KISAH TAJAMNYA MATA
HATI SAHABAT SYA’BAN DI SAAT SAKAROTUL
MAUT
Kisah Sakaratul Maut Sya’ban Sahabat Rasul – Tidak ada yang
tahu kapan kematian datang menjemput kita, selain Allah. Bahkan disaat sedang
sehat, ajal bisa tiba-tiba menjemput kita. Itu semua karena kehendak Allah.
Jadi ada pepatah dan nasehat yang harus kita ingat dan itu berasal Sabda
Nabi Muhammad “Perbanyaklah
kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” Dan ada pula nasihat dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu
berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering
mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan
semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.” Itulah pembuka dari cerita sakaratul maut sya’ban seorang sahabat Nabi
dan berikut kisah sakaratul maut Sya’ban.
Ada seorang sahabat bernama Sya’ban radhiallahu anhu. Ia adalah seorang
sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat – sahabat yang lain. (Diantara
teman-teman tidak mengenal beliau sebagai sahabat Nabi bukan?)
Namun, ada suatu kebiasaan yang unik dari Sya’ban yaitu setiap masuk
masjid sebelum sholat berjamaah dimulai, beliau selalu beritikaf dipojok
depan masjid. Beliau mengambil posisi di pojok bukan supaya
mudah senderan atau mau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan
tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.
Kebiasaan yang unik ini sudah
dipahami dan diketahui oleh
sahabat lain bahkan oleh RasululLah Shallallahu `alaihi Wa Sallam, bahwa
Sya’ban radhiallahu anhu selalu berada di posisi tersebut termasuk saat sholat
berjamaah.
Pada
suatu pagi saat sholat subuh berjamaah akan dimulai Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wa Sallam mendapati bahwa Sya’ban radhiallahu anhu tidak
berada di posisinya seperti biasa. Rasul Shallallahu’alaihi Wa Sallam pun
bertanya kepada jamaah yang hadir apakah ada yang melihat Sya’ban radhiallahu
anhu. Namun tak seorangpun jemaah yang melihat Sya’ban radhiallahu anhu.
Sholat subuh
pun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban radhiallahu anhu. Namun
beliau belum juga datang.
Khawatir sholat subuh kesiangan, Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam memutuskan
untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah tanpa Syaban radhiallahu anhu.
Seusai sholat
subuh berjamaah, Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya kepada jamaah, “apa ada diantara kalian yang
mengetahui kabar dari Sya’ban radhiallahu anhu?” Lagi, tak ada seorangpun
yang menjawab. Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya lagi, “apa ada
diantara kalian yang mengetahui di mana rumah Sya’banradhiallahu anhu?”.
Akhirnya, kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia
mengetahui persis di mana rumah Sya’banradhiallahu anhu.RasululLah Shallallahu
`alaihi Wa Sallam yang khawatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban radhiallahu anhu
meminta diantarkan ke rumahnya.
Perjalanan
dengan jalan kaki cukup lama ditempuh
oleh Rasul Shallallahu’alaihi Wa Sallam dan jamaah sebelum sampai ke rumah
Sya’ban. Rombongan Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam sampai ke sana saat
waktu afdol untuk sholat dhuha (kira-kira 2-3 jam perjalanan). Sampai di depan
rumah tersebut Rasulallah Shallallahu `alaihi Wa Sallam mengucapkan
salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut.
“Benarkah ini
rumah Sya’ban?” Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya.
“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tersebut. “
Bolehkah kami menemui Sya’ban, yang tadi tidak hadir saat sholat subuh di
masjid?” .
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban radhiallahu anhu menjawab:
“Beliau telah meninggal dunia tadi pagi”
Innalilahi wa inna ilaihirojiun…Subhanallah, satu – satunya penyebab dia
tidak solat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya….
Kemudian istri
Sya’ban bertanya kepada Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam
“Ya
Rasulallah, ada sesuatu yang masih menjadi pertanyaan bagi kami
semua, yaitu menjelang kematiannya ia berteriak tiga kali dengan
masing-masing teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa
maksudnya”.
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam
.
Di masing-masing teriakannya ia berucap tiga kalimat
“Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…”
“Aduuuh kenapa tidak yang baru… ”
“Aduuuh kenapa tidak semua…”
Rasul
Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun melantukan ayat yang terdapat dalam surat
ke-50, Surat Qaaf ayat 22 yang artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam
keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang
menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”
Tafsir
Alquran Surat Qaaf ayat 22 yaitu menjelaskan saat Sya’ban radhiallahu
anhu dalam keadaan sakratul maut perjalanan hidupnya ditayangkan ulang
oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Bayangkan, dalam waktu sekejap perjalanan
hidup kita dinampakkan dan semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala , “….maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam (QS
Qaaf : 20)”
Apa yang dilihat oleh Sya’ban
radhiallahu anhu (atau orang yang sakratulmaut) tidak bisa disaksikan oleh
yang lain.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Qaaf ayat 22,
Pertama, dalam pandangannya yang tajam itu ia melihat semua perbuatannya
ketika ia pulang-pergi dari Masjid untuk sholat berjamaah lima waktu. Masih
ingatkan, rombongan Nabi ketika menuju rumah Sya’ban dengan perjalanan jalan
kaki sekitar 2-3 jam, tentu bukanlah jarak yang dekat meskipun dengan naik
onta sekalipun. Dalam pengelihatan yang tajam itu pula Sya’ban
diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkah nya ke Masjid dan
Ia melihat surga sebagai ganjarannya. Saat melihat itu ia
berucap: “Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…” Timbul penyesalan dalam
diri Sya’ban, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang
didapatkan lebih banyak dan surga yang didapatkan lebih indah.
Kedua, Dalam adegan dimana semua perbuatan kita diperlihatkan. Sya’ban
diperlihatkan ganjaran dan perbuatannya ketika melihat seseorang yang terbaring
kedinginan, ketika dalam perjalanan menuju masjid, kemudian Ia membuka baju
yang paling luar dan memberikan pakaian terluar itu kepada orang tersebut dan
memapahnya untuk bersama-sama ke masjid melakukan sholat berjamaah. Orang itu
pun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan melakukan sholat
berjamaah.Dalam adegan dimana semua perbuatan dan ganjaran kita diperlihatkan.
Sya’ban pun kemudian melihat ganjaran berupa surga yang sebagai balasan
memakaikan baju luar jeleknya kepada orang tersebut. Itulah mengapa Syaban
berteriak “Aduh, kenapa tidak yang baru… ” Timbul lagi penyesalan di benak
Sya’ban. Jika dengan baju jelek saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang
begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi seandainya ia
memakaikan baju yang baru.
Ketiga, Selanjutnya kalimat yang ketiga. “Aduuuh kenapa tidak
semua…”. Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat ia hendak
sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu.
Bagi yang pernah ke tanah suci (untuk haji, umroh atau bekerja) sudah tentu
tahu sebesar apa ukuran roti disana (Lebih besar 3 kali dari ukuran
rata-rata roti Indonesia). Ketika ia baru saja hendak memulai sarapan, munculah
seorang pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti karena
sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tersebut, Sya’ban
merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas
susu itu pun ia bagi dua. Kemudian mereka makan bersama-sama. Allah Subhanahu
wa ta’ala kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban dengan surga
yang indah. Itulah mengapa ia berteriak “Aduh, kenapa tidak semua…”
Sya’ban kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti dan susu
itu kepada pengemis tersebut, tentulah dia akan mendapat surga yang jauh lebih
indah.
Terimakasih semoga kisah diatas menjadi
pelajaran berharga bagi kita amiin,
Blitar, 21 januari 2017
Sudono Al-Qudsi