Selasa, 13 Juni 2017

MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA ANAK YATIM





MEMBERIKAN ZAKAT FITRAH KEPADA ANAK YATIM

Oleh : Drs. H.  Sudono Al-Qudsi, M.H.


       Sebagaimana keterangan para ulama, yatim adalah orang yang ditinggal mati orang tuanya sebelum ia baligh (dewasa). Istilah dalam Al Qur’an demikian dan hal itu sama dengan yatim-piatu, yatim atau piatu. Jika yatim termasuk dalam 8 ashnaf di atas, semisal ia fakir atau miskin, maka boleh diberikan zakat untuknya. Sehingga tidak selamanya anak yatim berhak mendapatkan zakat. Karena anak yatim pun ada yang kaya atau berkecukupan dengan harta.

  1. Yang berhak menerima zakat
          Golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada 8 golongan sebagaimana telah ditegaskan dalam Al Qur’an Al Karim pada ayat berikut,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيل  اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang miskin, (3) amil zakat, (4) para mu’allaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan) budak, (6) orang-orang yang terlilit utang, (7) untuk jalan Allah dan (8) untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. At Taubah: 60).
        Ayat ini dengan jelas menggunakan kata “innama” yang memberi makna hashr (pembatasan). Ini menunjukkan bahwa zakat hanya diberikan untuk delapan golongan tersebut, tidak untuk yang lainnya[1].


C.   Pandangan ulama

         Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz -mufti kerajaan Saudi Arabia- di masa silam ditanya, 
“Apakah merawat anak yatim termasuk dalam penyaluran zakat?” Beliau rahimahullah menjawab, “Jika yatim itu fakir (miskin), maka ia bagian dari orang-orang yang berhak menerima zakat, ia masuk golongan fakir dan miskin. Jika ia tinggal dalam keadaan fakir tidak memiliki pengganti orang tuanya yang menyantuninya dan tidak ada yang memberi nafkah untuknya, maka ia diberi zakat. Namun jika ada yang telah menafkahinya, ia sama sekali tidak berhak menerima zakat[2].
         Selanjutnya Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin menerangkan, “Wajib kita ketahui bahwa zakat sebenarnya bukanlah untuk anak yatim. Zakat itu disalurkan untuk fakir, miskin dan ashnaf (golongan) penerima zakat lainnya. Anak yatim bisa saja kaya karena ayahnya meninggalkan harta yang banyak untuknya. Bisa jadi ia punya pemasukan rutin dari dhoman al ijtima’i atau dari pemasukan lainnya yang mencukupi. Oleh karenya, kami katakan bahwa wajib bagi wali yatim untuk tidak menerima zakat ketika yatim tadi sudah hidup berkecukupan. Adapun sedekah, maka itu sah-sah saja (disunnahkan) diberikan pada yatim walau ia kaya.”
          Dalam perkataan lainnya, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang salah paham, ia sangka anak yatim boleh menerima zakat dalam segala keadaan. Padahal tidak seperti itu. Karena yatim tidak selamanya boleh mendapatkan zakat. Anak yatim tidaklah mendapatkan zakat kecuali jika dia termasuk delapan ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat). Dan asalnya yatim apalagi kaya, tidaklah menerima zakat sama sekali.” Jadi mungkin kebiasaan kita di lingkungan yang selama ini memberikan zakat fitrah untuk anak yatim mungkin perlu dikaji kembali[3].
         Oleh karena itu berdasarkan pendapat tersebut maka yang selama ini bahwa penyaluran zakat fitrah untuk anak yatim adalah tidak tepat dan tidak ada dasar hukumnya kecuali memang anak tersebut fakir,  miskin dan bukan karena berkedudukan sebagai anak yatim, hal ini agar sesuai hukum dan sasarannya tepat. Dalam perkataan lainnya, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Perlu diperhatikan bahwa sebagian orang salah paham, ia sangka anak yatim boleh menerima zakat dalam segala keadaan. Padahal tidak seperti itu. Karena yatim tidak selamanya boleh mendapatkan zakat. Anak  yatim  tidaklah mendapatkan  zakat  kecuali    jika  dia  termasuk delapan ashnaf (golongan yang berhak menerima zakat). Dan   asalnya yatim apalagi kaya tidaklah menerima zakat sama sekali[4].
         Rasulullah sebagaimana yang diungkapkan Abu Darda ra.. Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah seraya mengeluh atas kekerasan hatinya. Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau ingin hatimu menjadi lunak dan segala kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi. [HR Thabrani, Targhib, Al Albaniy : 254]  selanjutnya Rasulullah bersabda : Orang yang memiliki rasa kasih, ia akan dikasihi oleh dzat yang maha pengasih. Kasihilah orang-orang yang ada di muka bumi, niscanya mereka yang ada dilangit akan mengasihi kalian. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan lain-lain. As Silsilatu Shohihah : 925].
         Rasulullah saw bersabda : ”Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.”
        Dalam kesempatan lain,Dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah bersabda :”Dan barangsiapa yang membelaikan tangannya pada kepala anak yatim di hari Assyura, maka Allah Ta’ala mengangkat derajat orang tersebut untuk untuk satu helai rambut satu derajat. Dan barangsiapa memberikan (makan dan minum) untuk berbuka bagi orang mukmin pada malam Asyuro, maka orang tersebut seperti memberikan makanan kepada seluruh umat Muhammad SAW dalamkeadaan kenyang semuanya.”— Al Hadis.
Ya Rasullullah, sungguh mulia ahlakmu, sungguh banyak anak2 yatim-mu, pantaslah engkau disebut Abul Yatama (Bapaknya anak-anak Yatim) di seluruh dunia dari dulu hingga akhir zaman. Wahai para anak Yatim, sama halnya dengan gadis kecil dalam cerita di atas, Laa Tahzan, Janganlah kalian bersedih, justru berbanggalah kalian, karena Bapak kalian adalah Rasulullah saw, sang manusia suci, Kekasih Allah swt. Allahumma shali ala Muhammad wa ali Muhammad…
         Ditinjau dari hadist-hadist tersebut, maka jumhur ulama memandang Bahwa Anak Yatim adalah, Kaum yang pantas untuk dikasihi, namun bukan berarti Pantas untuk menerima zakat, karena zakat merupakan Harta yang dalam proses kesucian yang mewajibkan pada Umat Rosululloh untuk membersihkannya, atau dengan kata mudahnya, Harta tersebut tergolong Kotor. Sehingga wajib di sucikan.
Kesimpulannya, sungguh tak pantas Orang Yang Rosul Kasihi, menerima harta tersebut.
Anak yatim dan pembangunan masjid bukan merupakan pihak yang berhak mendapat harta zakat. Keduanya tidak termasuk mustahiq zakat. Jadi kalau niatnya zakat, malah tidak tepat. Kecuali, Bila Anak yatim tersebut Berada dalam Golongan yang telah ditugaskan menjadi Amilin Zakat, Maka tetap ada hak untuk menerimanya.
sedangkan Jika umat Islam ingin mendapat kemuliaan, membantu anak yatim, dapat dilakukan dengan mengeluarkan lagi harta yang lain di luar zakat. atau bila memiliki Zakat Profesi, sedang kita termasuk orang yang tidak mendukung pendapat adanya zakat profesi, maka tidak mengapa bila di alokasikan buat anak yatim. Atau untuk infaq membangun masjid yang biasanya butuh biaya besar[5].
       Demikian sekilas pemahaman zakat fitrah untuk anak yatim semoga tulisan ini ada manfaatnya amiin.


Blitar, 13 Juni 2017
Penulis

Drs. H. Sudono Al-Qudsi, M.H






              [1] Lihat  Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23: 312.
              [2] Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/13944
                [3] http://satoetoedjoehdelapan.blogspot.com/2016/06/anak-yatim-ini-tidak-berhak-mendapatkan.html
                [4] Majmu’ Al Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 18: 353

[5] https://www.facebook.com/notes/kumpulan-doa-doa-mustajabah/mustahikkah-anak-yatim-dalam-zakat-bagaimanakan-niat-menunaikan-zakat/185017088233669/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar