Kamis, 06 Desember 2018

PERMASALAHAN DALAM PERMA NO. 1 TAHUN 2016





PERMASALAHAN DALAM PERMA NO. 1 TAHUN 2016

NO
MATERI
PERMASALAHAN
           KETERANGAN                                                        
1
Pasal 3 ayat (3) : hakim pemeriksa perkara yang tidak memerintahkan para pihak untuk  menempuh mediasi sehingga para pihak tidak melakukan mediasi  telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur  mengenai mediasi di pengadilan.
-Perma no.1/2016 adalah langkah mundur, karena masih tegas perma no.1/2008 yang menyatakan dengan tegas pemeriksaannya  BATAL DEMI HUKUM.


perlu ditinjau kembali pasal 3 ayat (3) Perma no.1/2016 tersebut.
2
-Pasal 6 ayat (1) : para pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.

-Pasal 6 ayat (4) alasah sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi antara lain : b,c dan d

hanya mengatur prinsipal P-T
-bagaimana kalau yang hadir prinsipal P dengan kuasa T atau Prinsipal  T dengan kuasa P , sehingga belum diatur dalam Perma tersebut.  Terutama  yang salah satunya berada diluar negeri dan menggunakan kuasa hukum.

-belum diatur siapa yang menjamin/keterangan pejabat kelurahan/desa atau pejabat lainnya , seperti kalau sakit ada keterangan dokter  (pasal 6 ayat (4) huruf a.





-untuk kepastian hukum

3
Pasal 8 ayat (1) : jasa mediator hakim dan pegawai pengadilan tidak dikenakan biaya.



-bahwa pengertian pegawai pengadilan sebagaimana pasal 1 angka 13 adalah panitera, sekretaris, panitera pengganti, jurusita,juru sita pengganti, calon hakim dan pegawai lainnya.masalahnya : apakah tugas memanggil oleh jurusita untuk kepentingan mediasi dibebaskan dari jasa memanggil ataukah mendapatkan ongkos panggilan sebagaimana panggilan untuk sidang.
-belum ada ketegasan untuk sidang maupun untuk keperluan mediasi.
4
Pasal 9 ayat (4) Dalam hal mediasi tidak dapat dilaksanakan atau tidk berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak dbebankan kepada pihak yang kalah, kecuali perkara perceraian di lingkungan peradilan agama.
Bahwa biaya untuk panggilan mediasi dibebankan kepada yang kalah tidak tepat dan akan menyulitkan hakim pemeriksa perkara dan sekaligus  kesulitan masalah eksekusinya ,  Contoh kalau Termohon/Tergugat datang waktu mediasi hanya 2 atau 3 kali , selanjutnya tidak pernah datang  . lalu bagaimana cara mempertanggung jawabkan pembebanan biaya perkara kepadanya ? sampai perkara diputus tidak pernah datang ?
Apakah tidak menambah beban masyarakat terutama sebagai Tergugat ? .
Seharusnya cukup jelas dan kembali pada HIR untuk yang kalah , sedangkan yang secara khusus bidang perkawinan  kembali pada pasal 89 ayat (1) UU  No. 7/1989.
5
Pasal13  ayat (1)  : Setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi  mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung  atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahlamah Agung.
Apakah mediator non hakim atau pegawai pengadilan benar-benar bersertifikat dari mahkamah Agung , atau sekedar mengikuti pelatihan di PTA dua- tiga  hari  layak  menjadi mediator ?   
Perlu pengawasan ketat dari ketua  pengadilan  untuk menjadi mediator di pengadilan terutama non  hakim.
6
Pasal 17 ayat (9) dan (10) : formulir penjelasan mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh pihak dan/atau kuasa hukum segera setelah memperoleh penjelasan dari hakim pemeriksa perkara dan merupakan satu kesatuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan berkas perkara dan pada ayat (10) wajib dimuat dalam berita acara  sidang. 
 Semestinya formulir tersebut dtandatangani di depan mediator saja bukan didalam persidangan  dan kalau formulir  penjelasan  mediasi  sudah ditandatangani di depan mediator maka dalam persidangan ketua majelis tinggal sekilas melihat dan memerintahkan untuk dicatat dalam berita acara persidangan bahwa formulirpenjelasan mediasi nyata sudah ditandatangani. 
Pertu ditnjau kembali pasal tersebut.

7

Pasal 21 ayat ayat (3) :  kuasa
sebagaimana dimaksud  pada ayat (2)  adalah demi hukum tanpa perlu  dibuat surat kuasa , sehingga tanpa ada instrument  tersendiri dari hakim  pemeriksa perkara , jurusita atau jurusita pengganti wajib melaksanakan perintah mediator hakim maupun non hakim  untuk melakukan panggilan.

Dikatakan demi hukum tanpa perlu dibuat surat kuasa , apakah tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari sekedar perma karena jurusita atau jurusita pengganti dalam melaksanakan tugas atas perintah ketua majelis, sedangkan dalam perma sekedar demi hukum bagaimana implementasinya nanti ?

Pertu ditnjau kembali pasal tersebut.
8
Pasal 22 ayat ( 1) apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik  dalam proses mediasi  sebagaimana  dimaksuddalam pasal 7 ayat (2) , gugatan dinyatakan  tidak dapat diterima  oleh hakim pemerksa perkara.
Apakah karena penggugat beriktikad tidak baik lalu gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima  sehingga terlalu mudah menilai  suatu gugatan yang benar ,    sehingga terlalu menyimpang dari hukum acara.
Padahal yang penting dalam menyelesaikan perkara itu  sudah pernah di mediasi  ( perma no, 1 / 2008 ).
9
Pasal 23 ayat (1), (2),  (3)  berdasarkan laporan mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2)  sebelum melanjutkan  memeriksaan , hakim pemeriksa perkara  dalam persidangan yang  ditetapkan  berikutnya  wajib mengeluarkan penetapan  yang menyatakan  tergugat tidak beriktikad  baik  dan menghukum tergugat  untuk membayar biaya mediasi.

Pasal 23 ayat (6)  dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan agama tergugat sebagaimana  dimaksud pada ayat (1)  dhukum membayar biaya mediasi , sedangkan  iaya perkara dibebankan kepada penggugat.
Kalau tergugat sudah dinyatakan beriktikad tidak baik dan pada persidangan selanjutnya tidak pernah datang  apalagi dihukum untuk membayatr biaya mediasi , terus bagaimana mengeksekusi putusan tentang pembebanan biaya mediasi  bagi orang yang tidak pernah datang pada siding berikutnya , saya kira sulit dterapkan.







Oleh karena diperkirakan sulit untuk melaksanakan penghukuman biaya mediasi kepada tergugat maka semestinya dikembalikan kepada asas bahwa siapa yang berkepentingan,  dialah yang membayar biaya perkara apalagi dalam bidang perkawinan  ( pasal 89 ayat (1) UU PA,
Perlu dibahas intensif terutama pasal dimaksud.
10
Pasal 23 ayat (8) dalam hal para pihak secara bersama-sama  dinyatakan tidak beriktikad baik oleh mediator , gugatan dinyatakan tidak dapat diterima leh hakim pemeriksa perkara  tanpa penghukuman  biaya mediasi.  

Sangat tidak tepat tentang iktikad tidak baik apakah dari penggugat atau tergugat tidak dapat dijadikan alasan gugatan tidak dapat diterima  dan perma nomor 1 / 2016  menjadi semakin tidak jelas, bayangkan   kalau gugatannya sudah benar, panggilan sudah sah, mediasi sudah dilaksanakan ( lepas berhasil atau tidaknya) hanya masalah iktikad tidak baik , lalu perkara di NO.  lalu mau diajukan kemana lagi gugatannya ?
Perlu ditelaah lebih dalam lagi pasal dimaksud.
11
Pasal 25 ayat (1)  materi perundingan dalam mediasi  tidak terbatas pada positadan petitum gugatan
Apakah tidak menambah permasalahan  kalau pasal tersebut dipertahankan, sedangkan tujuan mediai adalah memperkecil masalah bahkan dalam hukum acara kita kenal dengan  istlah tidak boleh menyelesaikan masalah yang tidak diminta.  
Perlu ditelaah lebih dalam lagi pasal dimaksud.
12
Pasal 35 aat (2)  terhadap putusan yang menyatakan  gugatan tidak dapat diterima seagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (4)  dan pasal 23 ayat (8)  serta penetapan penghukuman biaya mediasi sebagaimana  dimaksud dalam pasal 23 aat (3) tidak dapat dilakukan upaya bandng.
Masalahnya  sama  dengan  nomor  10  diatas  yaitu  Sangat tidak tepat tentang iktikad tidak baik apakah dari penggugat atau tergugat tidak dapat dijadikan alasan gugatan tidak dapat diterima  dan perma nomor 1 / 2016  menjadi semakin tidak jelas, bayangkan   kalau gugatannya sudah benar, panggilan sudah sah, mediasi sudah dilaksanakan ( lepas berhasil atau tidaknya) hanya masalah iktikad tidak baik , lalu perkara di NO.  lalu mau diajukan kemana lagi gugatannya ?
Perlu ditelaah lebih dalam lagi pasal dimaksud

Termakasih , mohon maaf atas keterbatasan saya dan  masih  banyak yang  belum terjangkau dalam  permasalahan ini. 
Blitar, 13 April 2016
Penulis


Drs. H. SUDONO,  M.H.



POTRET PELAKSANAAN HUKUM KELUARGA DALAM YURISDIKSI PENGADILAN AGAMA BLITAR





POTRET PELAKSANAAN HUKUM  KELUARGA  DALAM YURISDIKSI
PENGADILAN AGAMA BLITAR[1]



Oleh :  Drs.  H.  Sudono,  M.H

Hakim Utama Muda Pengadilan Agama Blitar Kelas 1 A


       Pendahuluan

         Setiap peristiwa hukum (perkawinan) harus dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku, agar peristiwa hukum (perkawinan) tersebut menuju peristiwa hukum yang bermartabat, karenanya seseorang wajib  memahami : Pengertian Perkawinan, Tujuan Perkawinan,  Hak dan Kewajiban Suami Istri. serta mengetahui kondisi riil pelaksanaan hukum kelauarga di Blitar agar dapat berusaha meminimalkan kasus-kasus perceraian untuk menuju tujuan perkawinan.
  1. PENGERTIAN DAN TUJUAN
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhnan Yang Maha Esa[2].sedangkan perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau  miitsaqqon gholidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah[3], bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah[4].

  1. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

Kompilasi Hukum Islam telah memerinci hak dan kewajiban suami istri yang secara tegas menyatakan bahwa :
1.      Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah,  mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat.
2.      Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satui kepada yang lain;
3.      Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;
4.      suami isteri wajib memelihara kehormatannya;
5.      jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.[5]
6.      Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
7.      Rumah kediaman ditentulan oleh suami isteri bersama.

  1. KEDUDUKAN SUAMI ISTRI
1.     Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
2.     Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
3.     Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum[6].

  1. KEWAJIBAN SUAMI
1.      Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh sumai isteri bersama.
2.      Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
3.      Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4.      sesuai dengan penghasislannya suami menanggung :
a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
c. biaya pendididkan bagi anak.
5.      Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut angka (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.
6.      Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada angka (4) huruf a dan b.
7.      Kewajiban suami sebagaimana angka (5) gugur apabila isteri nusyuz[7].
8.      Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri yang masih dalam iddah.
9.      Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
10.  Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
11.  Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga[8]

  1. KEWAJIBAN ISTRI
1.      Kewajibn utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
2.      Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaikbaiknya.
              Dari paparan A s/d E tersebut tentu membutuhkan kesadaran bahwa perkawinan semata-mata ibadah, bukan untuk tujuan lainnya akan tetapi ternyata dalam pelaksanaannya tidak seindah yang dibayangkan  sebelumnya,  terutama yang dilakukan oleh orang yang sejak awal perkawinannya sudah bermasalah, seperti dispensasi kawin, wali adhal, poligami tidak sehat, kawin hamil, isbat nkah dan sebagainya pasti tidak akan tercapai sakinah mawaddah dan rahmah.
  1. HARUS MELIBATKAN  CAMPUR TANGAN NEGARA
         Suatu peristiwa hukum (perkawinan) yang telah dilaksanakan sesuai hukum yang berlaku dan  kalau terjadi masalah, penyelesaiannya juga harus melibatkan insitusi hukum yaitu negara ( Pengadilan Agama ) untuk menyelesaikannya berdasarkan peraturan perundangan.
         Telah dinyatakan dalam konsideran  Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman  bahwa  Kekuasaan kehakiman di Indonesia  menurut Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah  Mahkamah Agung  dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan   peradilan tata usaha negara , dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi , untuk menyelenggarakan  peradilan guna  menegakkan hukum dan keadilan. 
         Salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia berdasarkan Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1989  tentang peradilan agama adalah dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi[9], karenanya semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara  yang diatur dengan undang-undang, termasuk Pengadilan Agama Blitar.
         Istilah pengadilan disebut dalam pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 48 tahun 2009 tentKekuasaan Kehakiman yang antara lain menjelaskan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang dan pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dari dua istilah di atas, dapat diambil kesimpulan sementara bahwa peradilan merupakan proses menerapkan dan menegakkan hukum demi keadilan, sedangkan pengadilan adalah tempat mengadili dan membantu para pencari keadilan agar tercapai suatu peradilan.
         Peradilan Agama adalah salah satu dari Peradilan Negara  Indonesia yang sah , yang bersifat peradilan khusus , yang berwenang dalam jenis perkara perdata tertentu   yang  berhubungan dengan permasalahan  hukum keluarga sehingga Pengadilan Agama mempunyai tugas pokok dan paling utama yaitu mendamaikan para pihak .
  1. KOMPETENSI ABSOLUT PENGADILAN AGAMA
                      Pengadilan Agama bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang[10]:  a. perkawinan,  b. waris,  c. wasiat;,  d. hibah,  e. wakaf,  f. zakat,  g. infaq,  h. shadaqah; dan   i. ekonomi syari'ah.
               Selanjutnya  yang dimaksud dengan bidang  "perkawinan" adalah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku yang dilakukan menurut syari'ah, antara lain:
1. Izin beristri lebih dari seorang ( poligami ).
2. Izin melangsungkan perkawinan bagi orang  yang belum berusia  21  (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam  garis lurus ada perbedaan pendapat;
3. Dispensasi kawin;
4. Pencegahan perkawinan;
5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
6. Pembatalan perkawinan;
7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan istri;
8. Cerai talak
9. Cerai gugat
10. Penyelesaian harta bersama;
11. Penguasaan anak-anak;
12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
13. Penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas istri;
14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16. Pencabutan kekuasaan wali;
17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan dalam hal
kekuasaan seorang wali dicabut;
18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya;
19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya;
20. Penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
21. Putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk
              melakukan perkawinan campuran;
22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain.
      Selain bidang perkawinan sebagaimana nomor 1 s/d 22 diatas masih banyak lagi tugas Pengadilan Agama seperti :
     23. Bidang waris  adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.
     24. Bidang wasiat  adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku setelah yang memberi tersebut meninggal dunia.
     25.  Bidang hibah adalah pembegan suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang atau badan hukum kepada orang lain atau badan hukum untuk dimiliki.
     26. Bidang wakaf  adalah perbuatan seseorang atau sekelompok orang (wakif) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harts benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari'ah.
     27. Bidang  zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari'ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
     28   Bidang  infaq  adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas, dan karena Allah Subhanahu Wata'ala.
     29. Bidang  shadagah  adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap ridho Allah Subhanahu Wata'ala dan pahala semata.
     30. Bidang ekonomi syari'ah  adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
            a. bank syari'ah;  b. lembaga keuangan mikro syari'ah.c. asuransi syari'ah;d. reasuransi syari'ah;e. reksa dana syari'ah;  f. obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah   syari'ah;g. sekuritas syari'ah;h. pembiayaan syari'ah;i. pegadaian syari'ah;j. dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dank. bisnis syari'ah.
     31. Memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah ( pasal 52 A UU No.3/2006). Selama ini pengadilan agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap kesaksian orang yang telah melihat atau menyaksikan hilal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal tahun Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk penetapan 1 (satu) Ramadhan dan 1 (satu) Syawal.
     32. Pengadilan agama dapat memberikan keterangan atau nasihat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat.
     33.  Pengesahan perkawinan/isbat nikah (pasal 7 ayat (2) dan (3) Kompilasi Hukum Islam.
     34.  Perubahan biodata (  pasal 34  permenag nomor 11 tahun 2007 ).
     35.  Wali adhol
     36.  Pegangkatan anak[11].

H.      PELAKSANAAN HUKUM PERKAWINAN DALAM YURISDIKSI PENGADILAN AGAMA BLITAR
          Semua perkara yang sudah masuk ke Pengadilan Agama  menjadi masalah hukum yang aktual dan membutuhkan penyelesaian yang arif, bukannya sekedar memeriksa, memutus  begitu saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah menyelesaikannya (eksekusi ) sampai tuntas. Sahabat Umar bin Khothob RA.dalam suratnya kepada Abu Musa Al Asy’ari pernah menyatakan bahwa : suatu kebenaran ( putusan hakim ) yang tidak dilaksanakan  tidak ada gunanya. Ini berarti bahwa puncak serta inti dari proses berperkara adalah pelaksanaan putusan hakim .
          Untuk lebih mengetahui kondisi riil masyarakat yang menjadi kompetensi relative Pengadilan Agama Blitar  berdasarkan laporan tahunan 2017 yaitu :
-          Sisa   tahun      2016  berjumlah       =   1126  perkara
-          Terima  tahun  2017   berjumlah      =   4806  perkara
-          Jumlah  sisa   2016 + terima  2017  =   5932  perkara 
-          Diputus tahun 2017     sebanyak      =   4915  perkara 
-          Sehingga sisa belum putus tahun 2017 sebanyak =  1017  perkara
-          Perkara dicabut tahun 2016
 (dalam mediasi, dalam dan diluar persidangan sebanyak 265 perkara ).
-          Jadi sisa perkara yang belum diputus tahun 2017 sebanyak 1017 perkara[12]

Keadaan riil pelaksanaan hukum keluarga yang bermasalah selama tahun 2017 adalah:

No.
Bulan
Sisa
Terima
jumlah
Putus
Cabut
Sisa
01
Januari
1126
604
1730
415
16
1299
02
Pebruari
1299
374
1673
409
13
1251
03
Maret
1251
463
1714
471
19
1224
04
April
1224
363
1587
303
12
1272
05
Mei
1272
417
1689
476
25
1188
06
Juni
1188
287
1475
409
27
1039
07
Juli
1039
384
1423
251
10
1162
08
Agustus
1162
497
1659
409
39
1211
09
September
1211
390
1601
354
29
1218
10
Oktober
1218
387
1605
436
30
1139
11
Nopember
1139
380
1519
394
21
1104
12
Desember
1104
260
1364
323
24
1017

JUMLAH
-
4806
-
4650
265
-

Ada beberapa jenis perkara masuk  tahun 2017 sebagaimana tabel berikut :

No
Jenis perkara
Terima
2017
Putus
2017
1
2
6
7
1
Ijin poligami
5
3
2
Pencegahan perkawinan
-
-
3
Penolakan perkawinan PPN
-
-
4
Pembatalan perkawinan
1
1
5
Kelalaian atas kewajiban suami/istri
-
-
6
Cerai talak
1338
1263
7
Cerai gugat
3009
2888
8
Harta bersama
8
3
9
Penguasaan anak
 2
1
10
Nafkah anak oleh ibu/ayah miskin
-
-
11
Hak-hak bekas istri/kewajiban bekas suami
-
-
12
Pengesahan anak
4
5
13
Pencabutan kekuasaan wali
-
-
14
Perwalian
17
9
15
Pencabutan kekuasaan wali
-
-
16
Penunjukan orang lain sebagai wali.
-
-
17
Ganti rugi terhadap wali
-
-
18
Asal usul anak
2
-
19
Penolakan kawin campur
-
-
20
Isbat nikah
38
31
21
Ijin kawin
-
-
22
Dispensasi kawin
172
145
23
Wali adhol
44
32
24
Ekonomi syari’ah
-
-
25
Kewarisan
8
4
26
Wasiat
-
-
27
Hibah
-
-
28
Wakaf
1
-
29
Zakat/infaq/shodaqoh
-
-
30
P3HP/Penetapan ahli waris
6
3
31
Perubahan biodata
152
131
32
Pengangkatan anak
-
-

Jumlah
4.806
4.501
  
       Jenis putusan yang dijatuhkan dalam persidangan tahun 2017 sebagai berikut : 

01
Dikabulkan
4.501
02
Perkara ditolak
33
03
Perkara tidak diterima
38
04
Perkara gugur
38
05
Dicoret dari register
21
06
Dicabut
284

Jumlah
4915[13]

                   Data diatas menunjukkan tingkat dan jenis perkara di Kabupaten dan Kota Blitar menunjukan bahwa cerai gugat paling tinggi, disusul cerai talak , dispensasi kawin, perubahan biodata, wali adhol, isbat nikah dan pengangkatan anak. Sedangkan jenis perkara lainnya masih dalam batas-batas  wajar. Justru yang penulis anggap meningkat adalah perkara dispensasi kawin, isbat nikah dan wali adhol  yang harus mendapat perhatian khusus dari semua komponen masyarakat muslim.

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor  penyebab perceraian, dalam hal ini dipergunakan 13 item faktor penyebab perceraian yaitu :
1.          Zina ……………………………………….0
2.          Mabuk …………………………………….0
3.          Madat ……………………………………..1
4.          Judi………………………………………...0
5.          Meninggalkan salah satu pihak………  1446 (ke luar negeri/dalam negeri)
6.          Dihukum penjara ………………………….0
7.          Poligami……………………………………0
8.          KDRT……………………………………...1
9.          Cacat badan………………………………..0
10.      Perselisihan dan pertengkaran…………1510 ( tanpa mempersoalkan siapa yang bersalah.
11.      Kawin paksa.................................................0
12.      Murtad  ……………………………………0
13.      Masalah ekonomi ……………………   1134 (tidak ada tanggungjawab)

       JUMLAH-------------------------------------4092[14]

  Untuk kasus di Blitar tahun 2017, masih didominasi faktor perselisihan dan pertengkaran, meninggalkan salah satu pihak (keluar/dalam negeri) , dan masalah ekonomi. Termasuk sampai akhir September 2018 ini jumlah perkara gugatan dan permohonan yang masuk sudah 3600 perkara[15].
J.       PERKARA DISPENSASI KAWIN, ISBAT NIKAH DAN WALI ADHOL 
              Ketiga jenis perkara ini sering diawali dari perbuatan hukum yang tidak baik  seperti dalam perkara dispensasi kawin calon istri sudah hamil , atau calon suami dipaksa kawin dan masih banyak lagi alasan lainnya. Sedangkan perkara isbat nikah di era globalisasi ini masih banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat muslim dengan cara menikah sirri, nikah bawah tangan  dan sebagainya padahal akibat hukum dari instan  peristiwa hukum yang tidak benar  akan berdampak buruk,  belum lagi perkara wali adhol hubungan anak dan orang tua yang tidak harmonis akan berakibat benih-benih keretakan rumah tangga berujung pada perceraian. Masalah yang lain adalah perubahan biodata yang ada dalam buku kutipan akta nikah tidak sama dengan nama di KPT, akta kelahiran dan surat-surat penting lainnya untuk ibadah haji dan umroh , oleh karena itu  agar setiap  tindakan hukum  harus benar menurut hukum.

     Kesimpulan

1.      Bahwa tugas pokok Pengadilan Agama adalah mendamaikan para pihak.
2.      Bahwa untuk menuju perkawinan yang bermartabat setiap suami istri harus benar-benar memahami makna perkawinan, tujuan, hak dan kewajiban suami istri yang hanya semata-mata ibadah kepada Allah.
3.      Bahwa  Pengadilan Agama bertugas dan berwenang  menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang tertentu sesuai dengan yurisdiksinya.
4.      Potret pelaksanaan hukum perkawinan dalam yurisdiksi Pengadilan Agama Blitar masih didominasi cerai gugat, lalu cerai talak , dispensasi kawin, wali adhol , isbat nikah dan perubahan biodata masih tinggi jumlahnya sehingga beresiko terhadap kelangsungan keharmonisan rumah tangga  dan masih jauh dari tujuan perkawinan.

     Penutup

                Demikian tulisan  ini tentu masih banyak kekurangan , harapan penulis semoga dapat menambah wawasan pengetahuan bahwa tugas pokok Pengadilan Agama sangat kompleks  terutama hukum perdata keluarga harus benar-benar jadi prioritas utama untuk diketahui dan dilaksanakan,  sekian mohon maaf dan terimakasih.



Blitar, 16 Nopember   2018

Penulis




Drs. H. SUDONO, M.H







[1] Disampaikan dalam acara Penyuluhan Hukum  di Balai  Kecamatan  Wonodadi  Kabupaten Blitar, Kamis 06 Desember    2018.
[2] Pasal 1 UU No. 1 tahun 1974.
[3] Pasal 1 Kompilasi Hukum Islam.
[4] Q.S. Ar.Rum ayat 21 dan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam.
[5] Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam
[6] Pasal 79 Kompilasi Hukum Islam
[7] Pasal 80 Kompilasi hukum Islam
[8] Pasal 81 Kompilasi Hukum Islam
[9] Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No.7 tahun 1989
[10] Pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama
[11] Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama Buku II,Edisi Revisi,20135 , hal.158
[12] Laporan perkara yang diterima dalam laporan Tahunan tahun 2017 Pengadilan Agama Blitar.
[13] Laporan perkara yang diputus dalam laporan Tahunan tahun 2017 Pengadilan Agama Blitar.
[14] Ibid, hal. 131
[15]Wawancara dengan Muh. Anwar Chadafi, S.HI., Staf Kepaniteraan Pengadilan Agama Blitar 24-09-2018.