PERMOHONAN PERUBAHAN BIODATA DALAM AKTA
NIKAH
DAN PERMASALAHAN HUKUMNYA[1]
Oleh : Drs. H. Sudono , M.H.
Pendahuluan
Kompetensi absolut Pengadian Agama bertambah satu lagi yaitu perkara
permohonan “Perubahan Biodata” dalam akta nikah, setelah terbitnya pasal 34 ayat 2 Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah sebagai
landasan hukum terkait perubahan biodata, karena salah satu peristiwa penting adalah
kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati,
perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak,
perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
Dalam pasal 34 ayat 2 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah, “Perubahan yang menyangkut biodata suami,
isteri ataupun wali harus berdasarkan kepada putusan Pengadilan pada wilayah
yang bersangkutan.” Sebelumnya, dalam pasal 1 ayat 5 dijelaskan: “Pengadilan
adalah Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.”
Dengan adanya peraturan
Menteri Agama tersebut, menjadi dasar bagi pejabat pencatat nikah di KUA
Kecamatan untuk menolak melakukan perubahan data dalam buku nikah tanpa adanya
penetapan Pengadilan Agama. Dalam pelaksanaannya pun tidak dibedakan
antara perubahan yang menyangkut dengan perubahan biodata yang sama sekali
berbeda dengan sebelumnya, dan perubahan yang menyangkut kesalahan tulis
redaksional oleh pihak KUA Kecamatan, kesemuanya haruslah berdasarkan Putusan/Penetapan
Pengadilan Agama.
Permasalahan:
1.
Perubahan biodata yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya
2.
Perubahan biodata yang menyangkut kesalahan tulis redaksional
3.
Apakah perubahan biodata dapat
menjangkau selain dalam akta nikah
Tatacara mengajukannya :
-
Untuk mengajukan perkara permohonan perubahan
biodata diperlukan suami sebagai pemohon 1 dan istri sebagai pemohon II.
-
Membuat surat permohonan perkara perubahan
biodata
-
Ditujukan kepada ketua pengadilan agama yang
mewilayahi dimana pemohon bertempat tinggal dan surat permohonannya
ditandatangani pemohon.
-
Menguraikan peristiwa hukum sebagai positanya
-
Mencantumkan petitum yang jelas
Pembahasan :
1.
Untuk menjawab permasalahan yang pertama yaitu
tentang perubahan biodata yang sama
sekali berbeda dengan sebelumnya , tidak cukup dibuktikan dengan bukti-bukti
tertulis semata, apalagi dibuktikan dengan KTP, FASPORT, KK, dan bukti-bukti
lainnya yang diterbitkan setelah AKTA NIKAH. Karena itu perlu dipertanyakan ada
apa dan untuk apa mengajukan permohonan perubahan biodata dalam akta nikah,
yang seakan-akan menyalahkan petugas KUA yang telah memproses perkawinannya, akan tetapi harus menghadirkan saksi-saksi
yang benar-benar melihat, mengetahui dan mendengarkan atas peristiwa yang terjadi seperti panggilan
sehari-harinya pemohon itu siapa dan
lain sebagainya, cermati dan harus extra hati-hati dalam menemukan fakta di persidangan.
2.
Untuk menjawab permasalahan yang kedua cukup sederhana,
diperlukan bukti autentik yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang seperti
adanya AKTA KELAHIRAN, IJAZAH, KARTU
KELUARGA, PUTUSAN/PENETAPAN PENGADILAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP, sepanjang bukti-bukti autentik tersebut telah
dikeluarkan tanggal dan tahunnya lebih dahulu dari pada AKTA NIKAH yang
dikeluarkan kemudian.
3.
Tentang jawaban yang ketiga,
berdasarkan redaksi pasal 34 ayat 2
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang
pencatatan nikah , dinyatakan : Perubahan yang menyangkut biodata suami,
istri ataupun wali harus berdasarkan kepada putusan Pengadilan pada wilayah
yang bersangkutan.
Berdasarkan redaksi pasal diatas
menyangkut : nama suami, istri, bin----/ binti----- nama wali , termasuk tanggal lahir mereka, semua
termasuk dalam jangkauan biodata dalam akta nikah. Oleh karenanya tidak menampung
perubahan biodata yang tidak tertulis dalam akta nikah dimaksud. Sedangkan
untuk merubah biodata yang telah dikabulkan oleh Pengadian caranya : perbaikan penulisan dilakukan dengan mencoret kata yang salah dengan tidak
menghilangkan tulisan salah tersebut , kemudian menulis kembali perbaikannya
dengan dibubuhi paraf oleh PPN , dan diberi stempel KUA ( pasal 34 ayat 1).Tujuan perbahan biodata antara lain, untuk
ibadah haji, umroh, bekerja di luar negeri, atau kepentingan lainnya yang
membutuhkan kepastian hukum.
Blitar, 5 Juli 2018
Penulis
Drs. H. Sudono Al-Qudsi, M.H
[1]
Disampaikan dhadapan Penyuluh Agama Islam Non PNS dan PNS se Kabupaten Blitar
di Gedung FKUB Kanigoro Blitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar