Rabu, 29 April 2015





HADLONAH DIAJUKAN KE  PENGADILAN AGAMA
 WILAYAH HUKUM ANAK BERADA  



Hadhanah adalah penguasaan atau pemeliharaan anak. Pemeliharaan anak pada dasarnya adalah untuk kepentingan anak sebagai upaya pertumbuhan jasmani, rohani kecerdasan intelektualnya dan pendidikan akhlak atau agamanya.
  • Gugatan hadhanah diajukan dalam bentuk gugatan perkara yang bersifat Contentius.
  • Gugatan hadhanah dapat juga diajukan dalam bentuk gugat balik atau rekonpensi terhadap perkara permohonan cerai talak atau gugatan cerai.
  • Gugatan Hadhanah dapat juga diajukan bersama-sama dalam bentuk komulasi gugatan atas perkara cerai talak dan cerai gugat.
  • Gugatan perkara hadhanah diajukan kepada Pengadilan Agama dalam wilayah hukum dimana anak bertempat tinggal.


Dalam pasal 118 ayat (1) HIR 




                                       TUNTUTAN NAFKAH IDDAH,  MUT'AH, MADLIYAH, ANAK



                           DALAM  REKONPENSI

                                              Menimbang bahwa, maksud dan tujuan gugatan Penggugat rekonpensi adalah sebagaimana dalam jawabannya.
                     Menimbang bahwa karena ada gugatan rekonpensi maka  selanjutnya yang dahulu sebagai Pemohon sekarang disebut sebagai Tergugat rekonpensi dan yang dahulu sebagai Termohon sekarang disebut sebagai Penggugat rekonpensi.
               Menimbang bahwa, sesuai dengan jawaban Penggugat rekonpensi tanggal 26 Maret 2010  maupun dakam kesimppulannnya tanggal  7 Juni 2010 ,bahwa yang menjadi tuntutan Penggugat  rekonpensi  terhadap  Tergugat rekonpensi pada pokoknya adalah :
-          Nafkah iddah selama 1 tahun sebesar Rp. 50.000,- perhari
-          Nafkah madliyah selama 6 bulan sebesar Rp. 50.000,- perhari.
-          Uang mut’ah sebesar Rp. 10.000.000,-
-          Nafkah seorang anak sebesar Rp. 500.000,- perbulan sampai anak tersebut dewasa.
       Menimbang bahwa, atas gugatan Penggugat rekonpensi tersebut diatas, Tergugat rekonpensi baik dalam repliknya telah memberikan jawaban yang pada pokoknya Tergugat rekonpensi menolak semua tuntutan Penggugat rekonpensi karena menurutnya Penggugat rekonpensi mengada-ada dan Penggugat rekonpensi termasuk istri yang nusyuz.
        Menimbang bahwa majlis hakim telah memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menyelesaikan  tuntutan tersebut dengan musyawarah akan tetapi tidak berhasil mencapai kesepakatan.Oleh karenanya majlis hakim akan mempertimbangkan satu persatu tuntutan Penggugat rekonpensi tersebut sebagai berikut :

     Menimbang bahwa, oleh karena karena semua tuntutan Penggugat rekonpensi ditolak oleh Tergugat rekonpensi maka  berdasarkan ketentuan pasal 163 HIR    jo. Pasal 1865 KUH  Perdata  yang menyatakan bahwa : Barang siapa mengaku mempunyai suatu  hak atau menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan hak itu  atau untuk membantah hak orang lain , harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu  , oleh karenanya berdasarkan  pasal tersebut majlis berpendapat bahwa beban pembuktian harus dibebankan kepada Penggugat rekonpensi untuk membuktikan dalil gugatan rekonpensinya.

                           Tentang nafkah Iddah dan Mut’ah :

                    Menimbang bahwa, Menimbang bahwa tuntutan Penggugat rekonpensi terhadap Tergugat rekonpensi  tentang nafkah iddah selama 1 tahun perhari Rp.50.000,- dan Mut’ah sebesar Rp. 10.000.000,-  dan  atas tuntutan tersebut , Tergugat rekonpensi menolaknya karena menurut Tergugat rekonpensi ,bahwa Penggugat rekonpensi termasuk istri yang nusyuz.     
                                             Menimbang bahwa,  untuk membuktikan nusyuz dan tidaknya  Penggugat rekonpensi , maka Penggugat rekonpensi telah mengahadirkan saksi –saksinya yang bernama ABDUL KHOLIK BIN ABDUL WAHAB dan SAMHARI BIN RATMIN yang memberikan keterangan dibawah sumpah bahwa kepergian Penggugat rekonpensi pulang kerumah orangb tuanya karena adanya kehadiran wanita lain bernama Mimin , sehingga menurut Majlis Hakim bahwa tujuan kepergian Tergugat rekonpensi pulang kerumah orang tuanya adalah untuk menenangkan diri , minimal telah diketahui oleh Tergugat rekonpensi  dan keterangan ini dibenarkan oleh Tergugat rekonpensi.
                                             Menimbang bahwa , berdasarkan keterangan dua orang saksi yang bernama ABDUL KHOLIK BIN ABDUL WAHAB dan SAMHARI BIN RATMIN tersebut maka majlis majlis dapat menemukan fakta di persidangan  bahwa ternyata Penggugat rekonpensi bukan termasuk istri yang nuzyuz .
             Menimbang  bahwa  berdasarkan pasal 149  Kompilasi Hukum Islam , bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : memberikan mut’ah…. dan nafkah iddah.   dan seterusnya.
                  Menimbang bahwa, berdasarkan ketentuan tersebut maka sesuai dengan pengakuan Tergugat rekonpensi bahwa ia bekerja  di Proyek sedangkan menurut saksi Penggugat rekonpensi , Tergugat rekonpensi bekerja sebagai pemilik mebeler tetapi mereka tidak menyebutkan berapa penghasilan Tergugat rekonpensi setiap bulannya , maka menurut majlis walaupun mereka tidak menyebut jumlah penghasilan setiap bulannya  tetapi  Tergugat rekonpensi telah mempunyai penghasilan tetap setiap bulannya dan dianggap mampu untuk memberikan nafkah  iddah dan mut’ah kepada Pengggat rekonpensi yang besarnya akan dipertimbangkan majlis sesuai dengan melihat lamanya masa perkawinan Penggugat rekonpensi dengan Tergugat rekonpensi yang hingga sekarang ini sudah berlangsung selama 7 tahun lebih.       
                     Menimbang bahwa berdasarkan pasal 41 (c )  UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam  serta dalil dalam kitab Al Muhadzadzab juz II halaman 164 yang menyebutkan :
اذا طلق امراْته بعد الدخول طلاقا رجعيا وجب لها السكني والنفقة في  العدة
      Apabila suami mencerai istrinya yang telah disetubuhi dengan talak raj’i maka ia harus menyediakan tempat tinggal dan nafkah selama masa iddah.
                     Menimbang bahwa berdasarkan pasal 41 (c )  UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam  serta dalil dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 214 menyebutkan :
وتجب المتعة الموطؤة طلقت بائنا او رجعيا
      Bagi istri yang diceraikan telah disetubuhi baik talak bain maupun raj’i harus diberi nafkah.
           Menimbang bahwa, masa iddah adalah selama 3 kali haid atau sekurang kurangnya ditetapkan 90 hari, karena itu tuntutan Penggugat rekonpensi tentang nafkah iddah selama 1 tahun tidak beralasan , sehingga tuntutan tersebut dikabulkan 3 bulan.
           Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, majlis berpendapat bahwa Tergugat rekonpensi layak dibebani untuk memberikan nafkah iddah  kepada Penggugat rekonpensi sebesar Rp. 3.000.000,- dan mut’ah  sebesar Rp.5.000.000,-
          Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka gugatan Penggugat rekonpensi tentang nafkah iddah dan mut’ah dapat dikabulkan untuk sebagian.

                         Tentang nafkah madliyah 6 bulan :

                  Menimbang bahwa,  Penggugat rekonpensi menuntut nafkah madliyah selama 6 bulan perhari sebesar Rp 50.000,-. Sesuai dengan apa yang telah dipertimbangkan dalam pertimbangan hukum tentang iddah dan mut’ah tersebut diatas, dan ternyata Penggugat rekonpensi bukan termasuk istri yang nusyuz maka Penggugat rekonpensi berhak atas  nafkah madliyah dari Tergugat rekonpensi sesuai dengan tuntutannya yaitu selama 6 bulan  , berdasarkan pertimbangan tersebut  maka majlis berpendapat akan mengabulkan gugatan Penggugat rekonpensi sesuai apa yang diminta yaitu selama 6 bulan. Karenanya Tergugat rekonpensi layak dibebani untuk memberikan nafkah madliyah  selama 6 bulan kepada Penggugat rekonpensi  sebesar Rp. 6.000.000,-

                Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas , maka gugatan Penggugat rekonpensi tentang nafkah madliyah dapat dikabulkan untuk sebagian.

Tentang nafkah anak :

       Menimbang bahwa, menurut pasal 149 KHI  huruf d , bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan biaya hadlonah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur  21 tahun , berdasarkan ketentuan  pasal tersebut  ternyata anak Penggugat rekonpensi dengan Tergugat rekonpensi yang bernama BELLA  sekarang masih berumur 4  tahun dan sejak kedua orang tuanya berpisah  anak tersebut ikut Penggugat rekonpensi.
           Menimbang  bahwa, berdasarkan pasal 149 huruf ( d )  Kompilasi Hukum Islam tersebut ternyata anak Penggugat rekonpensi dengan Tergugat rekonpensi sekarang masih dibawah umur, karenanya layak apabila Tergugat rekonpensi dibebani untuk memberikan biaya untuk  anaknya tersebut, yang besarnya akan dipertimbangkan sebagai berikut.
          Menimbang bahwa, sebagaimana yang telah dipertimbangkan dalam pertimbangan tentang iddah dan mut’ah tersebut diatas, maka majlis menilai bahwa Tergugat rekonpensi dianggap telah mempunyai penghasilan tetap setiap bulannya, karenanya menurut majlis Tergugat rekonpensi layak dibenani untuk memberikan biaya untuk anaknya yang bernama BELLA tersebut dan melihat kemampuan Tergugat rekonpensi , karena kewajiban memberikan biaya terhadap anak adalah kewajiban orang tuanya,  terutama ayahnya yang dalam hal ini adalah Tergugat rekonpensi, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka Tergugat rekonpensi layak dibebani untuk memberikan nafkah anak setiap bulannya sebesar Rp. 500.000,- dengan kenaikan 15 % dari tahun sebelumnya.
 Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka gugatan Penggugat rekonpensi tentang nafkah anak  dapat dikabulkan.
Menimbang bahwa, tentang tuntutan untuk membayar  uang paksa          ( dwangsom)  dari Penggugat rekonpensi terhadap Tergugat rekonpensi sebesar Rp 25.000,-setiap hari keterlambatan dalam membayar tuntutannya  sebagaimana duplik Penggugat rekonpensi tanggal 23 Maret 2010, Majlis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang bahwa, tuntutan uang paksa ( dwangsom ), pada dasarnya berkaitan dengan pelaksanaan putusan yang menghukum Tergugat untuk melakukan suatu prestasi berupa melakukan  suatu perbuatan, sebagaimana yang diatur dalam pasal  225 HIR sebab pada dasarnya seseorang tidak dapat dipaksa untuk melakukan prestasi berupa melaksanakan suatu perbuatan, sehingga untuk menjamin pihak yang dimenangkan agar tidak dirugikan dapat dinilai dengan uang paksa.
                                     Menimbang bahwa dari gugatan Penggugat rekonpensi tersebut tidak terdapat tuntutan yang menghukum Tergugat rekonnpensi untuk melakukan suatu perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 225 HIR, karenanya tuntutan tentang uang paksa ( dwangsom ) tidak beralasan hukum karena hak-hak yang berupa pembayaran sejumlah uang yang diakibatkan putusnya perkawinan karena perceraian tidak dapat diajukan dwangsom , berdasarkan pertimbangan tersebut maka tuntutan Penggugat rekonpensi tentang  dwangsom tidak perlu dipertimbangkan lagi dan harus dikesampingkan.      
         Menimbang bahwa , berdasarkan semua pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas  maka gugatan Penggugat rekonpensi dapat dikabulkan untuk sebagian.

                         



                                    
                  ADA KESEPAKATAN TUNTUTAN LISAN NAFKAH ANAK DAN PERTIMBANGAN EX OFFICIO IDDAH DAN MUT’AH

                                        Menimbang bahwa, pada persidangan tanggal  21 juni 2010 , Termohon mengajukan permohonan secara lisan agar Pemohon memberikan nafkah kepada kedua anak Pmnohon dan Termohon sebesar Rp. 600.000,-setiap bulannya dengan kenaikan 30 % setiap tahunnya  dan atas permohonan tersebut Pemohon telah bersedia memenuhinya. Kemudian kedua belah pihak telah membuat surat pernyataan tertanggal 28 Juni 2010 yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, surat pernyataan tersebut telah dibenarkan oleh Pemohon dan Termohon dimuka persidangan.
                                          Menimbang bahwa, oleh karena antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi kesepakatan ,yang tertuang dalam surat pernyataan tanggal 28 Juni 2010 , maka berdasarkan kesepakatan tersebut maka Majlis hakim berpendapat bahwa Pemohon  harus dihukum untuk memberikan nafkah kepada kedua anaknya yang bernama : RIZAL EFENDI dan SILVA RISA ANGGRAINI setiap bulan uang sebesar Rp. 600.000,- dengan kenaikan 30 % dari tahun tahun sebelumnya.
           Menimbang bahwa,  berdasarkan pasal 149  Kompilasi Hukum Islam , bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib : memberikan mut’ah…. dan nafkah iddah.   dan seterusnya.
           Menimbang bahwa, berdasarkan ketentuan tersebut maka sesuai dengan pengakuan Pemohon  bahwa  pengasilannya  setiap bulan antara Rp. 600.000 sebagai buruh , maka menurut majlis bahwa Pemohon  telah mempunyai penghasilan tetap setiap bulannya dan dianggap mampu untuk memberikan mut’ah dan nafkah  iddah kepada Termohon yang besarnya akan dipertimbangkan majlis sesuai dengan melihat lamanya masa perkawinan Pemohon  dengan Termohon  yang hingga sekarang ini sudah berlangsung selama 15 tahun lebih.       
                Menimbang bahwa berdasarkan pasal 41 (c )  UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam  serta dalil dalam kitab Al Muhadzadzab juz II halaman 164 yang menyebutkan :
اذا طلق امراْته بعد الدخول طلاقا رجعيا وجب لها السكني والنفقة في  العدة
Apabila suami mencerai istrinya yang telah disetubuhi dengan talak raj’I maka ia harus menyediakan tempat tinggal dan nafkah selama masa iddah.
               Menimbang bahwa berdasarkan pasal 41 (c )  UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam  serta dalil dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 214 menyebutkan :
وتجب المتعة الموطؤة طلقت بائنا او رجعيا
                             Bagi istri yang diceraikan telah disetubuhi baik talak bain maupun raj’i harus diberi nafkah.
                  Dalam kitab Ahkamusy Syakhshiyyah, Moh. Abu Zahrah, Darl Fikr Al Arabi hal. 334.juga disebutkan :
انه اذا كان الطلاق بعد الدخول بغير رضاها تكون لها متعة هي نفقة سنة
 بعد  انتهاء العدة
Bahwasanya apabila ada talak itu sesudah dukhul tanpa ridhonya, maka wanita bekas istrinya itu berhak menerima mut’ah yaitu nafkah selama satu tahun sesudah habisnya masa iddah.
                                         Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka secara ex officio majlis berpendapat bahwa Pemohon layak dibebani untuk memberikan nafkah iddah  kepada Termohon sebesar Rp. 1.200.000,- dan mut’ah  sebesar Rp.4. 000.000,           






KUMULASI  NAFKAH LAMPAU DAN HUTANG

Yurisprudinsi nomor 24 K/AG/2003 tanggal 26 pebruari 2004 ,buku Varia Peradilan no.236 mei 2005 hal.91.

Menurut azas hukum acara perdata, HIR dan RBg. Tidak diharuskan sebuah gugatan perdata dibuat secara rinci, sebagaimana yang diatur didalam Rv.(hukum acara perdata eropa). Adanya gugatan yang disusun secara sederhana, menurut HIR, menganjurkan hakim bertindak aktif untuk memberi bantuannya, bilamana dalam gugatan tersebut mengandung ketidakjelasan.
-Dalam gugatan yang menggabungkan dua tuntutan berupa : nafkah lampau istri dengan penggantian utangnya penggugat, hal ini tidak menjadikan gugatan ini menjadi kabur. Hakim tetap dapat memeriksa dan mengadili tuntutan nafkah istri. Sedangkan tuntutan penggantian uang karena adanya utang penggugat, maka hakim dapat menyatakan tuntutan/gugatan utang tersebut tidak dapat diterima.
-Kelalaian suami memberi nafkah kepada istrinya, pada masa yang lampau(sejak tahun 1980 sampai dengan adanya gugatan ini tahun 2001), karena sudah terbukti didalam persidangan Pengadian Agama, maka sesuai dengan ketentuan pasal 34 ayat (1), (3) UU.No.1/1974  pihak suami wajib memberikan uang nafkah lampau.
-Tuntutan nafkah anak pada masa yang lampau tidak dapat dituntut, dengan alas an, karena nafkah anak ini adalah bukan lil tamlik, melainkan lil intifa’., sehingga gugatan tentang nafkah anak pada masa yang lampau, ditolak oleh Makamah Agung dalam putusan kasasi.






PERJANJIAN PERDAMAIAN YANG SALAH SATU
PIHAKNYA DALAM TAHANAN

             Yurisprudensi  MA  nomor792 K/Pdt/2002  tanggal 3-1-2003
 buku yurisprudensi MA 2003

                Perjanjian perdamaian yang disepakati kedua belah pihak,tanpa ada paksaan dan para pihak cakap untuk membuat perjanjian,meski salah satu pihak dalam tahanan,perjanjian tersebut adalah sah.





 IDENTITAS OBYEK PERKARA DALAM GUGATAN
TIDAK SAMA DENGAN YANG DISCENTE.

Yurisprudeinsi MA RI. Nomor 34 K /AG/1997 tanggal

          Gugatan obscuur libel , karena identitas obyek perkara yang tercantum dalam gugatan dan hasil pemeriksaan sidang di tempat  berbeda sedangkan pengugat tidak mengadakan perubahan surat gugatan. Buku Yurisprudensi MA RI tahun 2000 hal 95.






TENTANG TERGUGAT YANG GILA

                           Yurispudensi MA RI nomor 249 K/AG/l996 tanggal 8 – 1 – 1998.

        Menurut pendapat Mahkamah Agung pemeriksaan terhadap perkara yang pihak tergugatnya gila tidak perlu menungggu adanya penetapan curator dari Pengadilan Negeri dan cukup di wakili orang tua/wali/pengampunya.  Buku Yurisprudensi MA RI, tahun 2006 hal. 313.


Selasa, 28 April 2015






SUAMI MURTAD SETELAH DIBERI IJIN CERAI


      Beberapa masalah yang perlu mendapatkan solusi antara lain , seorang suami yang telah diberikan ijin untuk bercerai dengan istrinya dan tinggal menunggu sidang ikrar talak ternyata suaminya murtad maka penyelesaiannya adalah :
· Murtad Diadili Pada Pengadilan Agama
Berdasarkan Surat Mahkamah Agung tanggal 13 Agustus 1983 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 726 K/ Sip/ 1976 tanggal 15 Februari 1977, pihak yang murtad menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam perkara cerai gugat dan cerai talak.
  • Cerai Talak Yang Diajukan Suami Yang Murtad
Dalam perkara cerai talak yang diajukan oleh suami yang murtad diputus dengan fasakh, bukan izin ikrar talak sekalipun dalam petitumnya berupa permohonan izin talak. Hakim dalam pertimbanan hukumnya harus memberi pertimbangan hukum tentang pergeseran dari izin ikrar yang menjadi fasakh itu. Akan tetapi bila murtadnya setelah adanya putusan izin talak, maka izin mengucapkan ikrar talak dilaksanakan dengan alasan penundukkan diri kepada Hukum Islam oleh non muslim.





TERGUGAT MENGAJUKAN EKSEPSI,  SURAT KUASA PENGGUGAT TIDAK DITANDATANGANI OLEH SEMUA KUASANYA

Oleh : Sudono Al-Qudsi

DALAM EKSEPSI 

Menimbang bahwa dalam eksepsinya, Tergugat mempersoalkan Surat Kuasa tertanggal 24 September 2008 yang diterima oleh JUPRIANTO,SH dan SUMARDHAN,SH dari Penggugat principal yakni LAILIL KUSNIAH. Menurut Para Tergugat , Surat Kuasa tersebut cacat hukum karena yang membubuhkan tanda tangan hanya JUPRIANTO,SH saja sedangkan SUMARDHAN,SH tidak ikut membubuhkan tanda tangan. Hal yang sama juga terjadi pada surat gugatan yakni hanya ditandatangani oleh JUPRIANTO,SH. Selain dari pada itu, sebagaimana dinyatakan dalam dupliknya, menurut Para Tergugat Surat Kuasa tersebut bukan untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Banyuwangi melainkan untuk melapor ke Polisi. Oleh sebab itu menurut Para Tergugat, Surat Kuasa dan Gugatan tersebut tidak sah dan oleh karena itu maka gugatan Penggugat harus ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima ;
Menimbang bahwa Majelis Hakim mempertimbangkan eksepsi tersebut sebagai berikut :
Menimbang bahwa pemberian kuasa adalah merupakan perjanjian sepihak yang oleh karenanya pemberi kuasa secara sepihak pula dapat sewaktu-waktu mencabut atau menarik kembali kuasanya yang telah diberikannya, hal ini sesuai pasal 1814 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Bahkan menurut ketentuan pasal 1793 KUH Perdata, penerimaan kuasa itu dapat pula terjadi secara diam-diam dan itu disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si penerima kuasa ;
Menimbang bahwa karena pemberian kuasa itu merupakan perjanjian sepihak, maka tidak ada keharusan bagi penerima kuasa untuk ikut membubuhkan tanda tangannya pada Surat Kuasa tersebut. Hal ini berbeda dengan perjanjian pada umumnya yang bersifat timbal balik seperti jual beli misalnya. Dalam perjanjian seperti ini memang diperlukan persetujuan yang tegas dari kedua belah pihak sehingga apabila perjanjian itu dibuat secara tertulis, harus ditandatangani oleh kedua belah pihak ;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, tidak ikut sertanya SUMARDHAN,SH menandatangani Surat Kuasa tersebut, tidak mengakibatkan cacatnya atau tidak sahnya Surat Kuasa tersebut ;
Menimbang bahwa selain dari pada itu, setelah diteliti dengan seksama, Surat Kuasa yang dipersoalkan oleh Para Tergugat tersebut telah memenuhi syarat sebagaimana telah dideskripsi oleh SEMA Nomor 2 Tahun 1959 tanggal 19 Januari 1959 jo SEMA Nomor 1 Tahun 1971 tanggal 23 Januari 1971 jo SEMA Nomor 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994, yaitu telah menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan mana surat kuasa itu dipergunakan, menyebut identitas dan kedudukan para pihak dan menyebut secara ringkas dan kongkrit masalah perkaranya, sehingga Surat Kuasa tersebut dinyatakan sah ;
Menimbang bahwa tentang penyebutan kedudukan pemberi kuasa sebagai pelapor dalam Surat Kuasa tersebut, hal itu tidak mengurangi maksud, isi dan atau substansi dari Surat Kuasa itu secara keseluruhan ;
Menimbang bahwa karena Surat Gugat tersebut dibuat dan ditandatangani oleh orang yang berwenang berdasarkan Surat Kuasa Khusus yang sah, maka gugatan itu dinyatakan sah pula ;
Menimbang bahwa adapun penandatanganan surat gugat itu hanya dilakukan oleh JUPRIANTO,SH saja, hal itu tidak mengakibatkan cacat hukum dari gugatan tersebut karena dalam Surat Kuasanya telah diformulasi baik penerima kuasa itu bertindak sendiri-sendiri maupun bersama-sama ;
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, eksepsi Para Tergugat tidak beralasan sehingga oleh karenanya harus ditolak ;





PENGGUGAT TIDAK MELAMPIRKAN SURAT KUASANYA
DALAM GUGATAN  YANG DITRIMA KUASA TERGUGAT  2732/2008/BWI

Oleh : Sudono Al-Qudsi

Dalam Eksepsi :
Tentang legalitas surat kuasa ;
Menimbang, bahwa para Tergugat mendalilkan bahwa Penggugat tidak dihadapan ke notaris secara bersama-sama, adalah orang lain yang minta tanda tangan dan cap ibu jarinya, sehingga bisa dikatagorikan mencederai hukum, serta surat kuasa tidak pernah dilampirkan ke lampiran para Tergugat, sehingga seolah-olah benar adanya ;
Menimbang, bahwa kuasa para Penggugat menanggapi eksepsi tersebut yang pada intinya, bahwa eksepsi tersebut tidak perlu dijawab, karena para Tergugat tidak mengetahui isi dan bentuk surat kuasa yang dipakai oleh kuasa hukum para Penggugat sedang kuasa hukum para Penggugat sudah melalui mekanisme prosedur hukum
Menimbang, bahwa terlepas dari tanggapan kuasa para Penggugat tersebut, Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai berikut :
1.        Bahwa SEMA tanggal 23 Januari 1971 menyebutkan syarat-syarat sahnya surat kuasa khusus, yaitu :
a.    harus berbentuk tertulis ;
b.    harus menyebut identitas para pihak berperkara ;
c.    harus menegaskan obyek dan kasus yang diperkarakan (”Beberapa Permasalahan Hukum Perdata pada Pengadilan Agama” oleh : Yahya Harahab,SH, halaman 10), jo pasal 123 HIR ;
2.        Bahwa putusan Mahkamah Agung Nomor : 272 K/Pdt/1983 tanggal 20 Agustus 1984 menyebutkan bahwa agar surat kuasa khusus yang dibubuhi cap jempol sah, harus dilegalisir serta didaftar menurut ordonasi St.1916 No.46 jo. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 3332 K/Pdt/1991, dalam putusan yang disebutkan terakhir tersebut lebih tegas disebutkan surat kuasa yang dibubuhi cap jempol harus dilegalisir oleh notaris atau pejabat yang berwenang ;
3.        Bahwa masalah tidak dilampirkannya surat kuasa khusus tersebut pada salinan surat gugatan yang disampaikan kepada para Tergugat tidak menyebabkan tidak sahnya surat kuasa khusus tersebut karena tidak ada aturan hukum yang mengharuskan untuk itu ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa surat kuasa khusus yang digunakan oleh kuasa para Penggugat dalam perkara telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, sehingga dinilai sah. Oleh karenanya eksepsi para Tergugat haruslah ditolak;





Keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.”
1273/13 BL


oleh : Sudono Al-qudsi
  
                    Menimbang bahwa, sebelum mempertimbangkan  terhadap jawaban Termohon, Replik Pemohon dan duplik Termohon serta serta semua alat bukti yang diajukan Pemohon dan Termohon  , terlebih dahulu majlis hakim akan mempertimbangkan tentang formal surat kuasa Pemohon tertanggal  4 April 2013  ditandatangani di Jakarta  oleh pemberi kuasa Julian Roe , dan penerima kuasanya bernama ----------------------------------------------------------------------------------------------------dihubungkan dengan permohonan Pemohon  tertanggal  4 April 2013  , karena antara surat kuasa dengan dalil permohonan Pemohon   tidak sinkron dan membingungkan.

       -  Surat kuasa khusus dengan nomor dan tanggal berbeda :
                    Menimbang bahwa, setelah majlis hakim membaca dan meneliti dengan seksama terhadap surat kuasa khusus maupun dalam surat permohonan Pemohon maka ditemukan hal – hal  yang harus dipertimbangkan sebagai berikut:
       Dalam surat permohonan Pemohon halamam  1 tertulis pernyataan :   berdasarkan  Surat Kuasa Khusus Nomor C01.0094.11.12.20 yang ditanda tangani di Jakarta pada tanggal 30 November 2012, sedangkan dalam surat kuasa khusus yang diajukan di Pengadilan Agama Blitar Nomor C01.0044.04.13.20  Di tandatangani di Jakarta , pada tanggal 4 April 2013.
                         Menimbang bahwa,  dalam berperkara di Pengadilan harus ada ketegasan tentang surat kuasa dan tidak mungkin dua surat kuasa dengan nomor berbeda dan tanggal yang berbeda pula untuk digunakan dalam satu perkara , di forum Pengadilan  Agama yang sama dan obyeknya  juga  sama. Seharusnya apa yang tertulis dalam surat kuasa khusus tersebut harus sama isinya dengan yang tertulis dalam surat permohonan Pemohon baik subyek hukumnya, obyeknya , maupun nomor dan tanggalnya.
                         Menimbang bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan diatas , majlis hakim menilai bahwa surat kuasa khusus tersebut  adalah cacat formil ,  antara yang tertulis dalam surat kuasa khusus tidak sama dengan yang ada dalam surat permohonan Pemohon,  sehingga surat kuasa khusus tersebut harus dinyatakan tidak sah.

        - Surat kuasa No. C01.0044.04.13.20  Di tandatangani  di Jakarta , pada  tanggal    4  April 2013.
                            Menimbang bahwa, dalam surat kuasa khusus  tersebut,  dinyatakan  bahwa Pemohon bernama Julian Roe, warga negara  Inggris dan pemegang Passport  Nomor 761319525 yang berlaku sampai dengan 18 Oktober 2021, pekerjaan Karyawan Swasta, bertempat tinggal di unit No. A-1-7 1st Floor, Block A Dua Residency, Jalan Tun Razak 50400, Kuala Lumpur, Malaysia. Akan tetapi pemberian surat kuasa  tersebut di tandatangani di jakarta, sedangkan Pemohon bertempat tinggal / beralamat : di Malaysia,  sebagaimana alamat Pemohon disebutkan diatas,  ternyata belum memenuhi persyaratan  legalisasi dari KBRI atau Konsulat Jenderal  yang mewilayahi Pemohon bertempat tinggal sebagai warga negara asing.  Karena legalisasi bertujuan memberi kepastian hukum bagi pengadilan tentang kebenaran orang yang memberi kuasa maupun mengenai kebenaran pembuatan surat kuasa itu. Dengan adanya legalisasi, tidak diragukan lagi kebenaran dan eksistensi surat kuasa dan pemberi kuasa ( M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2008, halaman 25 ).  
                    Menimbang bahwa,  Surat Kuasa Khusus dari Pemohon  yang telah dibuat di Jakarta pada tanggal 4 April 2013  dan didaftarkan di Kepaniteraan  Pengadilan Agama Blitar  pada tanggal 10 April 2013  tidak memenuhi syarat formil maupun hukum yang digariskan Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 01 Tahun 1971 tanggal 23 Januari 1971  jo. SEMA No. 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994  karena dalam Surat Kuasa tersebut terdapat kejanggalan dimana salah satunya dinyatakan dalam  Surat Kuasa tersebut tertera secara lengkap alamat dari Pemohon di Malaysia tetapi mengapa pemberian Surat Kuasa tersebut justru dibuat, ditandatangani dan diberikan di Indonesia (in casu Jakarta), yang notabene bukan merupakan tempat kedudukan/domisili dari Pemohon , seharusnya Pemohon memberikan Surat Kuasa tersebut di Malaysia  sesuai dengan kedudukannya, kemudian di legalisasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia  jika Surat Kuasa tersebut hendak digunakan dalam wilayah Yurisdiksi Indonesia, hal mana sesuai pula dengan Putusan Mahkamah Agung R.l. No. 3038 K/Pdt/1981 tertanggal 18 September 1986 yang menyatakan bahwa keabsahan Surat Kuasa yang dibuat oleh subyek hukum di luar negeri selain harus memenuhi persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat .
                   Atau surat kuasa yang dibuat di jakarta tersebut , kemudian  di  legalisasi pada perwakilan  Kedutaan Besar Malaysia yang ada di Jakarta.     Jadi, untuk mewujudkan keabsahan surat kuasa khusus yang dibuat di luar negeri  oleh warga negara asing maupun warga negara Indonesia, selain memenuhi syarat formil berdasarkan undang-undang, harus pula dipenuhi syarat administratif berupa legalisasi dari kantor perwakilan diplomatik Indonesia di negara tempat surat kuasa khusus dibuat ( M. Yahya Harahap, S.H. Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2008, halaman 25 ). 
                          Menimbang bahwa,  atas adanya cacat formil dalam surat kuasa ini, sesuai dengan asas lex fori , yang mengajarkan doktrin the law of the forum , yaitu hukum acara yang berlaku  tunduk kepada ketentuan pengadilan tempat gugatan diajukan atau diterima. Keabsahan surat kuasa khusus yang dibuat di luar negeri ( di Jakarta ) bagi warga negara asing (Malaysia ), selain  tunduk  pada syarat pihak yang diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 01 Tahun 1971 tanggal 23 Januari 1971  jo. SEMA No. 6 Tahun 1994 tanggal 14 Oktober 1994  juga harus memenuhi syarat tambahan berupa legalisasi oleh Konsulat Jenderal setempat atau KBRI setempat .
                          Menimbang bahwa, : berdasarkan lampiran  Peraturan Menteri Luar  Negeri  No. 09/A/KP/XII/2006/01, tanggal 28 Desember 2006 (poin 68), dijelaskan bahwa legalisasi artinya pengesahan terhadap dokumen dan hanya dilakukan terhadap tanda tangan dan tidak mencakup kebenaran isi dokumen. Setiap dokumen Indonesia yang akan dipergunakan di negara lain atau dokumen asing yang akan dipergunakan di Indonesia perlu dilegalisasi oleh instansi yang berwenang.
                           Menimbang bahwa, selanjutnya  Dalam Lampiran Peraturan Menteri tersebut (poin 70) juga ditegaskan bahwa dokumen-dokumen asing yang diterbitkan di luar negeri dan ingin dipergunakan di wilayah Indonesia, harus pula melalui prosedur yang sama, yaitu dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara setempat. Demikian pula terhadap dokumen-dokumen seperti surat kuasa, perjanjian dan pernyataan yang diterbitkan (dan ditandatangani) di luar negeri yang hendak dipergunakan di wilayah Indonesia harus dilegalisasi terlebih dahulu oleh Kedutaan setempat.
                      Menimbang bahwa, Terkait surat kuasa yang dibuat di luar negeri harus dilegalisasi di KBRI ini pernah diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung R.I. tanggal 18 September 1986 Nomor: 3038 K/Pdt/1981yang menyatakan antara lain bahwa:
  “keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri selain harus memenuhi        persyaratan formil juga harus dilegalisir lebih dahulu oleh KBRI setempat.”

            Putusan MA tersebut juga dijadikan landasan bagi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya ketika memutus suatu perkara. Dalam pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor 60/Pdt.G/2008/PTA. Sby.  tanggal 26 Agustus 2008  antara lain menyatakan :
   “untuk keabsahan surat kuasa yang dibuat di luar negeri ditambah lagi persyaratannya, yakni legalisasi pihak KBRI. Tidak menjadi soal apakah surat kuasa tersebut berbentuk di bawah tangan atau Otentik, mesti harus DILEGALISASI KBRI. Syarat ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum Pengadilan tentang kebenaran pembuatan surat kuasa di negara yang bersangkutan. Dengan adanya legalisasi tidak ada lagi keraguan atas pemberian kuasa kepada kuasa.”
                      Menimbang bahwa, berdasarkan semua pertimbangan tersebut diatas dan oleh karena pemberian Surat kuasa No. C01.0044.04.13.20  Di tandatangani  di Jakarta , pada  tanggal    4  April 2013 tidak dilegalisasi oleh pejabat  yang berwenang  maka surat kuasa tersebut harus dinyatakan tidak sah,   dan selanjutnya majlis hakim menyatakan permohonan Pemohon  dapat langsung dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke  verklaard).         
                            Menimbang bahwa,  oleh karena surat kuasa sebagai alas/dasar permohonan Pemohon untuk berperkara di Pengadilan Agama Blitar  telah dinyatakan tidak sah , maka seluruh dalil Permohonan Pemohon , jawaban Termohon, Replik Pemohon dan duplik Termohon serta semua alat bukti yang diajukan oleh Pemohon dan Termohon serta kesimpulan masing-masing pihak  ,  dinyatakan tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut.    
                            Menimbang bahwa, berdasarkan pasal 4 ayat ( 2 )  Undang-Undang Nomor  48  tahun 2009  tentang Kekuasaan Kehakiman , adanya azas  peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan , pasal 57 ayat ( 3 ) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan terakhir dengan undang-undang nomor 50 tahun 2009 ,  maka putusan akhir  untuk perkara ini dapat segera diputuskan.
                           Menimbang bahwa, oleh karena  perkara ini termasuk dalam  bidang perkawinan maka sesuai dengan pasal 89 ayat ( 1 ) undang-undang nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama maka biaya perkara ini dibebankan kepada Pemohon.
                             Mengingat segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlalu  yang   berkaitan dengan perkara ini.