Selasa, 21 Februari 2017

PENYEBAR FITNAH




PENYEBAR  FITNAH

Oleh :   Sudono Al-qudsi

Ada orang yang menyesali perkataan, perbuatan dan lainnya karena dirinya merasa telah menfitnah, mengadu domba, menyebar kebohongan  atau apapun istilahnya  kepada  orang lain,  dan sekarang ini bukan satu atau dua orang tetapi sudah tak terhitung dan ada dimana-mana , yang  menghujat, dan banyak lainnya.
Karena menyadari dan menyesali perbuatannya,  lalu orang yang menfitnah itu bertanya kepada seorang kyai Husaen namanya ,   karena termasuk pernah menfitnah kyainya. Pak kyai mohon ajarkan  saya , sesuatu yang bisa menghapuskan kesalahan  saya ini, nanti aku akan menjaga lisanku, tak ingin sedikitpun meyebarkan kebohongan dan menyinggung  perasaan kyai.
Jawab kyai Husaen  : kau serius ? ya …dan saya benar-benar ingin menebus kesalahan saya. Kyai Husaen terdiam  beberapa saat  ,  ia tampak berpikir dan aku  sudah membayangkan sebuah do’a yang akan diajarkan kepadaku , yang jika aku membacanya beberapa kali,  maka Alloh akan mengampuni  dosa-dosaku. Aku  juga membayangkan sebuah laku atau tirakat apa saja yang bias  menebus kesalahan dan menghapuskan dosa-dosaku,  lalu sejenak kyai Husain mengucapkan sesuau yang benar-benar  diluar perkiraanku , diluar pikiranku….
Lalu kyai Tanya : apa kamu punya sebuah  KEMOCENG dirumahmu ?  aku heran kenapa  malah tanya tentang kemoceng dan tidak sesuai dengan pertanyaanku. Maaf kyai maksudnya apa ?  kyai Husaen tertawa dan  sedikit terbatuk seperti biasanya, sambil mengangguk-anggukkan kepala ia menghampiriku ,   ya……ya ….temukan sebuah KEMOCENG dirumahmu.  Saya berpikir wah… benar-benar serius pak kyai itu .  dan saya jawab ,  oh ya,  ada dirumahku kemoceng itu , lalu apa yang harus saya lakukan terhadap kemoceng itu ?  sambil tersenyum kyai Husain mengatakan : besuk pagi kamu berjalan dari rumahmu ke pondokku, berjalanlah sambil mencabuti bulu-bulu dari kemoceng itu, setiap kali kamu mencabut  sehelai bulu,  ingat-ingat perkataan burukmu tentang aku,  lalu jatuhkan  di jalanan yang kau lalui.
Aku hanya bisa mengangguk , aku tak akan membantahnya . barangkali  maksud kyai Husain adalah agar aku merenungkan kesalahan-kesalahanku, dan dengan menjatuhkan bulu-bulunya satu persatu maka, kesalahan-kesalahan itu akan gugur diterbangkan waktu….
Kau  akan belajar sesuatu darinya , kata kyai Husain dan ada senyum  yang terkembang  di wajahku.
Ke esokan harinya , aku menemui kyai Husain dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulupun pada gagangnya, aku segera menyerahkan gagang kemoceng itu pada beliau.
Ini pak kyai bulu-bulu  kemoceng itu sudah habis , sudah  aku jatuhkan satu persatu sepanjang perjalanan.  Saya berjalan lebih dari 5 km  dari rumah  saya ke pondok ini, saya mengingat perkataan buruk saya tentang kyai , saya menghitung betapa  luasnya fitnah-fitnah  saya tentang kyai yang sudah saya sebarkan kepada begitu banyak orang  , maafkan saya, maafkan saya kyai….
Kyai Husaen mengangguk-angguk sambil  tersenyum  dan ada kehangatan yang aku rasakan dari raut mukanya , seperti aku katakana  kemarin, aku sudah memaafkanmu. Barangkali kau hanya khilaf dan hanya mengetahui sedikit tentangku,  tetapi kau harus belajar sesuatu …katanya.  Aku hanya terdiam mendengarkan perkataan  kyai Husain yang lembut, menyejukkan hatiku.
Kini  pulanglah, kata kyai Husain ,  dan aku baru saja akan segera beranjakkan kakikub  untuk pamit dan mencium tangannya  , tetapi kyai  Husain melanjutkan kalimatnya : kembalilah dengan berjalan kaki dan menempuh jalan yang sama dengan saat kau menuju pondokku  tadi…        aku terkejut mendengarkan perkataan kyai tadi apalagi mendengarkan syarat berikutnya : di sepanjang jalan  kepulanganmu , pungutlah bulu-bulu  kemoceng yang tadi kau cabuti  satu persatu , esuk hari laporkan kepadaku berapa banyak,  berapa bulu yang kau kumpulkan .
Aku terdiam, aku tak mungkin menolak permintaan kyai Husain,  sepanjang perjalanan pulang aku  berusaha menemukan bulu-bulu kemoceng yang tadi kulepaskan di sepanjang jalan . hari yang terik , perjalanan yang melelahkan , betapa sulit menemukan  bulu-bulu itu. mereka tentu saja telah  tertiup angin , atau menempel disebuah  kendaraan yang sedang  menuju kota yang jauh, atau tersapu kemana saja ke tempat yang kini tak mungkin aku ketahui.
Tapi aku harus menemukan  mereka , aku harus terus mencari  ke setiap sudut jalanan, ke gang-gang sempit,  pokoknya kemana saja dan aku terus berjalan , setelah berjam-jam , aku  berdiri di  depan rumahku dengan pakaian yang dibasahi keringat , nafasku berat, tenggorkanku kering ,  di tanganku , ku genggam 5 helai  bulu kemoceng  yang berhasil kutemukan di sepanjang perjalanan.
Hari pun sudah menjelang petang, dari ratusan yang kucabuti dan kujatuhkan dalam perjalanan pergi  hanya 5 helai yang berhasil kutemukan dan kupungut lagi di perjalanan pulang,  ya hanya 5 helai, benar 5 helai.
Lalu hari berikutnya aku menemui kyai Husaen dengan wajah yang murung , aku serahkan 5 helai bulu kemoceng itu pada   kyai.   Ini kyai.. ya hanya ini yang berhasil saya temukan dan saya genggam  dan aku meyodorkannya pada kyai,  kayai Husaen terkekeh “ kini kau telah belajar sesuatu “katanya.  Aku mengernyitkan dahiku,  apa yang telah aku pelajari dari pak kyai aku benar-benar tidak mengerti . jawab kyai Husaen,  ya tentang FITNAH-FITNAH ITU’ jawabnya.
Begini , bulu-bulu yang kau cabuti dan kau jatuhkan di sepanjang perjalanan adalah fitnah-fitnah yang kau sebarkan . meskipun kau benar-benar menyesali perbuatanmu dan  berusaha memperbaikinya, fitnah-fitnah itu telah menjadi bulu-bulu beterbangan entah kemana.  Bulu-bulu itu adalah kata-katamu , mereka dibawa angin kemana saja, keberbagai tempat yang tak mungkin kau duga-duga , ke berbagai  wilayah yang tak mungkin bisa kau hitung.
Tiba-tiba aku menggigil mendengarkan kata-kata kyai  Husaen, yang seolah-olah ada tabrakan pesawat yang paling  dasyat di dalam kepalaku,  seakan-akan ada hujan pisau yang menghujam jantungku.  Aku ingin menangis se keras-kerasnya, bahkan aku ingin mencabut lidahku sendiri.
Bayangkan salah satu dari  fitnah-fitnah suatu saat kembali pada dirimu sendiri, barang kali  kamu akan berusaha meluruskannya, karena kau benar-benar  merasa bersalah telah menyakiti orang lain dengan kata-katamu itu,  Barangkali kau tak ingin mendengarnya lagi. Tetapi kau tak bisa menghentikan  semua itu. Kata-katamu yang sudah terlanjur tersebar  dan terus disebarkan  diluar kendalimu,   tak  bisa kau bungkus lagi dalam sebuah kotak besi untuk kau kubur dalam-dalam sehingga tak ada orang lain  yang mendengarnya dan waktu telah mengabadikanya . fitnah-fitnah itu telah menjadi dosa yang terus  beranak pinak tak ada ujungnya.  Agama menyebutnya dosa jariyah , dosa yang terus menerus berjalan diluar kendali  pelaku pertamanya , maka tentang fitnah-fitnah itu , meskipun aku atau siapapun  saja yang kau fitnah telah memaafkanmu sepenuh hati  , fitnah-fitnah itu terus mengalir hingga kau tak bisa membayangkan ujung dari semuanya, bahkan meskipun kau telah meninggal dunia, fitnah-fitnah itu terus hidup karena angin waktu telah membuatnya abadi.  Maka kau tak bisa menghitung lagi  berapa banyak fitnah-fitnah itu telah memberatkan timbangan keburukanmu kelak.
Tangisku banar-benar pecah , aku tersungkur dilantai, astaghfirllohal adlim, astaghfrllohal adlim,,,,  astaghfrllohal adlim , aku hanya bisa terus mengulangi istighfar , dadaku gemuruh, air mata menderas dari kedua ujung  mataku.
Tolong pak kyai,  ajari…. ajari saya apa saja untuk dapat membunuh fitnah-fitnah itu, ajari saya,,,,     astaghfirllohal adlim,,, aku terus menangis menyesali apa yang telah aku perbuat,  pak kyai pun  tertunduk meneteskan air matanya  “aku telah memaafkanmu  setulus hatiku nak, kini aku hanya bisa mendoakanmu  agar Alloh mengampunimu , mengampuni  kita semua,  kita harus percaya bahwa Alloh Maha terus-meners menerima taubat  manusia..   innalloha tawwaburrohim…aku disambar halilintar jutaan megawatt yang mengguncangkan batinku , aku  ingin mengucapkan sejuta atau semilliar  istigfatr  untuk semua yang sudah kulakukan.  Aku ingin membacakan doa -doa apa saja untuk menghentikan fitnah-fitnah itu.
Selanjutnya kyai mengatakan : kini kau telah belajar sesuatu, setengah berbisik, pipinya masih basah oleh air mata , fitnah-fitnah  bukan hanya tentang dirimu dan seseorang yang kau sakiti , ia lebih luas lagi . Demikianlah anakku , fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.
Demikian bahaya dari fitnah untuk menjadi renungan yang berharga , semoga kita menjadi hamba Alloh yang pandai bersyukur, terimakasih semoga  ada manfaatnya, amiin , 

Blitar 16 Pebruari 2017.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar