Kisah Zahid dan
Zulfah
MENDAHULUKAN KEPENTINGAN ALLOH DIATAS KEPENTINGAN LAINNYA
Oleh : Sudono Al-Qudsi, MH.
“Jika salah seorang
di antara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan
kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya
minum juga dengan tangan kanan. Sesungguhnya setan itu makan dengan tangan kiri
dan juga minum dengan menggunakan tangan kirinya.” HR Muslim.
Betapa banyak diantara kita yang
menampikkan ketetapan yang disampaikan Rasulullah. Kita minum dengan tangan
kiri dan bila diingatkan dengan sinis berucap, darimana logikanya bahwa minum
dengan tangan kiri itu salah?”. Allah menganugerahkan kita
akal dan pikiran yang pada hakikat fungsinya adalah untuk mencerna ayat-ayat
Allah, mempertegas keyakinan pada-Nya, namun bukanlah akal tadi digunakan untuk
mempertanyakan logika dari ketentuan Rasulullah bahkan mengabaikannya.
Sebagaimana surat Al Ahzab ayat 36: “Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain
tentang urusan mereka. Dan, barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.”
Lewat ayat
ini Allah ingin menegaskan bahwa apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya
seringkali tidak terjangkau oleh akal kita, namun yakinlah bahwa Allah dan
Rasul-Nya selalu menginginkan yang terbaik bagi umatnya. Karena sesungguhnya
hanya Allah-lah yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk kita bahkan
dibandingkan dengan kita sendiri. Karenanya keinginan kita tidaklah dapat
mendahului keinginan Allah, dan jika Allah dan Rasul-Nya sudah menetapkan
sesuatu, tidak patut kita mengedepankan keinginan kita dengan menolaknya.
Memetik
iktibar dari kisah Zahid dan Zulfah, sebagai cermin bagi kita bagaimana mereka
mengesampingkan logika, ikhlas melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya. Pada
zaman Rasulullah hiduplah seorang pemuda bujangan yang bernama Zahid yang
berumur 35 tahun, tinggal di Suffah masjid Madinah. Kemudian Rasulullah
menyuruhnya untuk segera menikah. Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini
seorang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau
denganku ya Rasulullah?”. Rasulullah meminta sahabat untuk membuat surat
lamaran kepada wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan
Madinah yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita.
Ketika
surat itu sampai ditangan Said ayah Zulfah, ia terperanjat karena tradisi
bangsa Arab perkawinan selama ini biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan
keturunan bangsawan dan yang kaya harus kawin dengan orang kaya. Ia memanggil
Zulfah dan bertanya, “Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang
melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya ?, Terkejut Zulfah melihat Zahid
sambil menangis sejadi-jadinya dan berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang
tampan dan kaya raya semuanya menginginkan aku, aku tak mau ayah!” jadi
bagaimana mungkin aku menerima dia, dan Zulfah merasa dirinya terhina. Said pun berkata kepada Zahid, “Wahai saudaraku, engkau tahu
sendiri kan, bukan aku tidak mau, bukan aku menghalanginya dan sampaikan kepada
Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.” Mendengar nama Rasul disebut ayahnya,
Zulfah tergetar dan seketika menghentikan tangisnya, lalu bertanya, “Wahai
ayah, mengapa membawa-bawa nama Rasul?”. Ayahnya pun berkata, “Ini yang melamarmu
adalah perintah Rasulullah.”Seketika Zulfah istighfar beberapa kali dan
menyesal atas kelancangan perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai
ayah, kenapa sejak tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau
begitu segera aku harus dikawinkan dengan pemuda ini. Terlintas dibenak Zulfah
firman Allah: “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka
ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat”. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur, 24 : 51)
Zahid pada
hari itu merasa jiwanya melayang ke angkasa rasanya seperti mimpi dan sesampai
di masjid ia bersujud syukur. Namun Zahid tidak mempunyai sedikit pun harta
maka Rasulullah menyuruhnya pergi ke Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bin
Auf. Alhamdulillah Zahidpun mendapatkan uang yang cukup banyak, iapun pergi ke
pasar untuk membeli persiapan perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah
menyerukan umat Islam untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan
Islam. Ketika Zahid sampai di masjid, dia melihat kaum Muslimin sudah siap-siap
dengan perlengkapan senjata, Zahid bertanya, “Ada apa ini?”. Sahabat menjawab,
“Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau
tidak mengerti?”.
Zahid
istighfar beberapa kali sambil berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin
ini akan aku jual dan akan ku belikan kuda yang terbagus.” Para sahabat
menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau
hendak berperang?”. Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”. Lalu Zahid menyitir ayat di surat At
Taubah sebagai berikut, “Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara,
istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih baik kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di
jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At Taubah, 9 : 24)
Zahid ikut
peperangan namun akhirnya Zahid mati syahid di jalan Allah. Rasulullah berkata,
“Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik dari
pada Zulfah.” Lalu Rasulullah membacakan Ayat; “Janganlah kamu mengira bahwa
orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia
Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap
orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” (QS Ali ‘Imran, 3 : 169-170)
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah,
(bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu
tidak menyadarinya.” (QS. Al Baqarah, 2 : 154)
Pada saat
itulah para sahabat meneteskan air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah,
alangkah bahagianya calon suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di
dunia izinkanlah aku mendampinginya di akhirat.”Subhaanallah bagaimana Zahid
dan Zulfah memperlihatkan apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya lebih utama
dari keinginan mereka. Mereka mampu mengeyampingkan logika demi menjemput
keridhaan Allah.Pertanyaannya sudahkah kita mengutamakan apa yang datang dari
Allah dan Rasul-Nya? Semoga kita termasuk orang-orang yang “Sami’naa wa
atho’naa, kami dengar dan kami ta’at!”. Insya Allah siap!
“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,
maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).” (an-Naazi’aat: 37-39)
Demikian semoga kisah ini ada
manfaatnya, amiin.