PENYEBAR FITNAH
Oleh : Sudono Al-qudsi
Ada orang yang menyesali perkataan, perbuatan dan lainnya
karena dirinya merasa telah menfitnah, mengadu domba, menyebar kebohongan atau apapun istilahnya kepada
orang lain, dan sekarang ini
bukan satu atau dua orang tetapi sudah tak terhitung dan ada dimana-mana , yang
menghujat, dan banyak lainnya.
Karena menyadari dan menyesali perbuatannya, lalu orang yang menfitnah itu bertanya kepada
seorang kyai Husaen namanya , karena
termasuk pernah menfitnah kyainya. Pak kyai mohon ajarkan saya , sesuatu yang bisa menghapuskan
kesalahan saya ini, nanti aku akan
menjaga lisanku, tak ingin sedikitpun meyebarkan kebohongan dan
menyinggung perasaan kyai.
Jawab kyai Husaen :
kau serius ? ya …dan saya benar-benar ingin menebus kesalahan saya. Kyai Husaen
terdiam beberapa saat , ia
tampak berpikir dan aku sudah
membayangkan sebuah do’a yang akan diajarkan kepadaku , yang jika aku
membacanya beberapa kali, maka Alloh
akan mengampuni dosa-dosaku. Aku juga membayangkan sebuah laku atau tirakat apa
saja yang bias menebus kesalahan dan
menghapuskan dosa-dosaku, lalu sejenak
kyai Husain mengucapkan sesuau yang benar-benar
diluar perkiraanku , diluar pikiranku….
Lalu kyai Tanya : apa kamu punya sebuah KEMOCENG dirumahmu ? aku heran kenapa malah tanya tentang kemoceng dan tidak sesuai
dengan pertanyaanku. Maaf kyai maksudnya apa ?
kyai Husaen tertawa dan sedikit
terbatuk seperti biasanya, sambil mengangguk-anggukkan kepala ia menghampiriku
, ya……ya ….temukan sebuah KEMOCENG
dirumahmu. Saya berpikir wah…
benar-benar serius pak kyai itu . dan
saya jawab , oh ya, ada dirumahku kemoceng itu , lalu apa yang harus
saya lakukan terhadap kemoceng itu ?
sambil tersenyum kyai Husain mengatakan : besuk pagi kamu berjalan dari rumahmu
ke pondokku, berjalanlah sambil mencabuti bulu-bulu dari kemoceng itu,
setiap kali kamu mencabut sehelai bulu, ingat-ingat perkataan burukmu tentang aku, lalu jatuhkan
di jalanan yang kau lalui.
Aku hanya bisa mengangguk , aku tak akan membantahnya .
barangkali maksud kyai Husain adalah
agar aku merenungkan kesalahan-kesalahanku, dan dengan menjatuhkan bulu-bulunya
satu persatu maka, kesalahan-kesalahan itu akan gugur diterbangkan waktu….
Kau akan belajar
sesuatu darinya , kata kyai Husain dan ada senyum yang terkembang di wajahku.
Ke esokan harinya , aku menemui kyai Husain dengan sebuah
kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulupun pada gagangnya, aku segera menyerahkan
gagang kemoceng itu pada beliau.
Ini pak kyai bulu-bulu
kemoceng itu sudah habis , sudah aku jatuhkan satu persatu sepanjang
perjalanan. Saya berjalan lebih dari 5 km
dari rumah saya ke pondok ini, saya mengingat perkataan
buruk saya tentang kyai , saya menghitung betapa luasnya fitnah-fitnah saya tentang kyai yang sudah saya sebarkan
kepada begitu banyak orang , maafkan
saya, maafkan saya kyai….
Kyai Husaen mengangguk-angguk sambil tersenyum
dan ada kehangatan yang aku rasakan dari raut mukanya , seperti
aku katakana kemarin, aku sudah
memaafkanmu. Barangkali kau hanya khilaf dan hanya mengetahui sedikit
tentangku, tetapi kau harus belajar
sesuatu …katanya. Aku hanya terdiam mendengarkan
perkataan kyai Husain yang lembut,
menyejukkan hatiku.
Kini pulanglah, kata
kyai Husain , dan aku baru saja akan
segera beranjakkan kakikub untuk pamit
dan mencium tangannya , tetapi kyai Husain melanjutkan kalimatnya : kembalilah
dengan berjalan kaki dan menempuh jalan yang sama dengan saat kau menuju
pondokku tadi… aku terkejut mendengarkan perkataan
kyai tadi apalagi mendengarkan syarat berikutnya : di sepanjang
jalan kepulanganmu , pungutlah
bulu-bulu kemoceng yang tadi kau
cabuti satu persatu , esuk hari laporkan
kepadaku berapa banyak, berapa bulu yang
kau kumpulkan .
Aku terdiam, aku tak mungkin menolak permintaan kyai Husain, sepanjang perjalanan pulang aku berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang
tadi kulepaskan di sepanjang jalan . hari yang terik , perjalanan yang melelahkan
, betapa sulit menemukan bulu-bulu itu. mereka
tentu saja telah tertiup angin , atau
menempel disebuah kendaraan yang
sedang menuju kota yang jauh, atau tersapu
kemana saja ke tempat yang kini tak mungkin aku ketahui.
Tapi aku harus menemukan
mereka , aku harus terus mencari
ke setiap sudut jalanan, ke gang-gang sempit, pokoknya kemana saja dan aku terus berjalan ,
setelah berjam-jam , aku berdiri di depan rumahku dengan pakaian yang dibasahi
keringat , nafasku berat, tenggorkanku kering , di tanganku , ku genggam 5 helai bulu kemoceng
yang berhasil kutemukan di sepanjang perjalanan.
Hari pun sudah menjelang petang, dari ratusan yang kucabuti
dan kujatuhkan dalam perjalanan pergi
hanya 5 helai yang berhasil kutemukan dan kupungut lagi di perjalanan
pulang, ya hanya 5 helai, benar 5 helai.
Lalu hari berikutnya aku menemui kyai Husaen dengan wajah yang
murung , aku serahkan 5 helai bulu kemoceng itu pada kyai.
Ini kyai.. ya hanya ini yang
berhasil saya temukan dan saya genggam dan aku meyodorkannya pada kyai, kayai Husaen terkekeh “ kini kau telah
belajar sesuatu “katanya. Aku
mengernyitkan dahiku, apa yang telah aku
pelajari dari pak kyai aku benar-benar tidak mengerti . jawab kyai Husaen, ya tentang FITNAH-FITNAH ITU’ jawabnya.
Begini , bulu-bulu yang kau cabuti dan kau jatuhkan di sepanjang
perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kau sebarkan . meskipun kau benar-benar
menyesali perbuatanmu dan berusaha
memperbaikinya, fitnah-fitnah itu telah menjadi bulu-bulu beterbangan entah
kemana. Bulu-bulu itu adalah
kata-katamu , mereka dibawa angin kemana saja, keberbagai tempat yang
tak mungkin kau duga-duga , ke berbagai wilayah
yang tak mungkin bisa kau hitung.
Tiba-tiba aku menggigil mendengarkan kata-kata kyai Husaen, yang seolah-olah ada tabrakan pesawat
yang paling dasyat di dalam kepalaku, seakan-akan ada hujan pisau yang menghujam
jantungku. Aku ingin menangis se
keras-kerasnya, bahkan aku ingin mencabut lidahku sendiri.
Bayangkan salah satu dari
fitnah-fitnah suatu saat kembali pada dirimu sendiri, barang kali kamu akan berusaha meluruskannya, karena kau
benar-benar merasa bersalah telah
menyakiti orang lain dengan kata-katamu itu, Barangkali kau tak ingin mendengarnya lagi.
Tetapi kau tak bisa menghentikan semua
itu. Kata-katamu yang sudah terlanjur tersebar
dan terus disebarkan diluar
kendalimu, tak bisa
kau bungkus lagi dalam sebuah kotak besi untuk kau kubur dalam-dalam sehingga
tak ada orang lain yang mendengarnya dan
waktu telah mengabadikanya . fitnah-fitnah itu telah menjadi dosa yang terus beranak pinak tak ada ujungnya. Agama menyebutnya dosa jariyah ,
dosa yang terus menerus berjalan diluar kendali
pelaku pertamanya , maka tentang fitnah-fitnah itu , meskipun aku atau
siapapun saja yang kau fitnah telah
memaafkanmu sepenuh hati , fitnah-fitnah
itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya, bahkan
meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin
waktu telah membuatnya abadi. Maka kau
tak bisa menghitung lagi berapa banyak
fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.
Tangisku banar-benar pecah , aku tersungkur dilantai, astaghfirllohal
adlim, astaghfrllohal adlim,,,, astaghfrllohal adlim , aku hanya bisa terus
mengulangi istighfar , dadaku gemuruh, air mata menderas dari kedua ujung mataku.
Tolong pak kyai, ajari….
ajari saya apa saja untuk dapat membunuh fitnah-fitnah itu, ajari saya,,,, astaghfirllohal adlim,,, aku terus menangis
menyesali apa yang telah aku perbuat,
pak kyai pun tertunduk meneteskan
air matanya “aku telah memaafkanmu setulus hatiku nak, kini aku hanya bisa mendoakanmu agar Alloh mengampunimu , mengampuni kita semua,
kita harus percaya bahwa Alloh Maha terus-meners menerima taubat manusia..
innalloha tawwaburrohim…aku disambar halilintar jutaan megawatt yang
mengguncangkan batinku , aku ingin
mengucapkan sejuta atau semilliar
istigfatr untuk semua yang sudah
kulakukan. Aku ingin membacakan doa -doa
apa saja untuk menghentikan fitnah-fitnah itu.
Selanjutnya kyai mengatakan : kini kau telah belajar sesuatu,
setengah berbisik, pipinya masih basah oleh air mata , fitnah-fitnah bukan hanya tentang dirimu dan seseorang yang
kau sakiti , ia lebih luas lagi . Demikianlah anakku , fitnah itu lebih kejam
dari pembunuhan.
Demikian bahaya dari fitnah untuk menjadi renungan yang
berharga , semoga kita menjadi hamba Alloh yang pandai bersyukur, terimakasih
semoga ada manfaatnya, amiin ,
Blitar 16 Pebruari 2017.