Jumat, 31 Juli 2015




KEWAJIBAN  MENEPATI  JANJI

Oleh : Drs. H. Sudono Al-Qudsi,  MH.


           يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ       QS. AL Maidah  ayat 1 dinyatakan         :                        Wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad itu ( Al Maidah ayat 1)
          Selain ayat diatas masih banyak   ayat-ayat  tentang akad (perjanjian) antara lain : QS. AL Maidah ayat   102 ,  An Nahl ayat 91 , AL  Isro’ ayat 34, Yunus ayat 101, Al Hajj ayat 5 dan masih banyak lagi. Diriwayatkan bahwa sahabat Nabi saw ,   Ibnu Mas’ud berkata : “jika anda mendengar panggilan Ilahi  ya ayyuha alladzina amanu ,maka siapkanlah dengan baik pendengaranmu, karena sesungguhnya ada kebaikan yang Dia perintahkan  atau keburukan yang Dia  larang.
           Kata “ auufu” pada mulanya berarti :  memberikan sesatu dengan sempurna, dalam arti melebihi kadar yang selebihnya. Pada  waktu ayat ini turun di Mekah, masyarakat mendapatkan kesulitan dalam menetapkan ukuran yang adil karena kurangnya timbangan di kalangan mereka.Biasanya untuk memberi rasa puas menyangkut kesempurnaan timbangan , mereka melebihkan dari kadar yang  dianggap adil dan seimbang
           Kata “ al ‘uqud ‘  adalah jamak ‘aqad’ pada mulanya berarti mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi bagiannya dan tidak berpisah dengannya,  Seperti akad  jual beli, akad pernikahan dan lainnya.
           Ayat diatas disebut oleh para ulama’ sebagai ayat yang sagat singkat redaksinya, tetapi sangat padat kandungannya. Filosof al-Kindi  pernah diminta untuk menyusun  kalimat singkat yang sarat makna seperti ayat-ayat al-Qur’an tetapi setelah tekun sekian hari menyendiri dan berpikir, dia mengaku tak mampu, bahkan tak seorangpun akan mampu. “aku membuka mushaf al-Qur’an kutemukan surat al-Maidah dan kuperhatikan ternyata ayatnya berbicara tentang kewajiban menepati  perjanjian, melarang melanggarnya.
          Dalam dunia bisnis tidak seorangpun yang tidak meginginkan keuntungan besar, namun ada yang menempuh dengan melalui jalan yang wajar dan ada pula yang asal menguntungkan tanpa melihat resiko di belakangnya   antara lain mengurangi takaran, timbangan, dan ukuran , padahal Alloh telah mengancamnya dalam QS.Al Muthoffifin ayat 1 s/d 3 menyebutkan :
Artinya : kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu  orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain  mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Ayat diatas turun ketika Nabi datang di Madinah dan di madinah  dikenal ada seorang bernama Abu Juhainah , dia memiliki dua timbangan yang berbeda untuk jual beli, maka turunlah ayat tersebut. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa “KITA BOLEH BERBEDA PENDAPAT  TAPI ADA YANG HARUS  SAMA YAITU MENEPATI JANJI, JIKA IA HILANG MAKA RASA AMAN ANDA AKAN HILANG”.



Minggu, 12 Juli 2015



Kisah  Zahid dan Zulfah
MENDAHULUKAN KEPENTINGAN ALLOH DIATAS KEPENTINGAN  LAINNYA
Oleh  :  Sudono Al-Qudsi, MH.
     “Jika salah seorang di antara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” HR Muslim.
        Betapa banyak diantara kita yang menampikkan ketetapan yang disampaikan Rasulullah. Kita minum dengan tangan kiri dan bila diingatkan dengan sinis berucap, darimana logikanya bahwa minum dengan tangan kiri itu salah?”. Allah menganugerahkan kita akal dan pikiran yang pada hakikat fungsinya adalah untuk mencerna ayat-ayat Allah, mempertegas keyakinan pada-Nya, namun bukanlah akal tadi digunakan untuk mempertanyakan logika dari ketentuan Rasulullah bahkan mengabaikannya. Sebagaimana surat Al Ahzab ayat 36: “Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan, barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
         Lewat ayat ini Allah ingin menegaskan bahwa apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya seringkali tidak terjangkau oleh akal kita, namun yakinlah bahwa Allah dan Rasul-Nya selalu menginginkan yang terbaik bagi umatnya. Karena sesungguhnya hanya Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk kita bahkan dibandingkan dengan kita sendiri. Karenanya keinginan kita tidaklah dapat mendahului keinginan Allah, dan jika Allah dan Rasul-Nya sudah menetapkan sesuatu, tidak patut kita mengedepankan keinginan kita dengan menolaknya.
        Memetik iktibar dari kisah Zahid dan Zulfah, sebagai cermin bagi kita bagaimana mereka mengesampingkan logika, ikhlas melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya. Pada zaman Rasulullah hiduplah seorang pemuda bujangan yang bernama Zahid yang berumur 35 tahun, tinggal di Suffah masjid Madinah. Kemudian Rasulullah menyuruhnya untuk segera menikah. Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya Rasulullah?”. Rasulullah meminta sahabat untuk membuat surat lamaran kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita.
           Ketika surat itu sampai ditangan Said ayah Zulfah, ia terperanjat karena tradisi bangsa Arab perkawinan selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya. Ia memanggil Zulfah dan bertanya, “Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya ?, Terkejut Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah!” jadi bagaimana mungkin aku menerima dia, dan Zulfah merasa dirinya terhina. Said pun berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu sendiri kan, bukan aku tidak mau, bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.” Mendengar nama Rasul disebut ayahnya, Zulfah tergetar dan seketika menghentikan tangisnya, lalu bertanya, “Wahai ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasul?”. Ayahnya pun berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”Seketika Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera aku harus dikawinkan dengan pemuda ini. Terlintas dibenak Zulfah firman Allah: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur, 24 : 51)
     Zahid pada hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa rasanya seperti mimpi dan sesampai di masjid ia bersujud syukur. Namun Zahid tidak mempunyai sedikit pun harta maka Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bin Auf. Alhamdulillah Zahidpun mendapatkan uang yang cukup banyak, iapun pergi ke pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam. Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”. Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”.
        Zahid istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan ku belikan kuda yang terbagus.” Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”. Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”.  Lalu Zahid menyitir ayat di surat At Taubah sebagai berikut, “Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih baik kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah, 9 : 24)
      Zahid ikut peperangan namun akhirnya Zahid mati syahid di jalan Allah. Rasulullah berkata, “Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik dari pada Zulfah.” Lalu Rasulullah membacakan Ayat; “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Ali ‘Imran, 3 : 169-170)
     “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al Baqarah, 2 : 154)
       Pada saat itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”Subhaanallah bagaimana Zahid dan Zulfah memperlihatkan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya lebih utama dari keinginan mereka. Mereka mampu mengeyampingkan logika demi menjemput keridhaan Allah.Pertanyaannya sudahkah kita mengutamakan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya? Semoga kita termasuk orang-orang yang “Sami’naa wa atho’naa, kami dengar dan kami ta’at!”. Insya Allah siap!
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (an-Naazi’aat: 37-39)
            Demikian semoga kisah ini ada manfaatnya, amiin.


Kamis, 02 Juli 2015




FADHILAH  ILMU

Oleh.  Drs. H. Sudono, MH.

          Manusia harus terus menerus belajar tanpa mengenal usia agar hidupnya berguna dan dengan bekal imu  ia dapat beribadah dengan benar untuk mencapai ridho Alloh SWT.

عن ابرهيم  عن  علقمة عن  عبد الله  ابن مسعود  رضي الله تعالي عنهم  قال -  قال  رسو ل الله صلي الله عليه وسلم -  من تعلم  بابا  من العلم  ينتفع به  في اخرته  ودنياه  اعطاه الله  خيرا  له من عمرالد نيا  سبعة الاف  سنة صيام نهارها  وقيام ليالها مقبولا  غير مردود -  و قال النبي صلي الله عليه وسلم  - انا مدينة العلم  وعلي بابها -   

          Dari Ibrahim, dari Alqomah dari Abdillah Ibnu Mas’ud  semoga Allah meridhoi mereka , dia berkata : Rasululloh SAW. bersabda : barang siapa yang mengajarkan  satu bab dari ilmu dan ia memanfaatkan ilmunya untuk kepentingan dunia dan akhiratnya , maka Alloh akan memberikan kebaikan baginya itu sama hidupnya menjadi  umur tujuh ribu tahun siang harinya untuk berpuasa dan malamnya untuk beribadah  yang diterima bukan ibadah yang ditolak dan kemudian Rosululloh SAW. bersabda   : Saya adalah gudangnya ilmu , sedangkan sahabat Ali adalah pintunya ilmu.
          Setelah  kaum KHAWARIJ mendengar hadis diatas, seketika itu mereka iri kepada Ali Bin Abi Tholib ra. dan ada 10 orang yang mencoba bertanya kepada Ali dengan maksud ingin menjajaki kemampuan Ali.:  dengan pertanyaan yang sama , lalu terjadilah dialog berikut ini :

     يا علي   العلم  افضل ام المال   Wahai Ali :  lebih utama mana  ilmu atau harta ?
1.    Lebih utama ilmu sebab ilmu itu warisan dari para Nabi, sedangkan harta  itu warisan dari qorun dan fir’aun.
2.   Lebih utama ilmu, karena ilmu itu akan menjagamu, sedangkan harta  kamu yang harus menjaganya.
3.   Orang yang punya ilmu banyak saudaranya, tetapi orang banyak harta banyak yang memusuhi, benci dan irihari.
4. Ilmu  ditashorufkan pasti bertambah, sedangkan harta ditashorufkan akan berkurang.
5.   Orang yang banyak  ilmu akan dihormati dengan panggilan yang mulya, yang agung  , sedangkan orang punya harta akan dipanggil dengan sebutan si bakhil, si dermawan.
6.     Ilmu membuat pemiliknya tenang, tentram, sedangkan banyak harta membuat pemiliknya galau, was-was , kawatir.
7.   Orang berilmu akan memberikan syafaat kepada orang lain, sedangkan orang punya harta  pasti di akhirat akan di hisab.
8.  Ilmu tidak akan rusak dan tidak akan habis, sedangkan harta akan rusak dan habis.
9.  Ilmu menjadikanj npemiliknya terterangi hatinya, sedangkan harta menjadikan pemiliknya keras hatinya, gelap hatinya.
10.Orang berilmu sering bersifat ubudiyah ( menghamba), sedangkan orang berharta sering bersifat seperti Tuhan.
       Semoga Tulisan ini ada manfaatnya , amiin.   Kaweron       April 2014