Senin, 04 Mei 2015





TENTANG 1/3 GAJI BAGI ISTRI PNS

                 Menimbang bahwa, pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 Jo. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 menentukan : Apabila perceraian atas kehendak pegawai negeri sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istrinya dan anak-anaknya. Dan pada ayat (2)  dari pasal 8 tersebut, menentukan bagian untuk istri adalah 1/3 bagian dari gaji .
                Menimbang bahwa penerapan ketentuan dari pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 Jo. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 menurut Majlis Hakim tidak tepat dan tidak memenuhi rasa keadilan.
                 Menimbang bahwa, Mahkamah Agung RI. melalui putusannya nomor 78/K/AG/2001, tanggal 10 – 10 – 2002 berpendapat bahwa dalam hukum Islam kewajiban suami terhadap istrinya yang dijatuhi talak adalah hanya mengenai  nafkah iddah dan mut’ah, maka berdasarkan pendapatnya itu Mahkamah Agung RI tidak menerapkan pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 Jo. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990, selanjutnya Mahkamah Agung mewajibkan kepada bekas suami untuk membayar nafkah iddah dan mut’ah.
                  Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Penggugat rekonpensi sepanjang mengenai hak 1/3 gaji untuk Penggugat rekonpensi dikesampingkan. Namun demikian jika Penggugat rekonpensi sebagai istri yang akan dijatuhi talak oleh Tergugat rekonpensi tidak diberi bagian dari gaji Tergugat rekonpensi juga tidak adil, karena bagaimanapun Penggugat rekonpensi tetap berperan dan ikut andil dalam membangun karir Tergugat rekonpensi dimana Tergugat rekonpensi dilingkungan Dinas Kesehatan dimana ia bekerja hingga sekarang ini.
                  Menimbang bahwa, meskipun Penggugat rekonpensi tidak menuntut nafkah iddah da mut’ah maka Majlis Hakim karena jabatannya sebagaimana maksud pasal 149 huruf b Kompilasi Hukum Islam dan pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 maka layak apabila Tergugat rekonpensi dibebani untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah sesuai dengan kemampuannya kepada Penggugat rekonpensi yang besarnya sesuai dengan amar putusan ini.
                  Menimbang bahwa, berdasarkan bukti T3. Maka untuk menentukan besarnya nafkah iddah Penggugat rekonpensi Majlis hakim berpendapat bahwa layak apabila Penggugat rekonpensi berhak mendapatkan tiga kali dari yang pernah diterimanya yaitu Rp. 1.107.600,-
                   Menimbang bahwa, tergugat rekonpensi sebagai perawat di Puskesmas Wongsorejo diduga telah mempunyai penghasilan tetap setiap bulannya ( sebagaimana bukti T.3.4.5. dan P.2.3.6.8 ) maka pemberian mut’ah haruslah digabung dengan pemberian sebagian gaji Tergugat rekonpensi yang harus dibayar sekaligus sehingga diharapkan Tergugat rekonpensi setelah perceraian ini tidak punya beban lagi terhadap Penggugat rekonpensi, begitu juga bagi Penggugat rekonpensi jika ingin membina rumah tangga dengan pria lain tidak ada rasa bimbang karena tidak ada lagi terkait dengan pembagian gaji dari Tergugat rekonpensi.
         Meimbang bahwa, rumah tangga  Penggugat rekonpensi dengan Tergugat rekonpensi sudah cukup lama sejak  1984 hingga sekarang ini maka sudah sepantasnya Tergugat rekonpensi dibebani  untuk memberikan mut’ah yang layak kepada Penggugat rekonpensi yang besarnya sebagaimana dalam amar putusan ini.

 Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas  maka Majlis berpendapat bahwa Tergugat rekonpensi layak dibebani untuk memberikan mut’ah kepada Penggugat rekonpensi sebesar Rp 4.430.400,- hal tersebut sesuai dengan ibarat dalil dalam kitan Bughyatul Musytarsyidin  halaman 214 :--------dst...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar