JANGKAUAN PASAL 84 AYAT (4) UU NOMOR 7
TAHUN 1989
TENTANG PERADILAN AGAMA
Oleh : Drs. H. Sudono, M.H[1].
Kewajiban adalah peran yang sifatnya imperatif atau harus dilaksanakan.
Bila kewajiban tidak dilakukan maka seseorang dapat dikenakan sanksi, baik
secara hukum maupun sanksi sosial[2].
Menurut KBBI, arti kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, atau
sesuatu yang harus dilaksanakan[3].
Menurut Prof. R. M. T. Sukamto Notonagoro bahwa kewajiban
adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh pihak tertentu dengan rasa tanggung
jawab yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan[4].
“Kewajiban
Hukum” merupakan suatu kewajiban dalam suatu organisasi atau dalam suatu
kegiatan sehari-hari, dimana setiap orang wajib mentaati setiap peraturan yang
ada, baik itu aturan dalam suatu perusahaan, aturan mengenai kode etik profesi
dalam suatu organisasi ataupun aturan-aturan lainnya[5].
Jadi sangat jelas bahwa kewajiban hukum bagi setiap orang wajib ditaati, namun
dibalik itu ada kepentingan hukum yang lebih diutamakan guna menghindari
keadaan yang lebih parah.
Sehubungan dengan pengertian “kewajiban” dalam
tulisan ini pasal 84 ayat (4) UU No. 7 tahun 1989
menyebutkan: Panitera berkewajiban
memberikan akta cerai sebagai surat bukti cerai kepada para pihak
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh
kekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada para pihak. Selanjutnya
dalam penjelasan Pasal 84 Ayat (4) dinyatakan
Cukup jelas. Lalu apa yang bisa dijangkau dari pasal 84 ayat (4)
UU.No.7/1989 ?
Panitera berkewajban memberikan akta cerai, Karena pasal tersebut sangat
jelas dan tegas dan bersifat inperatif. Karena itu “berkewajiban memberikan
akta cerai” , yang dimaksud bahwa Panitera punya kewajiban hukum
yang dibebankan oleh UU. Kalau UU menyatakan bahwa pasal 84 ayat (4) UU Nomor 7
tahun 1989 cukup jelas, berarti untuk menyimpangi aturan tersebut diperlukan
contra legem , analoq agar mendapatkan keyakinan dalam menerapkan pasal
tersebut. Oleh Karena itu penulis berpendapat bahwa :
a. Adanya kewajiban
hukum
- Panitera membuat dan menandatangani Akta
Cerai, lalu memberikannya kepada para pihak adalah
“kewajiban hukum”. yang dibebankan oleh UU di pundak Panitera.
- SAMA dengan kewajiban hakim mendamaikan para pihak dalam persidangan
adalah kewajiban hukum, sehingga kalau pemeriksaan perkara perceraian (perdata)
tanpa didamaikan maka melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan[6].
Karenanya inilah “kewajiban hukum” yang dibebankan oleh UU di pundak Hakim.
- SAMA dengan kewajiban kepala Desa /Lurah yang
mendapat amanat menyampaikan panggilan yang tidak bertemu para pihak[7] .
Kepala Desa/Lurah diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu
pada orang itu sendiri, inilah “kewajiban hukum” yang dibebankan oleh UU di
pundak Kepala Desa/Lurah.
- Dari ketiga contoh diatas maka jangkauan
Panitera berkewajiban memberikan akta cerai kepada para pihak
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh
kekuatan hukum tetap, harus dibaca
dengan menganalogikan kasus ini dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penyampaian
Salinan Putusan.
- Pasal 64 A Undang Undang Nomor 50 Tahun
2009 menentukan bahwa pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan kepada para
pihak dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
putusan diucapkan.
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 1
Tahun 2011 pada pokoknya menyatakan bahwa Pasal 64 A Undang Undang Nomor 50 Tahun
2009 harus dibaca bahwa dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak perlu
menyampaikan salinan putusan kepada para pihak, akan tetapi salinan putusan
harus sudah dipersiapkan dalam waktu tersebut.
-
Karena pasal 84 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1989
cukup jelas maka jangkauan yang dapat dilakukan yaitu dengan menganalokkan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1
Tahun 2011 bahwa Panitera berkewajiban
memberikan akta cerai kepada para pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, harus sudah dipersiapkan dalam waktu
tersebut, dan Panitera tidak
perlu membuat PEMBERITAHUAN PUTUSAN
TELAH BERKKEKUATAN HUKUM TETAP yang berisi agar Tergugat / Penggugat dapat
mengambil akta cerainya sejak pemberitahuan ini di Pengadilan Agama……..
b. Adanya kepentingan
hukum
- Kepentingan hukum diperbolehkan sepanjang
demi kepentingan umum bukan untuk kepentingan organisasi, kantor apalagi untuk pribadi. Hubungannya dengan Akta
Cerai siapa yang mempunyai kepentingan hukum Panitera atau para pihak ?
- Bahwa yang punya kepentingan hukum
terhadap Akta Cerai adalah para pihak, bukan panitera, karena itu penulis
serujuk dengan SE- MA Nomor 1 Tahun 2011 bahwa Panitera berkewajiban memberikan akta cerai
kepada para pihak selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari terhitung setelah putusan yang memperoleh kekuatan hukum
tetap, yang dimaksud “memberikan” harus
sudah dipersiapkan dalam waktu tersebut, karena Panitera tidak ada kepentingan
hukum terhadap Akta Cerai.
Kesimpulan
Bahwa karena dalam pasal 84 ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1989 cukup jelas
maka Panitera mempunyai kewajiban hukum harus sudah menyiapkan dan memberikan Akta Cerai kepada para pihak yang sudah dipersiapkan dalam waktu tersebut.
Demikian tulisan ini semoga ada manfaatnya, amiin ,
terimakasih
Lamongan, 17 September 2020
Penulis
Drs. H. Sudono, M.H.
[1]
Hakim Utama Muda Pengadilan Agama Lamongan
[2] https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-kewajiban.html
[3]
Ibid
[4]
Ibid
[5] https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20111003215535AALoUOu
[6]
Pasal 3 ayat (3) Perma Nomor 1 Tahun 2016
[7]
Pasal 390(1) HIR, Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah
ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya
atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya
atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat
jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu
pernyataan menurut hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar