HAK-HAK
ISTRI PASCA PUTUSAN SELA PRODEO
DALAM
PERKARA CERAI TALAK
Oleh. Drs. H. Sudono, M.H.*)
A. PENDAHULUAN
Seorang suami
berdasarkan putusan sela telah diberi ijin untuk berperkara secara Cuma-Cuma (
prodeo ) . dalam pemeriksaan perkara prodeo tentu melibatkan istri untuk
dimintai keterangan maupun tanggapannya tentang permohonan prodeo dari
suaminya, atas dalil permohonan prodeo tersebut, istri telah mengakui dan
membenarkan bahwa suaminya memang termasuk orang miskin. Hakim setelah memeriksa
alat bukti surat, terutama surat keterangan miskin yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah dan
telah diketaui oleh camat setempat, atau kartu gakin (keluarga miskin) atau
surat lainnya yang mengindikasikan bahwa
suaminya miskin , dapat dijadikan petunjuk bahwa suami benar-benar miskin,
karenanya hakim menjatuhkan putusan sela yang memberikan ijin kepada suami
untuk berperkara secara Cuma-Cuma ( prodeo).
Seorang istri yang menuntut hak
terhadap suaminya telah mendapat perlindungan hukum yaitu adanya hubungan hukum
antara subyek hukum dengan subyek hukum lainnya. Islam membenarkannya, sepanjang istri tamkin atau istri tidak dalam katagori nusyuz ,
istri berhak menuntut hak-haknya terhadap suaminya, seperti hak untuk mendapatkan nafkah, maskan, kiswah, dan
mut’ah ( pasal 149 Kompilasi Hukum Islam ) yang dalam kondisi ideal semuanya
akan terpenuhi , akan tetapi dalam beberapa kasus bahwa putusan hakim tidak
pernah dapat memuaskan kedua belah pihak yang berperkara, kecuali
putusan perdamaian. Pihak yang menang
mengatakan bahwa putusan hakim telah tepat dan benar, adil. Tetapi lain
halnya dengan pihak yang kalah akan
mengatakan bahwa putusan hakim tidak adil, sehingga yang kalah akan berusaha
menempuh upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
Hak adalah kepentingan yang dilindungi
hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan
pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh
hukum dalam melaksanakannya. hak itu menjadi
sah karena dilindungi oleh sistem hukum . Pemegang hak melaksanakan kehendak
menurut cara tertentu dan kehendaknya itu diarahkan untuk memuaskan.
Menurut Sudikno Mertokusumo[1], dalam setiap hak terdapat empat unsur , yaitu
subyek hukum, obyek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan
kewajiban dan perlindungan hukum.
Jadi hak pada hakikatnya
merupakan hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum atau subyek
hukum dengan subyek hukum lain yang dilindungi undang-undang. Sebagaimana
undang-undang memberikan hak kepada istri menuntut haknya pasca perceraian atau
dalam proses perceraian dengan suaminya. Atau istri dapat mengajukan hak
melalui gugatan rekonpensinya, agar terpenuhi asas sederhana cepat dan biaya
ringan, atau juga dengan mengajukan gugatan komulasi sebagaimana diatur dalam
pasal 66 ayat (5) maupun pasal 86 ayat (1) undang-undang nomor nomor 50 tahun
2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama.
Seorang istri sudah mengetahui bahwa suaminya adalah miskin tetapi istri
tetap menuntut hak-haknya pasca putusan sela prodeo , hal diatas banyak
dijumpai pada beberapa kasus seperti dalam perkara cerai talak Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 08 Agustus
2011 dan telah mendapat putusan sela
Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 21 September 2011, sehingga seakan
putusan sela yang telah dijatuhkan oleh hakim menjadi tidak bernyawa lagi. Ini
adalah persoalan yang perlu mendapatkan jawaban, dimana pokok perkaranya adalah
cerai talak.
- PERMASALAHAN
1. Bagaimana
pertimbangan hakim dalam mengabulkan tuntutan istri agar hak-haknya terpenuhi
sekalipun suami telah dinyatakan dalam keadaan miskin berdasarkan putusan sela
prodeo.
2. Dan
apakah putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak dapat menggugurkan hak istri untuk menuntut hak-haknya “.
- PEMBAHASAN
1. Istri dalam keadaan tamkin
Pada saat putusan sela prodeo telah
dijatuhkan hakim, sidang dilanjutkan dengan memeriksa terhadap pokok perkara,
setelah melalui tahap jawaban, istri
menuntut hak-haknya seperti, nafkah madhiyah, nafkah, iddah, mut’ah, maskan dan
kiswah terhadap suaminya dan biasanya istri yang demikian sangat simple
tuntutannya minta mut’ah dan iddah saja, lainnya tidak tahu.
Seorang istri yang telah mendampingi,
menyayangi , mencintai, melayani suaminya, susah dan senang telah dirasakan dan
dilalui bersama apalagi sudah bertahun-tahun rumah tangganya bahkan telah
mempunyai anak maupun cucu , disaat tersebut istri tidak punya pekerjaan
tetap yang hanya menggantungkan dari penghasilan suaminya maka hakim
dituntut untuk sensitive didalam
mengambil putusan agar mampu mempertimbangkan hak-hak istri yang bersinggungan dengan
prodeo suaminya.
Tamkin adalah ketulusan istri dalam melayani
suami lahir batin menyerahkan dirinya secara totalitas dan Islam mengatur
tentang kewajiban suami ini dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 80 menyebutkan :
(1) Suami
adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri
bersama.
(2) Suami
wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuannya.
(3) Suami
wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan
belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) Sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung :
a. Nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi istri
b. Biaya
rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak.
c. Biaya
pendidikan bagi anak.
(5) Kewajiban
suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b diatas,
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
(6) Istri
dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut
pada ayat (4) huruf a dan b.
(7) Kewajiban
suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
Ada penekanan di dalam pasal
80 ayat (2) diatas, yaitu sesuai dengan
kemapuannya. Menurut penulis “ sesuai
dengan kempuannya” diartikan sebagai
orang yang tidak mampu dalam memberikan kebutuhan sehari-harinya utamanya uang
belanja, akan tetapi dari segi fisyk
suami masih mampu untuk bekerja yang menghasilkan uang maka istri menganggap
suaminya sebagai orang yang masih mampu mencukupinya , atau mungkin karena
istri sudah tahu tabiat suaminya yang pelit sehingga masih ada yang dapat
dijadikan untuk menafkahi istrinya tetapi suami tidak terbuka bahwa
penghasilannya sekian dan sekian perharinya , karenanya istri tetap bersikeras dan berkeyakinan bahwa
suaminya masih mampu untuk memenuhi hak-hak istri sekalipun tidak secara penuh
dapat dikabulkan hakim.
Alasan istri telah tamkin sempurna
merupakan syarat utama untuk mendapatkan hak – haknya sebagai istri, berarti
istri telah melaksanakan kewajiban sebagai istri lalu sebagai akibat telah
melaksanakan kewajiban tersebut istri wajib memperoleh hak-hak dari suaminya.
Sehingga harus dirumuskan hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang ( pasal 31
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
jo. Pasal 77 ayat (1) dan (5) Kompilasi Hukum Islam ), maka bila suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Memang ada hal yang menggugurkan hak-hak
istri tetapi sepanjang istri menyetujuinya, hak-hak tersebut menjadi bebas .
tetapi jika istri tidak setuju dibebaskan hak-haknya maka kewajiban suami untuk
memenuhi hak-hak istrinya tidak menjadi gugur karena miskin.
2. Adanya pernyataan dari istri untuk membebaskan
suaminya
Dalam kasus yang sedang
penulis bahas saat ini ternyata istri tidak menyatakan membebaskan suaminya
dari hak-hak yang dituntut istrinya, tetapi malah sebaliknya sekalipun sudah
ada putusan sela prodeo istri masih menuntutnya, istri beranggapan suaminya
masih ada kemampuan fisyk dan juga masih meyakini bahwa suaminya mempunyai
simpanan yang sudah diketahui istrinya tetapi suaminya pelit, oleh karenanya sepanjang tidak ada
pernyataan pembebasan dari istri tentang hak-haknya maka tidak menggugurkan
istri untuk menuntut hak-haknya sekalipun sudah ada putusan sela prodeo.
3. Sepanjang Istri tidak nusyuz :
Setelah melalui tahap pembuktian, istri
dinyatakan tidak termasuk orang yang nusyuz , sehingga apa yang dimaksud dalam
pasal 80 ayat (7) dapat difahami bahwa sepanjang istri tidak nusyuz tidak
menggugurkan haknya untuk menuntut
hak-haknya terhadap suaminya sekalipun
sudah ada putusan sela prodeo. Banyak orang yang beranggapan bahwa dengan keluarnya istri dari tempat kediaman bersama
dinilai sebagai istri yang nusyuz, padahal tidak demikian. Istri keluar rumah
pulang kerumah orang tuanya setelah bertengkar dengan suaminya karena untuk
menenangkan diri menjaga emosi suaminya mendapat ancaman dari suaminya,
sehingga jalan terbaik adalah meninggalkan suami dari pada terjadi petaka yang
lebih besar lagi .
4. Nafkah lampau istri adalah kewajiban yang terhutang
Yang
menjadikan istri dn anak-anaknya terlantar
salah satunya adalah akibat tidak adanya tanggungjawab suami sebagai kepala keluarga , termasuk kewajiban suami yang harus
dipenuhinya adalah memberikan nafkah kepada istri dan anak atau anak-anaknya, hal ini sejalan dengan
pendapat ulama’ fiqh dalam kitab Al Muhadzdzab juz II halaman 164 disebutkan :
واذا وجد التمكين
الموجب النفقة ولم ينفق حتي مضت مدة صا رت
النفقة دينا في ضمته ولا يسقط يمضي الزمن
-
Artinya : Apabila istri taat maka wajiblah suami
memberi nafkah dan jika suami tidak
memberinya hingga lewat waktu, maka nafkah tersebut menjadi hutang suami karena
tanggungannya dan tidak gugur hutang tersebut dengan lewatnya waktu.
Dalam kitab I’anatut Thalibin halaman 85
disebutkan :
فاالنفقة
او الكسوة لجميع ما مضى من تلك المدة
دين لها عليه لاْنها اسحق ذلك فى
ذمته
Artinya :
Nafkah atau pakaian yang belum dipenuhi maka
harus dilunasi walaupun sudah lampau masanya.
لو منع الزوج زوجته حقا لها عليه كقسم
ونفقة الذمة او القاضى توفيته اذا طلبته
Artinya : Apabila suami mencegah pada istrinya untuk
memperoleh haknya istri yang wajib dipenuhi oleh suami seperti giliran dan
nafkah, maka wajib bagi hakim untuk menyuruh memenuhinya bilamana istri menuntutnya.
Sesuai pula
dengan pasal 41 huruf (c )
UU. No.1/1974 jo. Pasal 149 dan pasal 152 Kompilasi Hukum Islam serta dalil dalam kitab Al Muhadzadzab juz II
halaman 164 yang menyebutkan :
اذا طلق امراْته بعد الدخول طلاقا
رجعيا وجب لها السكني والنفقة في العدة
Artinya :
Apabila suami mencerai istrinya yang telah disetubuhi dengan talak raj’i
maka ia harus menyediakan tempat tinggal dan nafkah selama masa iddah.
Dalam kitab Bughyatul
Musytarsyidin halaman 214 menyebutkan :
وتجب المتعة الموطؤة طلقت بائنا او
رجعيا
Bagi
istri yang diceraikan telah disetubuhi baik talak bain maupun raj’I harus diberi nafkah.
Bahkan
Moh. Abu Zahrah dalam kitab Ahkamusy
Syakhshiyyah, Darl Fikr Al Arabi hal.
334 .menyatakan lebih tegas lagi tentang
beban mut’ah yang harus ditanggung suami yang menceraikan istrinya yaitu :
انه اذا كان
الطلاق بعد الدخول بغير رضاها تكون لها متعة هي نفقة سنة
بعد انتهاء العدة
Artinya : apabila ada talak itu sesudah dukhul tanpa
ridhonya, maka wanita bekas istrinya itu berhak menerima mut’ah yaitu nafkah
selama satu tahun sesudah habisnya masa iddah.
Setelah
melihat, membaca lalu
menganalisa dari beberapa pendapat para ulama’ tersebut diatas , dapat difahami bahwa
sepanjang istri telah ,melaksanakan kewajiban secara tamkin sempurna, tidak
nusyuz, tidak ada pernyataan istri yang membebaskan tentang hak-hak yang harus diterima dari
suaminya, maka tidak akan menggugurkan
hak istri untuk menuntut hak-haknya sekalipun sudah ada putusan sela prodeo
bagi perkara cerai talak.
5. Pertimbangan pada azas keadilan dan kepatutan
Didalam putusan sela Prodeo
Pengadilan Agama Lumajang Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. Tanggal 21 September
2011 , Majlis hakim telah mempertimbangkan yang pada pokonya adalah :
Menimbang bahwa, Penggugat
menuntut kepada Tergugat berupa nafkah madliyah ( nafkah terhutang ) selama 4
bulan masing-masing sebesar Rp. 300.000,- ( tiga ratus ribu rupiah ) perbulan,
kemudian Tergugat telah menyampaikan jawaban pada pokoknya keberatan atas
tuntutan tersebut, dengan alasan
penghasilan Tergugat perhari hanya sebesar Rp. 10.000,- sampai dengan Rp.
15.000,-.
Menimbang hahwa, dalam pasal 34 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan , dinyatakan bahwa ”suami
wajib melindungi istrinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuannya”.
Menimbang bahwa, sementara itu dalam
pasal 80 ayat (4 ) huruf (a) Kompilasi Hukum Islam , dinyatakan bahwa sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi
istri”.
Menimbang
bahwa dari pasal-pasal tersebut maka
majlis dapat memperoleh abtraksi hukum bahwa seorang suami memberikan nafkah
kepada istrinya adalah merupakan suatu kewajiban yang melekat yang harus
ditunaikan sesuai dengan kemampuan dan penghasilannya, sungguhpun sesuai dengan
putusan sela Nomor 1908/Pdt.G/2011/PA. Lmj. tanggal 21 September 2011 Tergugat
sebagai seorang suami diberi ijin berperkara secara cuma-cuma ( prodeo ), tidak serta merta menggugurkan
kewajiban Tergugat sebagai suami untuk
memberikan nafkah kepada istrinya, dengan demikian majlis berpendapat bahwa
demi rasa keadilan dan kepatutan serta tingkat kemapuan Tegugat yang memiliki
penghasilan sebagaimana tersebut diatas, maka gugatan Penggugat tentang nafkah
madliyah selama 4 bulan sebesar Rp.
300.000,- perbulan tersebut sudah sepatutnya dikabulkan.
Menimbang bahwa, selanjutnya
majlis menghukum Tergugat untuk membayar nafkah madliyah kepada Penggugat
sebesar Rp 1.200.000,-
Melihat pertimbangan demi pertimbangan dari
majlis hakim yang menitik beratkan pada pertimbangan keadilan dan kepatutan , serta
uraian penulis dalam huruf
C tentang pembahasan
diatas , maka tidak ada cara lain untuk tetap mengabulkan tuntutan istri
tentang hak-haknya yang harus diterima dari suaminya dan tidak serta merta menjadi gugur sekalipun sudah ada putusan sela prodeo .
- KESIMPULAN
Setelah membaca uraian dalam tulisan tentang “hak-hak istri pasca putusan sela
prodeo dalam perkara cerai talak “ maka penulis
dapat menyimpulkan sebagai berikut :
a. Bahwa
pertimbangan hakim dalam mengabulkan tuntutan hak-hak istri sekalipun sudah ada
putusan sela prodeo dalam perkara cerai talak , karena suami sekalipun tidak
mencukupi tetapi masih mempunyai penghasilan tetap perhari antara Rp. 10.000,-
s/d Rp. 15.000,- sehingga demi tercapainya azas keadilan dan kepatutan dan sekaligus untuk melindungi hak-hak istri
agar tuntutannya tidak illosuir maka sudah selayaknya hakim mengabulkan tuntutan istri tentang
hak-haknya sekalipun tuntutan istri tidak dikabulkan sepenuhnya.
b. Bahwa
sepanjang istri telah melaksanakan kewajibannya secara tamkin sempurna, tidak
nusyuz, tidak ada pernyataan istri untuk membebaskan suaminya , hak-hak yang
seharusnya diterima istri masih menjadi hutang suaminya, dan untuk memenuhi
azas keadilan dan kepatutan, maka hak istri untuk menuntut hak-haknya tidak
menjadi gugur sekalipun sudah ada putusan sela prodeo dalam perkara cerai
talak.
PENUTUP
Tulisan diatas sebagai
bacaan ringan yang minimal dapat dijadikan pertimbangan dalam menghadapi
kasus-kasus yang sama, mungkin diantara para pembaca ada yang tidak sependapat
dengan tulisan dan pertimbangan dalam uraian diatas, karena itu kritik dan
saran yang konstruktif , mendidik dan membangun sangat penulis harapkan, dan tulisan ini semoha ada manfaatnya. Amiin.
Terimakasih .
Wallohul muwafiq ilaa aqwamith
thoriq
Blitar,
Oktober 2012
Penulis
Drs. H. Sudono,
M.H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar