PENERAPAN PRINSIP NE BIS IN IDEM
Oleh : Sudono Al-Qudsi
Mahkamah Agung telah lama menerapkan prinsip nebis in idem yang pada
hakikatnya persamaan obyek gugatan juga berarti persamaan pihak dalam gugatan, sebagaimana
dalam yurisprudensi :
Putusan Mahkamah Agung No. 123 K/Sip/1968 Jo. Putusan Mahkamah
Agung No. 1149 K/Sip/1982 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Pdt/2001 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 811/K/Pdt.Sus/2009,
Mahkamah Agung menegaskan bahwa walaupun subyek
dan alasan gugatan tidak sama persis, akan tetapi oleh karena obyek
gugatan adalah sama, maka prinsip ne bis in idem harus diberlakukan.(Varia
Peradilan No.356 Juli 2015, hal.39).
Masalah yang lainnya:
Ne bin in idem juga banyak dilakukan atas
keterlambatan pembayaran pajak tahunan STNK . Denda terhadap keterlambatan pembayaran
pajak tahunan adalah kewenangan samsat/dispenda.
Institusi kepolisian dan pengadilan tidak mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili masalah pajak yang sudah diatur besaran denda serta tempat pembayarannya tersebut. Pelaksanaan pasal 288 ayat (1) UU No 22 tahun 2009 terhadap pemilik
kendaraan bermotor yang terlambat membayar pajak tahunan akan membuat
seseorang dihukum dua kali untuk satu kesalahan/pelanggaran pidana yang sama.Karena itu keterlambatan pembayaran pajak tahunan STNK
tidak bisa dikenakan dengan pasal 288 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009 karena
melanggar asas ne bis in idem .
Demikan tulisan singkat ini semoga
ada manfaatnya.