Senin, 09 Juni 2014

HAK-HAK ISTRI PASCA PUTUSAN SELA PRODEO
DALAM PERKARA CERAI TALAK

Oleh.   Drs. H. Sudono,  M.H.*)

           A.  PENDAHULUAN

                Seorang suami berdasarkan putusan sela telah diberi ijin untuk berperkara secara Cuma-Cuma ( prodeo ) . dalam pemeriksaan perkara prodeo tentu melibatkan istri untuk dimintai keterangan maupun tanggapannya tentang permohonan prodeo dari suaminya, atas dalil permohonan prodeo tersebut, istri telah mengakui dan membenarkan bahwa suaminya memang termasuk orang miskin. Hakim setelah memeriksa alat bukti surat, terutama surat keterangan miskin  yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah dan telah diketaui oleh camat setempat, atau kartu gakin (keluarga miskin) atau surat lainnya yang mengindikasikan  bahwa suaminya  miskin , dapat dijadikan  petunjuk bahwa suami benar-benar miskin, karenanya hakim menjatuhkan putusan sela yang memberikan ijin kepada suami untuk berperkara secara Cuma-Cuma ( prodeo).
                Seorang istri yang menuntut hak terhadap suaminya telah mendapat perlindungan hukum yaitu adanya hubungan hukum antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya. Islam membenarkannya,  sepanjang istri tamkin  atau istri tidak dalam katagori nusyuz , istri berhak menuntut hak-haknya terhadap suaminya, seperti hak untuk  mendapatkan nafkah, maskan, kiswah, dan mut’ah ( pasal 149 Kompilasi Hukum Islam ) yang dalam kondisi ideal semuanya akan terpenuhi , akan tetapi dalam beberapa kasus bahwa putusan hakim tidak pernah  dapat memuaskan  kedua belah pihak yang berperkara, kecuali putusan perdamaian. Pihak yang menang  mengatakan bahwa putusan hakim telah tepat dan benar, adil. Tetapi lain halnya dengan pihak yang kalah  akan mengatakan bahwa putusan hakim tidak adil, sehingga yang kalah akan berusaha menempuh upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
                  Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok  yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum  dalam melaksanakannya. hak itu menjadi sah karena dilindungi oleh sistem hukum . Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu diarahkan untuk memuaskan. Menurut  Sudikno Mertokusumo[1],  dalam setiap hak terdapat empat unsur , yaitu subyek hukum, obyek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan hukum.
                 Jadi hak pada hakikatnya  merupakan hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum atau subyek hukum dengan subyek hukum lain yang dilindungi undang-undang. Sebagaimana undang-undang memberikan hak kepada istri menuntut haknya pasca perceraian atau dalam proses perceraian dengan suaminya. Atau istri dapat mengajukan hak melalui gugatan rekonpensinya, agar terpenuhi asas sederhana cepat dan biaya ringan, atau juga dengan mengajukan gugatan komulasi sebagaimana diatur dalam pasal 66 ayat (5) maupun pasal 86 ayat (1) undang-undang nomor nomor 50 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
                  Seorang istri sudah mengetahui bahwa suaminya adalah miskin tetapi istri tetap menuntut hak-haknya pasca putusan sela prodeo , hal diatas banyak dijumpai pada beberapa kasus seperti dalam perkara cerai talak Nomor  1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 08 Agustus 2011 dan  telah mendapat putusan sela Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 21 September 2011, sehingga seakan putusan sela yang telah dijatuhkan oleh hakim menjadi tidak bernyawa lagi. Ini adalah persoalan yang perlu mendapatkan jawaban, dimana pokok perkaranya adalah cerai talak. 
  1. PERMASALAHAN
1.      Bagaimana pertimbangan hakim dalam mengabulkan  tuntutan istri agar hak-haknya terpenuhi sekalipun suami telah dinyatakan dalam keadaan miskin berdasarkan putusan sela prodeo.
2.      Dan apakah putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak dapat menggugurkan  hak istri untuk menuntut hak-haknya “.

  1. PEMBAHASAN  
1.      Istri dalam keadaan tamkin
                      Pada saat putusan sela prodeo telah dijatuhkan hakim, sidang dilanjutkan dengan memeriksa terhadap pokok perkara, setelah melalui tahap jawaban,  istri menuntut hak-haknya seperti, nafkah madhiyah, nafkah, iddah, mut’ah, maskan dan kiswah terhadap suaminya dan biasanya istri yang demikian sangat simple tuntutannya minta mut’ah dan iddah saja, lainnya tidak tahu.
                    Seorang istri yang telah mendampingi, menyayangi , mencintai, melayani suaminya, susah dan senang telah dirasakan dan dilalui bersama apalagi sudah bertahun-tahun rumah tangganya bahkan telah mempunyai anak maupun cucu  ,  disaat tersebut istri tidak punya pekerjaan tetap yang hanya menggantungkan dari penghasilan suaminya maka hakim dituntut  untuk sensitive didalam mengambil putusan  agar mampu mempertimbangkan  hak-hak istri yang bersinggungan dengan prodeo suaminya.
                    Tamkin adalah ketulusan istri dalam melayani suami lahir batin menyerahkan dirinya secara totalitas dan Islam mengatur tentang kewajiban suami ini dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80  menyebutkan :
(1)   Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
(2)   Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3)   Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4)   Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
a.       Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri
b.      Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.
c.       Biaya pendidikan bagi anak.
(5)   Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas, mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
(6)   Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
(7)   Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
         Ada penekanan di dalam pasal 80 ayat (2) diatas, yaitu sesuai  dengan kemapuannya. Menurut penulis  “ sesuai dengan kempuannya” diartikan sebagai  orang yang tidak mampu dalam memberikan kebutuhan sehari-harinya utamanya   uang belanja,  akan tetapi dari segi fisyk suami masih mampu untuk bekerja yang menghasilkan uang maka istri menganggap suaminya sebagai orang yang masih mampu mencukupinya , atau mungkin karena istri sudah tahu tabiat suaminya yang pelit sehingga masih ada yang dapat dijadikan untuk menafkahi istrinya tetapi suami tidak terbuka bahwa penghasilannya sekian dan sekian perharinya , karenanya  istri tetap bersikeras dan berkeyakinan bahwa suaminya masih mampu untuk memenuhi hak-hak istri sekalipun tidak secara penuh dapat dikabulkan hakim.
                     Alasan istri telah tamkin sempurna merupakan syarat utama untuk mendapatkan hak – haknya sebagai istri, berarti istri telah melaksanakan kewajiban sebagai istri lalu sebagai akibat telah melaksanakan kewajiban tersebut istri wajib memperoleh hak-hak dari suaminya. Sehingga harus dirumuskan hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang (  pasal 31  Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974  jo. Pasal 77 ayat (1) dan (5) Kompilasi Hukum Islam ), maka bila  suami atau istri  melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.                        
                  Memang ada hal yang menggugurkan hak-hak istri tetapi sepanjang istri menyetujuinya, hak-hak tersebut menjadi bebas . tetapi jika istri tidak setuju dibebaskan hak-haknya maka kewajiban suami untuk memenuhi hak-hak istrinya tidak menjadi gugur karena miskin.
2.      Adanya pernyataan dari istri untuk membebaskan suaminya
                    Dalam kasus yang sedang penulis bahas saat ini ternyata istri tidak menyatakan membebaskan suaminya dari hak-hak yang dituntut istrinya, tetapi malah sebaliknya sekalipun sudah ada putusan sela prodeo istri masih menuntutnya, istri beranggapan suaminya masih ada kemampuan fisyk dan juga masih meyakini bahwa suaminya mempunyai simpanan yang sudah diketahui istrinya tetapi suaminya pelit,   oleh karenanya sepanjang tidak ada pernyataan pembebasan dari istri tentang hak-haknya maka tidak menggugurkan istri untuk menuntut hak-haknya sekalipun sudah ada putusan sela prodeo.
3.      Sepanjang Istri tidak nusyuz :
                           Setelah melalui tahap pembuktian, istri dinyatakan tidak termasuk orang yang nusyuz , sehingga apa yang dimaksud dalam pasal 80 ayat (7) dapat difahami bahwa sepanjang istri tidak nusyuz tidak menggugurkan haknya untuk menuntut  hak-haknya terhadap suaminya  sekalipun sudah ada putusan sela prodeo. Banyak orang yang beranggapan bahwa dengan  keluarnya istri dari tempat kediaman bersama dinilai sebagai istri yang nusyuz, padahal tidak demikian. Istri keluar rumah pulang kerumah orang tuanya setelah bertengkar dengan suaminya karena untuk menenangkan diri menjaga emosi suaminya mendapat ancaman dari suaminya, sehingga jalan terbaik adalah meninggalkan suami dari pada terjadi petaka yang lebih besar lagi .

4.      Nafkah lampau istri  adalah kewajiban yang terhutang
                 Yang menjadikan istri dn anak-anaknya terlantar  salah satunya adalah akibat tidak adanya tanggungjawab suami  sebagai kepala keluarga  , termasuk kewajiban suami yang harus dipenuhinya adalah memberikan nafkah kepada istri dan anak  atau anak-anaknya, hal ini sejalan dengan pendapat ulama’ fiqh dalam kitab Al Muhadzdzab juz II halaman  164  disebutkan :
واذا وجد التمكين الموجب النفقة ولم ينفق حتي مضت مدة  صا رت النفقة دينا في ضمته  ولا يسقط يمضي الزمن -
Artinya  : Apabila istri taat maka wajiblah suami memberi nafkah  dan jika suami tidak memberinya hingga lewat waktu, maka nafkah tersebut menjadi hutang suami karena tanggungannya dan tidak gugur hutang tersebut dengan lewatnya waktu.
             Dalam kitab I’anatut Thalibin halaman 85 disebutkan :
فاالنفقة او الكسوة لجميع ما مضى من تلك المدة  دين  لها عليه لاْنها اسحق ذلك فى ذمته
              Artinya :    Nafkah atau pakaian yang belum dipenuhi maka harus dilunasi walaupun sudah lampau masanya.
لو منع الزوج زوجته حقا لها عليه كقسم ونفقة الذمة او القاضى توفيته اذا طلبته         
             Artinya  : Apabila suami mencegah pada istrinya untuk memperoleh haknya istri yang wajib dipenuhi oleh suami seperti giliran dan nafkah, maka wajib bagi hakim untuk menyuruh memenuhinya bilamana istri menuntutnya.
                           Sesuai pula dengan  pasal 41 huruf   (c )  UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam  serta dalil dalam kitab Al Muhadzadzab juz II halaman 164 yang menyebutkan :
اذا طلق امراْته بعد الدخول طلاقا رجعيا وجب لها السكني والنفقة في  العدة
              Artinya :   Apabila suami mencerai istrinya yang telah disetubuhi dengan talak raj’i maka ia harus menyediakan tempat tinggal dan nafkah selama masa iddah.
             Dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 214 menyebutkan :
وتجب المتعة الموطؤة طلقت بائنا او رجعيا
                  Bagi istri yang diceraikan telah disetubuhi baik talak bain maupun raj’I harus   diberi nafkah.
                                Bahkan Moh. Abu Zahrah   dalam kitab Ahkamusy Syakhshiyyah,  Darl Fikr Al Arabi hal. 334 .menyatakan  lebih tegas lagi tentang beban mut’ah yang harus ditanggung suami yang menceraikan istrinya yaitu :
انه اذا كان الطلاق بعد الدخول بغير رضاها تكون لها متعة هي نفقة سنة
 بعد  انتهاء العدة
                  Artinya :  apabila ada talak itu sesudah dukhul tanpa ridhonya, maka wanita bekas istrinya itu berhak menerima mut’ah yaitu nafkah selama satu tahun sesudah habisnya masa iddah.
                              Setelah melihat,  membaca  lalu  menganalisa dari beberapa pendapat para ulama’  tersebut diatas , dapat difahami bahwa sepanjang istri telah ,melaksanakan kewajiban secara tamkin sempurna, tidak nusyuz, tidak ada pernyataan istri yang membebaskan  tentang hak-hak yang harus diterima dari suaminya,  maka tidak akan menggugurkan hak istri untuk menuntut hak-haknya sekalipun sudah ada putusan sela prodeo bagi perkara cerai talak.
5.      Pertimbangan pada azas keadilan dan kepatutan
                               Didalam putusan sela Prodeo Pengadilan Agama Lumajang Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 21 September 2011 , Majlis hakim telah mempertimbangkan yang pada pokonya adalah :
                    Menimbang bahwa, Penggugat menuntut kepada Tergugat berupa nafkah madliyah ( nafkah terhutang ) selama 4 bulan masing-masing sebesar Rp. 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah ) perbulan, kemudian Tergugat telah menyampaikan jawaban pada pokoknya keberatan atas tuntutan tersebut, dengan alasan  penghasilan Tergugat  perhari  hanya sebesar Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 15.000,-.
           Menimbang hahwa, dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan , dinyatakan bahwa ”suami wajib melindungi istrinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya”.
           Menimbang bahwa, sementara itu dalam pasal 80 ayat (4 ) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam , dinyatakan bahwa sesuai dengan penghasilannya suami menanggung nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri”.
           Menimbang bahwa dari pasal-pasal tersebut  maka majlis dapat memperoleh abtraksi hukum bahwa seorang suami memberikan nafkah kepada istrinya adalah merupakan suatu kewajiban yang melekat yang harus ditunaikan sesuai dengan kemampuan dan penghasilannya, sungguhpun sesuai dengan putusan sela Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. tanggal 21 September 2011 Tergugat sebagai seorang suami diberi ijin berperkara secara cuma-cuma  ( prodeo ), tidak serta merta menggugurkan kewajiban Tergugat  sebagai suami untuk memberikan nafkah kepada istrinya, dengan demikian majlis berpendapat bahwa demi rasa keadilan dan kepatutan serta tingkat kemapuan Tegugat yang memiliki penghasilan sebagaimana tersebut diatas, maka gugatan Penggugat tentang nafkah madliyah selama 4 bulan  sebesar Rp. 300.000,- perbulan tersebut sudah sepatutnya dikabulkan.
              Menimbang bahwa, selanjutnya majlis menghukum Tergugat untuk membayar nafkah madliyah kepada Penggugat sebesar Rp 1.200.000,-
                        Melihat pertimbangan demi pertimbangan dari majlis hakim yang menitik beratkan pada pertimbangan keadilan dan kepatutan , serta uraian penulis  dalam  huruf  C  tentang  pembahasan  diatas , maka tidak ada cara lain untuk tetap mengabulkan tuntutan istri tentang hak-haknya yang harus diterima dari suaminya  dan tidak serta merta menjadi gugur  sekalipun sudah ada putusan sela prodeo .


  1. KESIMPULAN
              Setelah membaca uraian dalam tulisan  tentang “hak-hak istri pasca putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak “ maka penulis  dapat menyimpulkan sebagai berikut :
a.       Bahwa pertimbangan hakim dalam mengabulkan tuntutan hak-hak istri sekalipun sudah ada putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak , karena suami sekalipun tidak mencukupi tetapi masih mempunyai penghasilan tetap perhari antara Rp. 10.000,- s/d Rp. 15.000,- sehingga demi tercapainya azas keadilan dan kepatutan  dan sekaligus untuk melindungi hak-hak istri agar tuntutannya tidak illosuir maka sudah selayaknya  hakim mengabulkan tuntutan istri tentang hak-haknya sekalipun tuntutan istri tidak dikabulkan sepenuhnya.
b.      Bahwa sepanjang istri telah melaksanakan kewajibannya secara tamkin sempurna, tidak nusyuz, tidak ada pernyataan istri untuk membebaskan suaminya , hak-hak yang seharusnya diterima istri masih menjadi hutang suaminya, dan untuk memenuhi azas keadilan dan kepatutan, maka hak istri untuk menuntut hak-haknya tidak menjadi gugur sekalipun sudah ada putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak.
           PENUTUP
                          Tulisan diatas sebagai bacaan ringan yang minimal dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi kasus-kasus yang sama, mungkin diantara para pembaca ada yang tidak sependapat dengan tulisan dan pertimbangan dalam uraian diatas, karena itu kritik dan saran yang konstruktif , mendidik dan membangun sangat penulis harapkan,  dan tulisan ini semoha ada manfaatnya. Amiin. Terimakasih .


                                                                     Wallohul muwafiq ilaa aqwamith thoriq
                                                                                Blitar, Oktober   2012
                                                                                        Penulis

                                                                             Drs.  H.  Sudono,  M.H.




             *) adalah hakim pada Pengadilan Agama Lumajang kelas I  A.
             [1] Dalam buku “Mengenal Hukum” ( suatu Pengantar ) edisi ketiga, Liberty , Yogyakarta, 1990, halaman 41.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar