Rabu, 08 Mei 2019

PERTIMBANGAN HUKUM DISSENTING OFINION





PERTIMBANGAN HUKUM DISSENTING OFINION
Oleh : Drs. H. Sudono, M.H.

Menimbang bahwa,  dalam menjatuhkan penetapan terhadap perkara nomor--------  Pdt.P/2019/PA.BL. anggota majelis hakim tidak sepenuhnya bersepakat yaitu Drs.H.Sudono, M.H., dalam hal ini telah melalukan dissenting ofinion dengan mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang bahwa, untuk melaksanakan tugas peradillan terutama untuk mengadili dan menyelesaikan suatu perkara diperlukan aturan hukum yang jelas apakah perkara tersebut dalam kompetensi yuridis Pengadilan Agama atau bukan dan setelah membaca dan mempelajari dengan seksama saya tidak sependapat dengan anggota majelis yang lain dengan pertimbangan :
-      Bahwa sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Agama RI. pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah, “Perubahan yang menyangkut biodata suami, isteri ataupun wali harus berdasarkan kepada putusan Pengadilan pada wilayah yang bersangkutan.” Sebelumnya, dalam pasal 1 ayat 5 dijelaskan: “Pengadilan adalah Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.”
-      Bahwa ternyata Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah, sebagaimana tersebut diatas, telah dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan pasal 45 Peraturan Menteri Agama RI. Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Pencatatan Perkawinan yang menyatakan : Pada saat Peraturan Menteri ini mulai belaku, Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah ( Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 5), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
-     Bahwa khusus pasal pasal 34 ayat (1) Peraturan Menteri Agama nomor 19 tahun 2019 tentang pencataan perkawinan yang menyatakan : Pencatatan perubahan nama suami, istri dan wali harus  berdasarkan penetapan pengadilan negeri pada wilayah yang bersangkutan. Kemudian Permenag ini diberlakukan Sejak ditetapkan oleh Menteri Agama R.I tanggal 27Agusus 2018.
-  Bahwa sebetulnya untuk merubah biodata cukup dilakukan berdasarkan pasal 34 ayat (1) Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah yaitu caranya : perbaikan  penulisan dilakukan  dengan mencoret kata yang salah dengan tidak menghilangkan tulisan salah tersebut , kemudian menulis kembali perbaikannya dengan dibubuhi paraf oleh PPN , dan diberi stempel KUA setempat, akan tetapi karena pasal tersebut juga ikut dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,  maka cukup meyakinkan saya untuk melakukan dissenting ofinion dalam menjatuhkan penetapan  perkara ini.
- Bahwa Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil. Dua peraturan yang secara hirarki ada di atas Peraturan Menteri Agama, yang ternyata tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Agama tersebut. Pencatatan Sipil adalah pencatatan Peristiwa Penting yang dialami oleh seseorang dalam register Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana. Pencatatan sipil menjadi penting dalam system adminsitrasi kependudukan dalam suatu Negara hukum, karena apapun dipandang sah secara hukum jika bisa dibuktikan dengan adanya dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
-   Bahwa Dalam Pasal 52 ayat (1) UU no. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dijelaskan: Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon. Selanjutnya Dalam pasal 93 angka (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil menjelaskan: “Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:
a. salinan penetapan pengadilan negeri tentang perubahan nama;
b. Kutipan Akta Catatan Sipil;
c. Kutipan Akta Perkawinan bagi yang sudah kawin;
d. fotokopi KK; dan
e. fotokopi KTP.
-   Bahwa kedua peraturan tersebut (UU No. 23 tahun 2006 dan Peraturan Presiden RI.No. 25 Tahun 2008) tidak membedakan antara yang beragama Islam maupun non islam sehingga berlaku untuk seluruh warga Negara Indonesia bahkan yang mana penggunaan dari penetapan Pengadilan Negeri tersebut tidak hanya terbatas pada perubahan dalam buku nikah, namun juga meliputi dokumen administrasi lainnya.
-      Bahwa Perpres RI Nomor 25 Tahun 2008, pasal 1 angka (15): “Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang – undangan.
-    Bahwa Pejabat PPN KUA juga termasuk dalam kategori Pejabat pencatatan sipil karena dalam pasal 1 angka (20) Perpres RI Nomor 25 Tahun 2008 disebutkan “Kantor Urusan Agama Kecamatan, selanjutnya disingkat KUA Kec, adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk pada tingkat kecamatan bagi Penduduk yang beragama Islam. Sehingga ketentuan yang ada dalam Perpres RI Nomor 25 Tahun 2008 pasal 101 tersebut juga mengikat bagi PPN KUA Kecamatan.
-      Bahwa dibandingkan ketentuan Perpres tersebut pasal 101 huruf b yang menyebutkan “Pejabat pencatatan sipil membuat akta pencatatan sipil baru untuk menggantikan akta pencatatan sipil dimana terdapat kesalahan tulis redaksional, dan menarik serta mencabut akta pencatatan sipil lama dari pemohon”, dengan Pasal 34 (1) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007: “Perbaikan penulisan dilakukan dengan mencoret kata yang salah dengan tidak menghilangkan tulisan salah tersebut, kemudian menulis kembali perbaikannnya dengan dibubuhi paraf oleh PPN, dan diberi stempel KUA.
-    Bahwa dari banyak perbandingan diatas, pasal 34 Permenag RI Nomor 11 Tahun 2007 dan telah dicabutnya Permenag RI tersebut dan telah diberlakukannya  Permenag RI nomor 19 tahun 2018 pasal 34 ayat (1) dalam banyak hal bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan diatasnya secara hirarki (UU no. 23 tahun 2006 dan Perpres RI Nomor 25 Tahun 2008), dan juga kurang memberikan pelayanan yang baik dengan hanya mencoret sana coret sini, yang diaplikasikan dengan sama sekali tidak memberikan pelayanan mengenai hal tersebut jika tidak ada putusan dari Pengadilan Agama sehingga memberatkan masyarakat. Jika memang pasal 34 Permenag RI Nomor 11 Tahun 2007 dan masih tetap dipertahankan Pengadilan Agama dengan hanya berdasaran konsideran dalam Permenag nomor 19 tahun 2018,  maka hal itu akan menjadi sesuatu yang diskriminatif bagi masyarakat yang pernikahannya tercatat di KUA Kecamatan.
-      Bahwa kaidah ushul  fiqih menyatakan :
الاصل فى الامر للوجوب
Artinya : pada asalnya kata perintah itu (amr) menunjukkan kepada hukum wajib.
الحكم با لظواهر والله يتولى السرائر
Artinya : Hukum itu mengenai apa yang dhahir dengan perbuatan dan perkataan manusia dan Allahlah yang menguasai apa yang masih dirahasiakan manusia dalam hatinya.
-      Bahwa berdasarkan kaidah diatas perintah itu (amr) yang berupa Undang-Undang adalah bersifat imperatif  untuk dilaksanakan, karenanya hukum yang dhahir berupa Undang-Undang dan yang berupa perbuatan dan perkataan adalah yang ditunjuk untuk melaksanaan adalah pejabat yang diangkat  oleh negara untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman (aparat peradilan agama /hakim) sesuai dengan bunyi pasal peraturan perundangan (Bidhdhawahir).
-     Bahwa menurut Pasal 7 ayat (2) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan bahwa Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan bahwa Jenis hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas :
a. Undang Undang Dasar 1945.
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Undang Undang/Perpu.
d. Peraturan Pemerintah.
e. Peraturan Presiden.
f.  Peraturan Daerah Provinsi.
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kotakekuatan hukum peraturan perundang-undangan
-      Bahwa sesuai dengan hierarki sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). Maksud dari pasal tersebut dapat disimpulkan :
1. Peraturan yang lebih tinggi harus didahulukan dari pada peraturan yang lebih rendah hierarkinya.
2. Peraturan yang lebih rendah hierarkinya, tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi hierarkinya.
3. Pembuat peraturan yang lebih rendah harus memperhatikan dan memahami dengan seksama serta mematuhi tata urutan perundang-undangan yang berlaku.
-  Bahwa berdasarkan semua pertimbangan tersebut diatas baik melalui hierarki peraturan perundangan maupun kaidah ushul fiqih diatas ,  yang tidak saya setujui dan melakukan  dissenting ofinion ini, saya menyatakan bahwa perkara permohonan perubahan, pembetulan biodata ataupun istilahnya baik perubahan sebagian atau keseluruhan, terutama perkara permohonan nomor    ------adalah bukan kewenangan Pengadilan Agama akan tetapi kewenangan Pengadilan Negeri dimana Pemohon bertempat tinggal  hal ini berdasarkan maksud pasal pasal 34  ayat (1) Permenag RI Nomor 19 Tahun 2018 Jo.UU no. 23 tahun 2006 Jo. Perpres RI Nomor 25 Tahun 2008), oleh karenanya permohonan  tersebut  harus  dinyatakan  tidak  dapat  diterima          ( Niet Onvankelijke Verklaard).

Blitar,  04 Maret 2019
Yang menyatakan dissenting ofinion


Drs.H. Sudono, M.H.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar