Minggu, 22 Januari 2017





MASALAH MASA DEPAN ANAK

Ada 3 macam anak  :
                Suami bisa pisah dengan istri atau  sebaliknya ( cerai) tapi anak sampai kapanpun tidak bisa pisah dengan orang tuanya.
Orang tua adalah pendidik/guru  yang utama sehingga sukses dunia (zinatul hayatitddunya) sedangkan perhiasan dunia akhiratnya adalah  ( qurrota a’yun)
Oleh karena itu  anak lebih berharga dari  barang lainnya, kenapa banyak dititipkan kepada pembantu.
Jangan dibuat taruhan anak-anak kita biar nanti orang tuanya tidak menyesal.
1.     Anak yang sukses menjadi hiasan dunia ( al malu wal banuna  zinatul hayatiddunya )
-         Sekolahnya sukses sampai di luar negeri
-         Nilainya bagus-bagus
-         SHOLEH, CERDAS,  karena itu ciptakan kondisi yang baik
-         Agama di sekolah sebagai teorinya, di rumah prakteknya
2.     Anak yang qurrota a’yun (robbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a’yun ( Alfurqon 74 )
-         Anak yang memberikan kesejukan, sering puasa, senin kamis, taat, sholat tepat waktunya.
-         Sering baca alqur’an , meneladani orang tuanya
-         Karena sekarang hidup dijaman digital, IT
-         Diajak sholat, khutbah
3.     Anak yang menjadi fitnah ( innama  amwalukum  wa  auladukum   fitnah   (at taghobun 15 ).
Dingatkan Alloh dalam firmanNya : Ya ayyuhalladzina amanu la tulhikum amwalukum wala auladukum an dzikrillah...............
Demikan juga sabda Nabi : Idza   arodallohu bi ahli baitin khoiron faqqohahum fiddin (hadis).
Luqman 13 – 15 : dialog anak dan ayahnya : 1. Jangan menyekutukan Alloh,( di aplikasikan dalam - Pancasila- Ketuhanan yang Maha Esa) dst.
Terimakasih, semoga ada manfaatnya amiin .
 Blitar , 22-02017,
 Sudono Al-Qudsi

Jumat, 20 Januari 2017




BUAH  KASIH  SAYANG
Oleh :  H. Sudono Al-Qudsi,  M.H.



Dari Abdullah bin Amr Ibni Ash, Rasulullah SAW. Bersabda :
Artinya  :  Alloh yang Maha Penyayang berkenan melimpahkan kasih sayang-Nya  kepada mereka yang bersikap penyayang, maka dari itu sayangilah  penduduk bumi agar kalian  disayangi oleh penduduk langit.
Maksud hadis diatas adalah , mereka yangmenyayangi penduduk bumi,baik manusia maupun binatang yang tidak diperintahkan membasminya, adalah disayangi oleh Alloh, karena itu sayangilah siapa saja ciptaan  Alloh yang mungkin engkau sayangi, walaupun ia tak berakal dengan cara mengasihi dan mendoakan  agar mereka memperoleh rahmat dan ampunan Alloh .Dengan cara itu kalian memperoleh kasih sayang para malaikat, dan juga kasih sayang Alloh yang justru limpahannya  akan merata ke penduduk langit dimana lebih banyak jumlahnya dibanding penduduk bumi ini.
Walaupun dengan alasan menyayangi sesama hamba , namun tetap tidak diperbolehkan mendoakan kaum muslimin  semoga diampuni segala dosa mereka, , juga mendoakan orang melarat  agar memperoleh 100 juta , selagi tidak tampak adanya kemungkinan diperoleh hal tersebut. Sebab  yang demikian itu bertentangan dengan syar’i.
Al-kisah : pernah Imam Al-Ghozali ditemui dalam suatu mimpi, lalu kepada beliau ditanyakan  “bagaimana perlakuan Alloh terhadap tuan ? lalu beliau menjawab dengan cerita begini :  Terlebih dulu, Alloh menempatkan aku di tengah-tengah anugrahNya. Lalu Alloh bertanya kepadaku,” lantaran apa Aku membawamu kesisi-Ku ?  lalu  aku menyebutkan amalan-amalan perbuatanku begini dan begini....., sehingga Alloh memotong dengan firmanNya : “Aku tidak menerima itu semua. Yang Aku terima adalah satu kebajikanmu, dimana pada suatu hari  engkau telah menulis , kemudian ada seekor lalat hinggap pada penamu untuk minum air ( dalam wadah tinta) dan dengan kasih sayangmu, engkaupun berhenti sejenak sampai lalat tersebut memperoleh kesegaran ( kenyang ) “. Kemudian Alloh memerintahkan ‘ bawalah hamba-Ku ini ke surga’. ( kitab Nahoihul Ibad, hal. 3 ) Demikian tulisan ini semoga ada manfaatnya, amiiin.       Kaweron,  Juni 2016 M/ Ramadhan 1437 H.







KISAH TAJAMNYA MATA HATI SAHABAT SYA’BAN DI SAAT  SAKAROTUL MAUT


         Kisah Sakaratul Maut Sya’ban Sahabat Rasul – Tidak ada yang tahu kapan kematian datang menjemput kita, selain Allah. Bahkan disaat sedang sehat, ajal bisa tiba-tiba menjemput kita. Itu semua karena kehendak Allah. Jadi ada pepatah dan nasehat yang harus kita ingat dan itu berasal Sabda Nabi Muhammad  “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”  Dan ada pula nasihat dari Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.” Itulah pembuka dari cerita sakaratul maut sya’ban seorang sahabat Nabi dan berikut kisah sakaratul maut Sya’ban.
          Ada seorang sahabat bernama Sya’ban radhiallahu anhu. Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat – sahabat yang lain. (Diantara teman-teman tidak mengenal beliau sebagai sahabat Nabi bukan?)
Namun, ada suatu kebiasaan yang unik dari Sya’ban yaitu setiap masuk masjid sebelum sholat berjamaah dimulai, beliau selalu beritikaf dipojok depan masjid. Beliau mengambil posisi di pojok bukan supaya mudah senderan atau mau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.
          Kebiasaan yang unik ini sudah dipahami dan diketahui oleh sahabat lain bahkan oleh RasululLah Shallallahu `alaihi Wa Sallam, bahwa Sya’ban radhiallahu anhu selalu berada di posisi tersebut termasuk saat sholat berjamaah.
Pada suatu pagi saat sholat subuh berjamaah akan dimulai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa Sallam mendapati bahwa Sya’ban radhiallahu anhu tidak berada di posisinya seperti biasa. Rasul Shallallahu’alaihi Wa Sallam pun bertanya kepada jamaah yang hadir apakah ada yang melihat Sya’ban radhiallahu anhu. Namun tak seorangpun jemaah yang melihat Sya’ban radhiallahu anhu.
Sholat subuh pun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban radhiallahu anhu. Namun beliau belum juga datang.
Khawatir sholat subuh kesiangan, Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam memutuskan untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah tanpa Syaban radhiallahu anhu.
Seusai sholat subuh berjamaah, Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya kepada jamaah, “apa ada diantara kalian yang mengetahui kabar dari Sya’ban radhiallahu anhu?” Lagi, tak ada seorangpun yang menjawab. Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya lagi, “apa ada diantara kalian yang mengetahui di mana rumah Sya’banradhiallahu anhu?”. Akhirnya, kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’banradhiallahu anhu.RasululLah Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang khawatir terjadi sesuatu dengan Sya’ban radhiallahu anhu meminta diantarkan ke rumahnya.
Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Rasul Shallallahu’alaihi Wa Sallam dan jamaah sebelum sampai ke rumah Sya’ban. Rombongan Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat dhuha (kira-kira 2-3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah tersebut Rasulallah Shallallahu `alaihi Wa Sallam mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut.
“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya.
“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tersebut. “
Bolehkah kami menemui Sya’ban, yang tadi tidak hadir saat sholat subuh di masjid?” .
Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban radhiallahu anhu menjawab:
“Beliau telah meninggal dunia tadi pagi”
Innalilahi wa inna ilaihirojiun…Subhanallah, satu – satunya penyebab dia tidak solat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya….
Kemudian istri Sya’ban  bertanya kepada Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam
“Ya Rasulallah, ada sesuatu yang masih menjadi pertanyaan bagi kami semua,  yaitu menjelang kematiannya ia berteriak tiga kali dengan masing-masing teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”.
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam .
Di masing-masing teriakannya ia berucap tiga kalimat
“Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…”
“Aduuuh kenapa tidak yang baru… ”
“Aduuuh kenapa tidak semua…”
Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun melantukan ayat yang terdapat dalam surat ke-50, Surat Qaaf ayat 22 yang artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”
Tafsir Alquran Surat Qaaf ayat 22  yaitu menjelaskan saat Sya’ban radhiallahu anhu dalam keadaan sakratul maut perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Bayangkan, dalam waktu sekejap perjalanan hidup kita dinampakkan dan semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , “….maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam (QS Qaaf : 20)”
Apa yang dilihat oleh Sya’ban radhiallahu anhu (atau orang yang sakratulmaut) tidak bisa disaksikan oleh yang lain.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Qaaf ayat 22,
Pertama, dalam pandangannya yang tajam itu ia melihat semua perbuatannya ketika ia pulang-pergi dari Masjid untuk sholat berjamaah lima waktu. Masih ingatkan, rombongan Nabi ketika menuju rumah Sya’ban dengan perjalanan jalan kaki sekitar 2-3 jam, tentu bukanlah jarak yang dekat meskipun dengan naik onta sekalipun. Dalam pengelihatan yang tajam itu pula Sya’ban diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkah nya ke Masjid dan Ia melihat surga sebagai ganjarannya. Saat melihat itu ia berucap: “Aduuuh kenapa tidak lebih jauh…” Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan surga yang didapatkan lebih indah.
Kedua, Dalam adegan dimana semua perbuatan kita diperlihatkan. Sya’ban diperlihatkan ganjaran dan perbuatannya ketika melihat seseorang yang terbaring kedinginan, ketika dalam perjalanan menuju masjid, kemudian Ia membuka baju yang paling luar dan memberikan pakaian terluar itu kepada orang tersebut dan memapahnya untuk bersama-sama ke masjid melakukan sholat berjamaah. Orang itu pun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan melakukan sholat berjamaah.Dalam adegan dimana semua perbuatan dan ganjaran kita diperlihatkan. Sya’ban pun kemudian melihat ganjaran berupa surga yang sebagai balasan memakaikan baju luar jeleknya kepada orang tersebut. Itulah mengapa Syaban berteriak “Aduh, kenapa tidak yang baru… ” Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban. Jika dengan baju jelek saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yang baru.
Ketiga, Selanjutnya kalimat yang ketiga. “Aduuuh kenapa tidak semua…”. Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat ia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu. Bagi yang pernah ke tanah suci (untuk haji, umroh atau bekerja) sudah tentu tahu sebesar apa ukuran roti disana (Lebih besar 3 kali dari ukuran rata-rata roti Indonesia). Ketika ia baru saja hendak memulai sarapan, munculah seorang pengemis di depan pintu yang meminta diberikan sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal tersebut, Sya’ban merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun ia bagi dua. Kemudian mereka makan bersama-sama. Allah Subhanahu wa ta’ala kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban dengan surga yang indah. Itulah mengapa ia berteriak “Aduh, kenapa tidak semua…” Sya’ban kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti dan susu itu kepada pengemis tersebut, tentulah dia akan mendapat surga yang jauh lebih indah.
Terimakasih semoga kisah diatas menjadi pelajaran berharga bagi kita amiin,

Blitar, 21 januari 2017
Sudono Al-Qudsi






WALIMATUL HAML (tingkepan)



        Bahwa inti dari walimatul haml adalah suami istri hendaklah memperbanyak berdo’a agar Alloh memberikan anak yang sempurna (sholih/sholihah), dan ternyata ada perintah dalam Alqur’an surat Al’A’rof 189.
        Ngapati atau Ngupati adalah upacara selamatan ketika kehamilan menginjak pada usia 4 bulan. Sedangkan mitoni atau tingkepan (melet kandung) adalah upacara selamatan ketika kandungan berusia 7 bulan. Upacara selamatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar janin yang ada dalam kandungan nantinya lahir dalam keadaan sehat, wal afiyat serta menjadi anak yang saleh. Penentuan bulan keempat tersebut, mengingat pada saat itu adalah waktu ditiupnya ruh oleh Malaikat kepada si janin di dalam kandungan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih. Sedangkan penetapan bulan ketujuh sebagai selamatan kedua, karena pada masa tersebut si janin telah memasuki masa-masa siap untuk dilahirkan. Dalam al-Qur’an al-Karim difirmakan:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS al-A’raf:189).

Dalam ayat di atas, diisyaratkan tentang pentingnya berdoa ketika janin telah memasuki masa-masa memberatkan kepada seorang ibu.

Al-Qur’an al-Karim menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu kita, kendatipun mereka belum lahir. Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam  yang  mendoakan  anak             cucunya yang masih belum lahir:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ. (البقرة: ١٢٨)
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. al-Baqarah : 128).

Al-Qur’an juga menganjurkan kita agar selalu berdoa:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. (الفرقان: ٧٤)
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan : 74).

Di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mendoakan janin sebagian sahabat beliau, Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shohih berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ ابْنٌ لِأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ مَا فَعَلَ ابْنِي قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ وَارُوا الصَّبِيَّ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ أَعْرَسْتُمْ اللَّيْلَةَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا فَوَلَدَتْ غُلَامًا. (رواه البخاري ومسلم)

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Abu Tholhah memiliki seorang anak laki-laki yang sedang sakit. Kemudian ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian anak kecil itu meninggal dunia. Setelah Abu Tholhah pulang, beliau bertanya kepada isterinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu Sulaim menjawab, “Dia sekarang dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian Ummu Sulaim menyiapkan makanan malam, sehingga Abu Tholhah pun makan malam. Selesai makan malam, keduanya melakukan hubungan layaknya suami isteri. Setelah selesai, Ummu Sulaim menyuruh orang-orang agar mengubur anak laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu Tholhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kejadian malam harinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Tadi malam kalian tidur bersama?” Abu Tholhah menjawab, “Ya.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Sulaim melahirkan anak laki-laki.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

        Di sisi lain, ketika seseorang di antara kita memiliki bayi dalam kandungan, tentu kita mendambakan agar buah hati kita lahir ke dunia dalam keadaan sempurna, selamat, sehat wal afiyat dan menjadi anak yang saleh sesuai dengan harapan keluarga dan agama. Para ulama menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika mempunyai hajat yang kita inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi –seorang ulama ahli hadits dan fiqih madzhab al-Syafi’i-, berkata:

يُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ أَمَامَ الْحَاجَاتِ مُطْلَقًا. (المجموع شرح المهذب ٤/٢٦٩). وَقَالَ أَصْحَابُنَا: يُسْتَحَبُّ اْلإِكْثَارُ مِنَ الصَّدَقَةِ عِنْدَ اْلأُمُوْرِ الْمُهِمَّةِ. (المجموع شرح المهذب ٦/٢٣٣).
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 269). Para ulama kami berkata, “Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan yang penting.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal. 233).


        Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab al-Hanbali, yang diikuti oleh Syaikh Ibn Taimiyah dan menjadi madzhab resmi kaum Wahhabi di Saudi Arabia. Al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, riwayat berikut ini:

“Imam al-Khallal berkata, “Kami menerima kabar dari Muhammad bin Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan anak-anak al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad bin Hanbal), “Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku sedekahkan?” Ahmad menjawab, “Kamu rela melepasnya?” Aku menjawab, “Ya.” Ahmad berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberimu pertolongan untuk melakukannya.” Husnu berkata, “Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu al-Hasan bin Shalih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia bagi-bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku melahirkan Hasan, tuanku memberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah, wanita tua yang menjadi pelayan kami.” (al-Imam Ibn al-Jauzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 406-407).

Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa upacara selamatan pada masa-masa kehamilan seperti ngapati ketika kandungan berusia 4 bulan atau tingkepan ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh agama, bahkan substansinya dianjurkan dan pernah dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali, madzhab resmi kaum Wahhabi di Saudi Arabia.

Demikian semoga ada manfaatnya, terimakasih,
Blitar, 21 januari 2017

Sudono ALQudsi