Minggu, 30 September 2018

MASALAH NIKAH SIRI




MASALAH NIKAH SIRI 

Oleh :  H. Sudono, M.H.


         Pernikahan Siri : sebagai penguat di syariatkannya persaksian, para ulama Malikiah berkata, “Nikah siri itu rusak dengan talak ba’in jika suami-istri tersebut telah melakukan persenggamaan. Sebagaimana juga rusaknya pernikahan tanpa saksi dengan terjadi hubungan suami-istri. Mereka berdua dikenakan had zina; jilid atau rajam, jika telah terjadi persenggamaan dan hal itu mereka akui, Atau persenggamaan tersebut terbukti dengan persaksian empat saksi, seperti dalam kasus perzinaan. Mereka berdua tidak diberi ampunan hanya karena ketidaktahuan mereka.
         Akan tetapi mereka berdua tidak dikenakan had, jika pernikahan mereka telah menyebar dan diketahui oleh banyak orang seperti dengan diiringi pemukulan rebana, diadakan walimah, disaksikan satu orang selain wali, atau disaksikan dua saksi fasik dan sejenisnya. Karena hal itu masih dalam syubhat. Nabi SAW pernah bersabda : idrouu al hududa bis syubhati artinya “Halangilah Had itu dengan hal-hal syubhat”.
        Para ulama Hanabilah berkata, “Akad tidak dapat batal sebab berpesan untuk menyembunyikannya. Seandainya akad nikah tersebut disembunyikan oleh wali, para saksi dan kedua mempelai, maka akadnya sah tapi makruh.”
        Ada pendapat shadz dari Ibnu Abi Laila, Abu Tsaur dan Abu Bakar Al-Asham yang  menyatakan bahwa dalam pernikahan tidak disyaratkan ada persaksian dan itu tidak harus. Karena ayat yang berisi tentang pernikahan tidak mensyaratkan persaksian, seperti firman Allah swt yang artinya ,”Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.” (An-Nisa’ : 3) juga firman Allah swt yang artinya, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendian diantara kamu”. (An-Nur : 32).
        Isi kandungan ayat-ayat tersebut diamalkan tanpa ada syarat (mutlak). Sedangkan dalam hadits-hadits yang berbicara tentang masalah ini tidak cocok dijadikan sebagai pembatas (muqayyid). Ini merupakan pendapat Syiah Imamiah, mereka berkata ,”Dianjuarkan untuk mengumumkan dan menampakkan serta mendatangkan saksi dalam pernikahan yang abadi. Persaksian bukan merupakan syarat akan keabsahan akad”.
        Pendapat ini salah dan tidak dapat dijadikan patokan. Karena hadits-hadits yang berisi kewajiban adanya persaksian dalam akad nikah sangat masyhur. Oleh karenanya boleh dijadikan pembatas (muqayyid) isi kadungan Al-Qur’an yang masih general (mutlak).
(Wahbah Azzuhaili,Al-fiqhul Islami Wa  adillatuhu, juz 7,hal. 71-72)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar