pun dapat tidur, sampai-sampai ibu-bapaknya mengira bahwa tangisannya akan membelah jantungnya. Ketika kedua orang tuanya menunggui ‘Aisyah menangis, datanglah seorang wanita Ansar meminta izin masuk. ‘Aisyah mengizinkannya. Wanita itu pun duduk seraya menangis bersamanya. Ketika itulah datang Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi salam, lalu duduk serta membaca syahadat. Dan berkata: “Amma ba’du (adapun sesudah itu), hai ‘Aisyah! Sesungguhnya telah sampai ke telingaku hal-hal mengenai dirimu. Sekiranya engkau bersih maka Allah akan membersihkanmu. Dan jika engkau melakukan dosa, maka mintalah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya seseorang yang mengakui dosanya kemudian bertobat, Allah akan menerima tobatnya.” Setelah beliau selesai berbicara, berkatalah ‘Aisyah kepada ayahnya: “Coba jawabkan untukku, wahai ayahku.” Abu Bakr menjawab: “Apa yang mesti aku katakan?” lalu ‘Aisyah berkata kepada ibunya: “Coba jawab perkataan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untukku, wahai ibuku.” Ibunya pun menjawab: “Demi Allah, apa yang mesti aku katakan?” akhirnya ‘Aisyah menjawab: “Aku ini seorang wanita yang masih sangat muda. Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui bahwa tuan telah mendengar persoalan ini hingga mempengaruhi hati tuan, bahkan tuan mempercayainya. Sekiranya aku berkata bahwa bersih- dan Allah mengetahui bahwa aku bersih-, tuan tidak akan mempercayainya.” Hal ini terjadi setelah sebulan lamanya tidak turun wahyu berkenaan dengan peristiwa ‘Aisyah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ‘Aisyah berkata: “Sekiranya aku mengakui bahwa aku melakukan sesuatu perbuatan, padahal Allah mengetahui aku suci dari perbuatan itu, pasti tuan akan mempercayai aku. Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu perumpamaan yang sejalan dengan peristiwa kita ini, kecuali apa yang diucapkan oleh ayah nabi Yusuf, …fa shabrun jamiluw wallahul musta’anu ‘ala ma tashifun {…maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.} (QS: 12 Yusuf: 18). Setelah itu ia pun pindah dan berbaring di tempat tidurnya dan berbaring di tempat tidurnya.
Belum juga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, meninggalkan tempat duduknya dan tak seorang pun penghuni rumah yang keluar, Allah Menurunkan Wahyu kepada Beliau. Tampak sekali Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam kepayahan, sebagaimana biasanya ia menerima wahyu. Setelah turunnya wahyu, kalimat pertama yang diucapakan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ialah: “Bergembiralah wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah telah membersihkanmu.” Maka berkatalah ibunya kepada ‘Aisyah: “Bangunlah dan menghadaplah kepada beliau.” ‘Aisyah berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bangun menghadap kepadanya, dan tidak akan memuji syukur kecuali kepada Allah yang telah menurunkan ayat yang menyatakan kesuciaanku” yaitu ayat, Innal ladzina ja-u bil ifki ‘ushbatum mingkum…(Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga…) hingga sepeluh ayat (QS: 24 an-Nur: 11-20)
Setelah kejadian ini, Abu Bakr yang biasanya memberi nafkah kepada Misthah karena kekerabatan dan kefakirannya, barkata: “Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah lagi kepada Misthah karena ucapannya tentang ‘Aisyah.” Maka turunlah ayat selanjutanya (QS: 24 an-Nur: 22) sebagai teguran kepada orang-orang yang bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada kerabat, fakir, dan lain-lain, karena merasa disakiti hatinya oleh mereka. Berkatalah Abu Bakr: “Demi Allah, sesungguhnya aku mengharapkan Ampunan dari Allah.” ia pun terus-menerus manafkahi Misthah sebagaimana biasa. [Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim) dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar. Diriwayatkan pula oleh Al-Bazzar yang bersumber dari Abu Hurairah. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abul Yasar. [Syahida.com]
[1] Tafsir Ath-Thabari, juz XVIII, hal. 91