PESAN RAMADHAN
MUSUH TERBESAR ADALAH MEMERANGI HAWA NAFSU
a.
Pesan
moral
Hawa nafsu sebagai
musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling
besar adalah jihad melawan diri sendiri. Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah
diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia
dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari
ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adsalah
naluri Syahwat.
Hujjatul
Islam, Abû Hâmid al-Ghazâlî berkata: bahwa pada diri manusia terdapat empat
sifat, tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia, satu sifat berpotensi
mengantarkan manusia menuju pintu kebahagiaan. Pertama, sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ);
tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu.
Kedua, sifat buas (سَبُعِيَّةْ) ; tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan.
Yang kuat selalu menang sedangkan yang lemah selalu kalah meskipun benar.
ketiga sifat syaithaniyah; tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang
menjatuhkan martabat manusia.
Jika
ketiga tiga sifat ini lebih dominan atau lebih mewarnai sebuah masyarakat atau
bangsa niscaya akan terjadi sebuah perubahan tatanan social (keadaan
masyarakat) yang sangat mengkhawatirkan. Dimana keadilan akan tergusur oleh
kezhaliman, hukum bisa dibeli dengan rupiah, undang-undang bisa dipesan dengan
Dolar, sulit membedakan mana yang hibah mana yang suap, penguasa lupa akan
tanggungjawabnya, rakyat tidak sadar akan kewajibannya, seluruh tempat akan
dipenuhi oleh keburukan dan kebaikan menjadi sesuatu yang terasing, ketaatan
akhirnya dikalahkan oleh kemaksiatan dan seterusnya dan seterusnya.
Sedangkan
satu-satunya sifat yang membahagiakan adalah sifat rububiyah (رُبُوْبِيَّةْ);
ditandai dengan keimanan, ketakwaan dan kesabaran yang telah kita bina
bersama-sama sepanjang bulan Ramadhan. Orang yang dapat mengoptimalkan dengan
baik sifat rububiyah di dalam jiwanya niscaya jalan hidupnya disinari oleh
cahaya Al-Qur'an, prilakunya dihiasi budi pekerti yang luhur (akhlaqul
karimah). Selanjutnya, ia akan menjadi insan muttaqin, insan pasca Ramadhan,
yang menjadi harapan setiap orang. Insan yang dalam hari raya ini menampakkan
tiga hal sebagai pakaiannya: menahan diri dari hawa nafsu, memberi ma`af dan
berbuat baik pada sesama manusia sebagaimana firman Allah:
وَاْلكَاظِمِيْنَ
اْلغَيْظَ وَاْلعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ
"…dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS Ali Imran: 134)
b.
Pesan social
Pesan
sosial Ramadhan ini terlukiskan dengan indah. Indah disini justru terlihat pada
detik-detik akhir Ramadhan dan gerbang menuju bulan Syawwal. Dimana, ketika
umat muslim mengeluarkan zakat fithrah kepada Ashnafuts Tsamaniyah (delapan
kategori kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat), terutama kaum fakir
miskin tampak bagaimana tali silaturrahmi serta semangat untuk berbagi demikian
nyata terjadi. Kebuntuan dan kesenjangan komunikasi dan tali kasih sayang yang
sebelumnya sempat terlupakan tiba-tiba saja hadir, baik di hati maupun dalam
tindakan. Semangat zakat fitrah ini melahirkan kesadaran untuk tolong menolong
(ta`awun) antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, antara orang-orang
yang hidupnya berkecukupan dan orang-orang yang hidup kesehariannya serba kekurangan,
sejalan hatinya sebab كُلُّكُمْ
عِيَالُ اللهِ , kalian
semua adalah ummat Allah.
Dalam
kesempatan ini orang yang menerima zakat akan merasa terbantu beban hidupnya
sedangkan yang memberi zakat mendapatkan jaminan dari Allah SWT; sebagaimana yang
terkandung dalam hadis Qurthubi:
اِنّىِ
رَأَيْتُ اْلبَارِحَةَ عَجَاً رَأَيْتُ مِنْ اُمَّتِى يَتَّقِى وَهَجَ النَّارَ
وَشِرَرَهَا بِيَدِهِ عَنْ وَجْهِهِ فَجَائَتْ صَدَقَتُهُ فَصَارَتْ سِتْرًا مِنَ
النَّارِ
Artinya:
"Aku semalam bermimpi melihat kejadian yang menakjubkan. Aku melihat
sebagian dari ummatku sedang melindungi wajahnya dari sengatan nyala api
neraka. Kemudian datanglah shadaqah-nya menjadi pelindung dirinya dari api
neraka."
c.
Pesan jihad
Jihad
yang dimaksud di sini, bukan jihad dalam pengertiannya yang sempit; yakni
berperang di jalan Allah akan tetapi jihad dalam pengertiannya yang utuh,
yaitu:
بَذْلُ مَاعِنْدَهُ وَمَا فِى
وُسْعِهِ لِنَيْلِ مَا عِنْدَ رَبِّهِ مِنْ جَزِيْلِ ثَوَابِ وَالنَّجَاةِ مِنْ
اَلِيْمِ عِقَابِهِ
"Mengecilkan arti segala sesuatu yang dimilikinya demi mendapatkan keridhaannya, mendapatkan pahala serta keselamatan dari Siksa-Nya."
Pengertian
jihad ini lebih komprehensif, karena yang dituju adalah mengorbankan segala
yang kita miliki, baik tenaga, harta benda, atapun jiwa kita untuk mencapai
keridhaan dari Allah; terutama jihad melawan diri kita sendiri yang disebut
sebagai Jihadul Akbar, jihad yang paling besar. Dengan demikian, jihad akan
terus hidup di dalam jiwa ummat Islam baik dalam kondisi peperangan maupun
dalam kondisi damai. Jihad tetap dijalankan.
Dalam
konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan bukanlah jihad
mengangkat senjata. Akan tetapi jihad mengendalikan diri dan mendorong
terciptanya sebuah sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan sejahtera
serta bersendikan atas nilai-nilai agama dan ketaatan kepada Allah.
Mengingat
adanya aliran Islam yang mengkampanyekan jihad dengan senjata di negara damai
Indonesia ini, maka perlu untuk ditekankan lebih dalam bahwa jihad seharusnya
dilandasi niat yang baik dan dipimpin oleh kepala pemerintahan, bukan
oleh kelompok atau aliran tertentu. Jangan sampai mengatasnamakan kesucian
agama, akan tetapi tidak bisa memberikan garansi bagi kemaslahatan umat Islam.
Islam haruslah didesain dan bergerak pada kemaslahatan masyarakat demi mencapai
keridhaan Allah dan kemajuan ummat. Pengalaman pahit salah mengartikan jihad
menjadikan Islam dipandang sebagai agama teroris. Padahal Islam sebenarnya
adalah rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil alamin), agama yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kedamaian.
Dalam
konteks masyarakat Indonesia saat ini, jihad yang kita butuhkan adalah upaya
mendukung terbangunnya sebuah sistem sosial yang bermartabat, berkeadilan dan
sehatera yang bersendikan pada ketaatan kepada Allah. Jihad untuk mengendalikan
hawa nafsu dari seluruh hal yang dapat
merugikan diri kita
sendiri, terlebih lagi merugikan orang lain.
رُوِىَ اَنَّ بَعْضَ
الصَّحَابَةِ قَالُوْا يَا نَبِيَّ اللهِ لَوَدَدْنَا اَنْ نَعْلَمَ اَيَّ
التِّجَارَةِ اَحَبُّ اِلَى اللهِ فَنَتَجَرُّ فِيْهَا فَنُزِلَتْ (يآاَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلىَ تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ
اَلِيْمٍ. تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ وَتُجَاهِدُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ
بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّاتِ
عَدْنٍ ذَلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْمُ)
"Diriwayatkan
bahwa sebagian sahabat mendatangi Rasulullah. Ketika berjumpa, salah seorang
dari mereka berkata: "Wahai Nabi Allah, kami ingin sekali mengetahui
bisnis apa yang paling dicintai oleh Allah agar kami bisa menjadikannya sebagai
bisnis kami". Kemudian diturunkan ayat:
يآاَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا هَلْ اَدُلُّكُمْ
عَلىَ تِجَارَةٍ تُنْجِيْكُمْ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ. تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
وَرَسُوْلِهِ وَتُجَاهِدُوْنَ فِى سَبِيْلِ اللهِ بِاَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ
ذَالِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ. يَغْفِرْ لَكُمْ
ذُنُوْبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا اْلاَنْهَارُ
وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ اْلفَوْزُ اْلعَظِيْمُ
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? yaitu) kamu beriman
kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di
dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar." (QS
Ash-Shaff:10-12)
Dalam
konteks sosial masyarakat kita saat ini, dimana masih banyak sektor sosial yang
perlu pembenahan lebih lanjut. Maka makna jihad harus mengacu pada pengentasan
masalah-masalah sosial. Oleh sebab itu, sudah selayaknya pada momentum lebaran
saat ini, bukan hanya pakaian yang baru akan tetapi gagasan-gagasan baru juga
harus dikedepankan untuk mengentaskan masalah-masalah sosial yang selama ini
membelenggu kemajuan umat Islam Indonesia pada khususnya dan bangsa dan negara
Indonesia pada umumnya.
Demikian semoga ada manfaatnya
amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar