KHUTBAH IDUL
FITRI 1440 H/2019
PERTAHANKAN
JATI DIRI PASCA RAMADHAN
Oleh : Drs.
H. Sudono Al-Qudsi, M.H.
x
9الله اكبر الله اكبر
الله اكبر
لااله إلاالله والله اكبر- الله اكبر ولله الحمد
- الله اكبر كبيرا - والحد لله كثيرا - وسـبحـن الله بكرة واصيلا - لااله إلا لله
ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين - ولو كره المشركون, ولوكره منافقون, ولوكره
كافرون - لا اله إلا الله وحده - صدق وعده - ونصرعـبده - واعز جنده وهزم الأحـزاب
وحده - لا إله إلا الله والله اكـبـر- الله اكبر ولله الحمد-.
الحمد لله - الحمد لله الذي امرنا بالصيام - كما
امر على الذين من قبلنا لعلنا من المتقين -.
اشهد ان لا اله إلا الله - وحده لا شريـك له -
المالك الحق المبـين - واشهد ان سيدنا محمداعـبده ورسوله - صادق
الوعـد الاميـن
اللهم فصل وسلم وبارك على هذالنـبي الكريم وعلى
أله واصحابه ومن تبعه الى يوم الدين. اما بعده............. فـياايهاالحضرون.
اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمون. قال الله تعالى فى القرآن الكريم.
اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم : قد افلح من
تزكى وذ كراسم ربه فصل - صدق الله العظيم
ALLOHU AKBAR 3
Dengan rasa haru
dan penuh ikhlas, kita semua melepas bulan Ramadhan, bulan yang luhur dan mulia
yang dipenuhi dengan ampunan dan karunia. Kita bertakbir, mengagungkan Allah
SWT dan menyucikan-Nya dengan bertasbih, menyucikan dari segala sesuatu yang
tidak layak pada-Nya.
Takbir, tahlil
dan tahmid silih berganti, berkumandang di angkasa raya diucapkan dengan lisan
yang fasih dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan. Rona dan wajah setiap Muslim
menampakkan kebahagiaan yang cemerlang dan ketulusan yang mendalam, jauh sampai
ke lubuk hati. Melukiskan kesan yang kuat dan mengakar ke dalam jiwa yang suci.
Semua itu merupakan perwujudan dari pernyataan syukur kita ke hadirat Allah SWT
atas segala karunia dan nikmat-Nya, terutama karunia yang paling agung berupa
petunjuk dan hidayah-Nya. Hidayah itu membimbing kita meniti cahaya yang terang
benderang, menuju kehidupan yang sukses, lahir dan bathin. Kita bersyukur telah
dapat melaksanakan ibadah shiyam sebulan penuh dengan ketabahan dan keikhlasan.
شَهْرُ رَمَضَانَ
الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ
وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya:
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu. (Al-Baqarah [2]: 185)
Pagi ini, kita
merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian yang dinantikan kehadirannya oleh
setiap insan yang beriman, dengan demikian kita
kembali kepada fitrah, yaitu kemurnian dan kesucian. Kembali kepada
kemurnian dan kesucian berarti kita kembali kepada suasana yang bersih telepas
dari dosa dan kesalahan. Setiap orang yang melaksanakan puasa
Ramadhan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah akan terlepas dosa dan
kesalahannya sehingga menjadi suci kembali, seperti bayi yang baru dilahirkan
dari rahim ibunya. Kesucian yang telah kita peroleh dengan susah payah itu
hendaklah terus dipertahankan sampai bulan-bulan berikutnya dengan meingkatkan
iman dan takwa kita serta bertaqarub kepada-Nya dengan tunduk dan patuh.
Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Puasa Ramadhan
yang baru saja kita jalani membentuk setiap diri umat Islam agar memiliki kemampuan
untuk mengendalikan hawa nafsu dan dapat meningkatkan potensi kesucian rohaninya.
Ibadah shiyam dapat membentuk jati diri Muslim yang pari purna dengan
meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT. Iman dan takwa itu dibuktikan
dengan senantiasa berpegang teguh kepada petunjuk-Nya, melaksanakan segala
perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Dengan
mempertahankan kelestarian iman dan taqwa, kita meniti jalan yang lurus untuk
mencapai keridhaan Allah SWT, keridhaan yang senantiasa didambakan oleh setiap
manusia yang beriman. Menuju keridhaan yang agung dan luhur itu harus ditempuh
dengan melaksankan ibadah dan amal shaleh secara ikhlas dan jujur, sesuai
dengan ikrar kita yang selalu kita ucapkan dalam do’a iftitah yang dibaca pada
saat awal melaksanakan shalat. “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tidak ada sekutu baginya dan demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama kali
menyerahkan diri (kepada Allah) (QS. al-An’am : 162-163).
Pembentukan jati
diri dalam ibadah shiyam merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan
seorang mukmin, karena dengan jati diri itulah kita akan bersikap istiqomah
dalam menjalani ajaran agama. Ibadah shiyam yang kita laksanakan, harus mampu
membentuk jati diri setiap Muslim dan meningkatkan kualitasnya dari tahapan
yang paling rendah menuju tahapan yang paling tinggi.
Kaum Muslimin,
para jamaah yang kami muliakan,
Pembentukan jati
diri itu, menuju perubahan pada yang lebih sempurna, sebagaimana yang dicontohkan
oleh kehidupan para sahabat Nabi dan Tabiin generasi awal. Perubahan yang
sangat mendasar menuju jati diri yang sempurna misalnya kita bisa mengambil
contoh dari peristiwa berikut
ini:
Pada suatu saat
Rasulullah Muhammad SAW menerima tamu, seorang pria dari kalangan musyrik Arab
jahiliyah. Nabi menerima tamu itu sebagaimana layaknya beliau menerima tamu
yang lain, dihormati selayaknya dan dipersilahkan duduk di ruang yang telah
disediakan. Nabi SAW menyuguhkan kepada tamu itu segelas air susu murni. Demikianlah
kebiasaan dan kebangaan orang-orang Arab pada waktu itu, mereka sangat
berbahagia sekali apabila dapat menyuguhkan pada tamunya air susu murni yang
mereka perah dari kambing atau unta.
Setelah disuguhi
segelas air susu, tamu itu meminumnya sampai habis. Kemudian Nabi menyediakan
gelas yang keduanya, itupun diminum sampai habis lalu Nabi menyediakan gelas yang
ketiga itupun diminum sampai habis. Hal itu terus berlangsung sampai tujuh
gelas. Pertemuan
itu kemudian
berlalu begitu saja, tidak ada hal yang perlu dicatat, pria Arab jahiliyah
kembali ke rumahnya dan Nabi pun melaksanakan aktivitas dakwahnya sebagaimana
biasa.
Kira-kira
beberapa bulan setelah itu, pria Arab jahiliyah tadi masuk Islam, sebagai
seorang mualaf dia merasa ketinggalan dengan para sahabat lain, karena itu dia
terus mempelajari agama dengan sungguh-sungguh dan mengamalkannya dengan baik.
Dalam jangka waktu tidak begitu lama pria
mualaf itu telah
menjadi seorang Muslim yang sangat baik. Setelah menjadi pria Muslim yang baik dia
mengujungi rumah Nabi kembali. Nabi menerima tamu mualaf ini, langsung teringat
dengan kunjungan yang pertama dulu, kemudian Nabi menyediakan segelas air susu,
sebagaimana dulu menyediakannya. Pria mualaf itu kemudian minum segelas air
susu yang disediakan oleh Nabi sebagaimana dulu ia meminumnya.
Ketika Nabi akan
menyediakan gelas yang kedua, tiba-tiba pria mualaf itu mengatakan, “Wahai Rasulullah
cukup untukku, cukup untukku dengan segelas susu itu.” Nabi SAW mengomentari
sikap pria mualaf yang telah berubah drastis dari kebiasaan jahiliyahnya dan
menggantinya dengan jati
diri seorang
Muslim, beliau mengatakan:
الْمُؤْمِنُ
يَشْرَبُ فِي ماء وَاحِدٍ وَالْكَافِرُ يَشْرَبُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Seorang mukmin
cukup meminum dengan satu gelas, sedangkan orang kafir baru puas minum dengan
tujuh gelas. (HR. Muslim. No Hadis: 3843)
Dari contoh itu
kita bisa melihat secara langsung betapa besarnya perubahan sikap dan jati diri
dari seorang jahiliyah menjadi seorang mukmin. Pola hidup yang tadinya dipenuhi
dengan kerakusan digantinya dengan kesederhanaan. Kesederhanaan dalam pola
makan, dalam pola berpakaian dan bertingkah laku. Manusia mukmin yang
melaksanakan ibadah Ramadhan juga diarahkan agar melakukan perubahan yang besar
dalam membentuk jati dirinya, dari manusia yang berkualitas rendah, menjadi berkualitas tinggi menuju kesempurnaan
sesuai dengan ajaran Islam.
Puasa Ramadhan
pada hakikatnya dapat membentuk jati diri seseorang menjadi pribadi yang
berkualitas dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam meraih kesuksesan di dunia
dan akhirat. Salah satu jati diri manusia mukmin adalah berpola hidup sederhana
dan dapat mengendalikan nafsunya sehingga tidak terjerembab dalam lembah
kehinaan dan kehancuran.
Ada tiga macam
nafsu yang sering menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan yaitu nafsu
dari dorongan perut, libido seksual, dan hawa nafsu yang menyesatkan.
Nabi SAW sangat mengkhawatirkan umatnya terjerembab dalam tiga macam nafsu yang
menghancurkan itu, sehingga beliau bersabda:
إِنَّ مِمَّا
أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَفُرُوجِكُمْ
وَمُضِلَّاتِ الْهَوَى
Artinya:
“Sesungguhnya aku mengkhawatiri kamu sekalian terjerembab dalam keinginan hawa
nafsu dari dorongan perutmu, dorongan seksualmu dan hawa nafsu
yang menyesatkan. (HR. Ahmad. No Hadis:18951)
Dalam kehidupan
modern yang kita jalani sekarang, di mana sikap hidup materialisme, konsumtivisme, dan hedonisme, terus menggerogoti
masyarkat kita, kita jumpai betapa banyakanya orang
yang telah terjerembab dalam lembah kenistaan
dan kehinaan. Ada sebagian dari masyarakat yang terjerembab ke
dalam hawa nafsu perutnya sehingga ia menjadi budak perutnya sendiri, maka ia pun makan secara berlebihan, minum secara berlebihan,
sehingga hidupnya hanya memenuhi dorongan perutnya.
Orang seperti ini tergolong dalam kelompok manusia yang paling buruk dari umat Nabi Muhammad SAW.
Kalau orang
pertama tadi menjadi budak perutnya sendiri, sehingga ia terjerembab dalam
kehinaan dan kehancuran, sedangkan kelompok kedua banyak orang
yang menjadi budak dari dorongan libidonya sehingga ia
menjadi budak nafsu seksualnya. Keadaan seperti ini lebih membahayakan lagi, karena akan menimbulkan kerusakan dan kehinaan
yang lebih parah. Banyak keluarga dan masyarakat yang
hancur karena menjadi budak libido dan nafsu seksualnya. Akibat memperturutkan nafsu seksual banyak menyebabkan manusia bergelimang
dengan dosa, seperti; perselingkuhan, perzinahan, dan
timbulnya deviasi seksual yang mengerikan.
Kalau orang kedua
tadi menjadi budak dari dorongan seksualnya sendiri, maka kelompok yang ketiga, adalah manusia-manusia yang diperbudak oleh hawa
nafsunya sendiri, keadaan ini jauh lebih berbahaya lagi,
karena memperturutkan hawa nafsu akan mencampakkan pelakunya menuju kehancuran yang sangat menakutkan. Bahkan terkadang
hanya berapa detik saja orang tidak bias mengendalikan hawa
nafusnya ia telah terjerumus dalam
kerusakan dan kehancurn dan penyesalan yang
sangat berat selama-lamanya di dunia dan akhirat Karena itu Nabi menyatakan:
“Musuhmu yang
paling berbahaya adalah hawa nafsumu yang berada di antara kedua lambungmu sendiri” (Ihya’ Ulumuddin). Al-Qur’an
memperingatkan orang-orang yang terjerembab dalam kemauan hawa nafsu yang menyesatkan, sebagaimana dijelaskan dalam surat
al-Ahqaf: 20.
وَيَوْمَ يُعْرَضُ
الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَذْهَبْتُمْ طَيِّبَاتِكُمْ فِي حَيَاتِكُمُ
الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَا
فَالْيَوْمَ
تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُونَ فِي الْأَرْضِ
بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ
تَفْسُقُونَ
Dan (ingatlah)
hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan): Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam
kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang
dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa
hak dan karena kamu telah fasik
Berbagai
kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat, karena manusia menuruti hawa
nafsunya sendiri. Ibadah puasa Ramadhan yang telah kita jalani dapat melatih
dan melindungi diri kita agar tidak terjerembab dalam kubangan hawa nafsu,
sebagaimana yang disebutkan di atas. Dengan demikian puasa dapat membentuk jati
diri yang paripurna, menjadi manusia Muslim yang beriman dan bertakwa.
Allahu Akbar, wa
lillahil hamd
Kembali kepada
fitrah yang suci dan bersih itulah yang sesungguhnya kita jalani sekarang ini.
Hari yang amat berbahagia ini dinamakan ‘Idul Fitri’, yaitu kesucian dan
keutuhan yang telah kita peroleh kembali setelah kita melakukan puasa Ramadhan
sebulan penuh. Karena itu hari ini adalah hari
kemenangan dan
kejayaan bagi kita semua, karena kita telah berusaha meningkatkan iman dan taqwa
kita kepada Allah SWT, ucapan yang paling tepat kita ikrarkan pada hari ini
adalah suatu do’a:
اللّهُمَّ
اجْعَلْنَا مِنَ الْعَآئِدِيْنَ وَالْفَآئِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ
“Wahai Allah
jadikanlah kami termasuk orang-orang yang kembali kepada fitrah yang memperoleh
sukses dan kemenangan serta diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt”.
Dengan kembali
kepada fitrah, kita akan mencapai kebahagiaan dan kesuksesan lahir batin yang selalu
kita harapkan. Sesuai dengan petunjuk Ilahi, marilah kita bertakbir
mengagungkan asma Allah atas segala petunjuk-Nya dan marilah kita bersyukur
atas segala rahmat dan karunia-Nya.
Demikan semoga
bermanfaat amiin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ
إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ إِلهَ
إِلاَّ هُوَ الرَّحْمنُ الرَّحِيْمُ،
أَرْسَلَ
رَسُوْلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ.
اللّهُمَّ ارْضَ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ إِيْمَانًا كَامِلاً وَيَقِيْنًا صَادِقًا وَقَلْبًا خَاشِعًا
وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَتَوْبَةً نَصُوْحًا.
اَللّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ
سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، اللّهُمَّ أَصْلِحِ الرَّعِيَّةَ وَاجْعَلْ
إِنْدُوْنِيْسِيَّا وَدِيَارَ الْمُسْلِمِيْنَ
آمِنَةً
رَخِيَّةً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّار.
عِبَادَ اللهِ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنِ وَجَانِبُوا
الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ
وَالْمُنْكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، اللهُ
أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar