Selasa, 10 Juli 2012


S Y I R K A H
0leh :   Drs. Sudono,  M.H.

Pengertian syirkah :
Secara etimologis syirkah atau syarikah adalah percampuran atau kemitraan antara beberapa mitra, atau perseroan. Sedangakan secara terminologis syirkah atau syarikah adalah perserikatan dalam kepemilikan hak untuk melakukan tasharruf ( pendayagunaan harta ).Kalimat perserikatan dalam kepemilikan hak dapat mencakup semua macam syirkah kepemilikan, baik sebab warisan, wasiat, hibah, harta rampasan perang dan lain sebagainya.

           Macam-macam syirkah :
1.     Syirkah ibahah, yaitu orang pada umumnya berserikat dalam hak milik untuk mengambil atau menjaga sesuatu yang mubah yang pada asalnya tidak dimiliki oleh seorangpun.
2.    Syirkah milk, yaitu jika dua orang atau lebih memiliki suatu barang atau hutang secara bersama-sama karena suatu sebab kepemilikan, seperti membeli, hibah dan menerima wasiat.
3.     Syirkah  al aqd (transaksi ) yaitu suatu istilah mengenai transaksi antara dua orang atau  lebih untuk bekerja secara komersial melalui modal atau pekerjaan atau jaminan nama baik ( al wujuh ) agar keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.
Dalam pasal 134 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah  KHES ) bahwa syirkan dapat dilakukan dalam bentuk syirkah amwal. Syirkah abdan dan syirkah wujuh. Syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk, syirkan ‘inan, syirkah mufawwadhah dan syirkah mudharabah (pasal 135 ).ternyata baik dalam kitab-kitab fiqih maupun dalam KHES ada kesamaan makna maupun tujuannya yang antara lain adalah untuk  mendapatkan keuntungan.

Dasar Hukum Syirkah :
Yaitu berdasarkan Al qur’an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas.
Al Qur’an surat  al Kahfi ayat 19 menyebutkan :
فا بعثوا احد كم بو رقكم هذه الي المد ينة فلينظر ايها ازكي طعا ما فليا ْ تكم برزق منه
Maka suruhlah  salah seorang diantara  kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, lalu hendaklah dia membawa makanan itu untukmu .
Yang dimaksud uang perak berdasarkan ayat diatas adalah uang milik bersama bagi Ash Habul Kahfi.
Dasar Hadis ,  antara lain bersumber dari as Sa’ib ibnu Abi Sa’ib bahwa ia berkata kepada Nabi SAW.
كنت شريكي في الجاهلية فكنت خير شريكي لا تداريني ولا تماريني
Dulu pada jaman jahiliyah engkau menjadi mitraku. engkau mitra yang paling baik, engkau tidak menghianatiku dan tidak membantahku ( Riwayat Abu Dawud, An Nasa’I dan Al Hakim ).

Dasar Ijma’ :
Bahwa kita telah melihat kaum muslimin mempraktekkan syirkah dalam perdagangan sejak abad pertama sampai saat ini, tanpa ada seorangpun yang menyangkalnya.

Dasar Qiyas :
Bahwa manusia membutuhkan kerjasama ( syirkah ), karenanya Islam melegalkannya, disamping itu karena melarang syirkah akan menyebabkan kesulitan bagi manusia. Islam tidak hanya membolehkan syirkah, tetapi lebih dari itu Islam menganjurkannya, sebagaimana disebut dalam surat al Jumu’ah ayat 10, … dan carilah karunia Allah.

Rukun Syirkah :
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun syirkah hanya satu, yaitu shighat ( ijab dan qabul ), karena shighat lah yang mewujudkan adanya transaksi syirkah.
Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada empat yaitu : shighat, ‘aqidain ( dua orang yang melakukan transaksi ) dan al ma’qud alaih ( obyek yang ditransaksikan ).

Syarat syirkah :
Ada syarat yang disepakati ulama madzhab fiqh yaitu :
1.  Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan/keahlian untuk mewakilkan dan menerima perwakilan, karena masing –masing pihak sebagai wakil mitranya dalam membelanjakan harta.
2.     Modal syirkah diketahui
3.     Modal syirkah ada pada saat transaksi.
4.     Besarnya keuntungan diketahui dengan penjumlahan yang berlaku.
Adapun syarat syirkah yang diperselisihkan yaitu :
1.     Menurut Syafi’iyah, modal syirkah berasal dari barang yang ada padanannya, yakni barang yang dapat ditakar atau ditimbang. Selain itu juga harus berupa barang yang boleh diperjualbelikan dengan salam, seperti emas dan perak. Madzhab lain tidak menyebutkan demikian, Bahkan Hanafiyah dan salah satu riwayat dari hanabilah menyebutkan bahwa modal syirkah harus berupa nilai ( harga ), bukan barang, meskipun dapat ditakart dan ditimbang, adapun Malikiyah dan riwayat lain dari Hanabilah berpendapat bahwa modal syirkah tidak disyaratkan berupa barang mitsl ( yang dapat ditakar dan ditimbang ), tetapi boleh selain barang mitsl.
2.     Syafi’iyah mensyaratkan bahwa untuk keabsahan syirkah, dua harta harus bercampur, tetapi fuqoha’ tidak mensyaratkan hal itu.
3.     Malikiyah dan Syafi’iyah mensyaratkan bahwa dalam pembagian keuntungan ditentukan persentase modal seorang mitra yang diinvestasikan dari keseluruhan modal syirkah. Berbeda dengan Hanafiyah dan Hanabilah yang berpendapat bahwa pembagian keuntungan boleh didasarkan pada kesepakatan para mitra.

Hukum Transaksi syirkah :
Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa transaksi syirkah adalah transaksi yang boleh, tidak wajib ( mengikat ). Ibnu Yunus dari kalangan Malikiyah berpendapat bahwa syirkah wajib setelah terjadi transaksi dan masing-masing dari dua belah pigak tidak boleh menarik diri, seperti pada transaksi jual beli. Maksud tidak wajib ( tidak    mengikat ) bahwa masing-masing mitra syirkah boleh membatalkan kemitraannya kapanpun ia menghendaki meskipun tanpa kerelaan mitra yang lain. Hal ini karena transaksi syirkah merupakan wakalah ( pemberian kuasa ) masing-masing mitra kepada mitra lainnya, sedangkan wakalah adalah transaksi yang tidak wajib.
Hanafiyah berpendapat bahwa pembatalan dari kemitraan harus diketahui  oleh mitra lainnya  karena dapat merugikan mitra lainnya, sedangkan tindakan  merugikan itu dilarang.

Pencatatan transaksi syirkah :
Ada anjuran bahkan keharusan untuk mencatatkan transaksi syirkah karena sebagai dokumentasi, tindakan preventif dan upaya untuk menghindari pertikaian dan perpecahan diantara anggota-anggota syirkah. Bahkan dalam Undang-Undang modern pencataan transaksi syirkah menjadi keharusan formal.
Ketika control agama terhadap pribadi semakin melemah, dan para penjahat semakin kaya strategi, pendapat yang mewajiban adanya dokumentasi tercatat dalam transaksi syirkah merupakan hal yang relevan dalam upaya merealisasikan kemaslahatan dan sebagai bentuk antisipasi terhadap timbulnya kejahatan.

Konsekuensi  logis dari legalitas anggota syirkah :
1. Syirkah mempunyai tanggungan modal tersendiri yang terpisah dari tanggungan modal bagi anggota-anggota syirkah sehingga bagi para kreditor dalam syirkah mempunyai jaminan umum terhadap kekayaan syirkah. Jika anggotanya mempunyai hutang, tidak boleh membayarnya dengan uang perusahaan.
2.  Harus  ada  orang yang mempunyai otoritas terhadap syirkah ketika melakukan transaksi dan pembayaran dengan pihak lain, yaitu seorang direktur, sehingga semua kegiatan berjalan atas namanya.
3. Syirkah harus mempunyai eksistensi yang independen, lokasi yang independen, nama , alamat dan bangsa sesuai dengan Negara tempat perusahaan.
Menurut buku Enslikopedi Fiqh Muamalah, oleh Prof. Dr. Abdullah Bin Muhammad Ath Thayyar dkk. Halaman 274, setelah beliau membandingkan beberapa kajian Imam Madzhab dapat ditarik kesimpulan bahwa yang paling baik syirkah itu dibagi menjadi 4 macam yaitu :
1.  Syirkah amwal ( harta ) yaitu syirkah yang didirikan berdasarkan asas kepemilikan bersama di antara para anggota dalam hal modal.
2.  Syirkah a’mal atau abdan (pekerjaan), yaitu syirkah yang didirikan berdasarkan asas tenaga fisik untuk melaksanakan suatu pekerjaan, produksi, atau yang lainnya.
3. Syirkah wujuh ( nama baik ), yaitu syirkah yang didirikan dengan mengandalkan kepercayaan ( nama baik ) para anggota syirkah. Mereka tidak mempunyai modal ataupun keperjaan. Ketiga pembagian diatas masih dibagi lagi menjadi dua macam yaitu mufawadhah dan ‘inan.
4.   Syirkah mudharabah ( bagi hasil ), yaitu syirkah yang didirikan berdasarkan  asas kepemilikan modal dan tenaga untuk melaksanakan pekerjaan secara bersamaan.
Di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah pasal  134 pembagian syirkah ada 3 macam yaitu syirkah amwal, syirkah abdan dan syirkah wujuh.

Syirkah Amwal :
Dalam kerjasama modal, setiap anggota syirkah harus menyertakan modal berupa uang tunai atau barang berharga ( pasal 146 KHES )
Syirkah amwal masih dibagi dua lagi yaitu : syirkah ‘inan dan syirkah mufawadhah.sedangkan menurut pasal 135 KHES syirkah amwal dan syirkah abdan dapat dilakukan dalam bentuk syirkah ‘inan, syirkah mufawadhah, dan syirkah mudharabah.

a.     Syirkah ‘Inan
Menurut etimologis  kata ‘inan berasal dari ya’innu, jika tampak dihadapanmu. Demikian ini karena jelasnya harta (modal ) masing-masing anggota syirkah , atau karena ia merupakan syirkah yang paling jelas diantara macam-macam syirkah yang lain. Sedangkan ‘inan secara terminologis adalah transaksi yang mengikat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang masing-masing anggota mempunyai saham dengan memberikan sejumlah persentase modal untuk berdagang dan mereka mendapatkan bagian dari keuntungannya. Oleh karenanya hukum syirkah ‘inan ini dibolehkan.

b.     Syirkah Mufawwadhah
Disebut mufawwadhah karena  masing-masing dari dua orang yang berserikat menyerahkan urusan urusan pembelanjaan modal syirkah kepada mitranya.
-         Hanafiyah, mendefinisikan  syirkah mufawwadhah : dua orang berserikat yang keduanya sama dalam hal modal, hak membelanjakan modal, dan hutang karena ia merupakan syirkah umum yang mencakup semua jenis perdagangan , dan masing-masing menyerahkan urusan syirkah kepada mitranya secara total.

-      Malikiyah, dalam menginterpretasikan  syirkah mufawwadhah, berpendapat bahwa masing-masing dari dua orang yang berserikat menyerahkan pendayagunaan modal kepada mitranya saat berada ditempat yang jauh maupun ada ditempat, menjual, membeli, menyewakan, dan menerima sewaan untuk semua jenis usaha maupun sebagian usaha tertentu saja.

-    Syafi’iyah dan Hanabilah, dalam salah satu dari dua intrepretasinya terhadap mufawwadhah, menyatakan bahwa perserikatan dalam usaha komersial yang dapat menguntungkan dua anggota syirkah yang keduanya menanggung kerugian, baik akibat  tindakan ghashab, kerusakan, atau jual beli yang rusak, dan lain sebagainya.karena itu syirkah mufawwadhah hukumnya boleh.

Syarat-syarat syirkah mufawwadhah :
1. Semua anggota syirkah mempunyai kecakapan  melakukan  transaksi  kafalah ( jaminan ).
2.     Persamaan dalam jumlah modal
3.  Anggota syirkah mufawwadhah tidak boleh memiliki harta selain harta syirkah.
4.     Syirkah bergerak dalam bidang perdagangan pada umumnya
5. Dilakukan dengan lafad mufawwadhah atau sesuatu yang dapat menggantikannya sesuai dengan maksud.

c.      Syirkah mudharabah
Secata Etimologis, Penduduk Hijaz menyebutnya dengan qiradh yang terambil dari kata qardh yang berarti potongan. Demikian ini karena pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diberikan kepada pekerja agar menggunakannya untuk berdagang.

Lain lagi dengan penduduk Irak  mereka menyebutnya dengan mudharabah yang berasal dari kata dharaba-dharban/madhraban, artinya berjalan dimuka bumi dan keluar untuk berniaga atau berperang, jadi qardh maupun mudharabah adalah semakna meskipun kata-katanya berbeda.
Sedangkan secara Terminologis, syirkah mudharabah adalah transaksi perserikatan antara dua orang atau lebih yang salah satu pihak memberikan modal dan pihak lainnya melakukan pekerjaan dan keuntungan dibagi berdua sesuai dengan kesepakatan.
Syirkah mudharabah hukumnya diperbolehkan, karena berdasarkan ijma’ yang disandarkan kepada ayat-ayat Alqur’an dan hadis., disamping itu umat Islam membutuhkan karena tidak semua orang yang mempunyai harta memiliki keahlian dalam mendayagunakan dan mengembangkan hartanya, begitu pula sebaliknya, tidak semua orang yang mampu mengembangkan harta dan melakukan pekerjaan mempunyai modal. Dengan demikian, eksistensi syirkah mudharabah dapat merealisasikan kemaslahatan kedua belah pihak.

Mayoritas Fuqoha’ berpendapat bahwa al mudharabah disyari’atkan dengan tidak sejalan dengan qiyas, tetapi merupakan pengecualian. Hal ini karena qiyas yang berlaku adalah tidak boleh mempekerjakan dengan upah yang tidak diketahui atau dengan upah yang tidak ada, dan pekerjaanpun juga tidak diketahui.

Sebagian Fuqoha’ terutama Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Qayyim berpendapat bahwa  mudharabah diyari’atkan sesuai dengan qiyas karena mudharabah termasuk kategori perserikatan, bukan tukar menukar. Pendapat inilah yang rajah (valid) karena pemilik modal berserikat dengan pekerja untuk melakukan aktivitas komersial dengan konsekwensi yang sama, baik untung maupun rugi, sebagaimana yang dituntut dalam mudharabah adalah modal, bukan pekerjaan seorang pelaksana. Oleh karena itu, mudharabah berbeda dengan ijarah.

 Dasar Hukumnya :

a.     Alqur’an surat Al Muzammil ayat 20,
“……Dia mengetahui, bahwa aka nada diantara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah …”.

Al Baqoroh ayat 198 :
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan ) dari Tuhanmu…”.

b.     Hadis Rasul :
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia menyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, maka yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut, Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah dan Rasulullah membolehkannya. H.R. Thabrani.

Dari Shalih bin Suhaib ra. Bahwa Rasulullah bersabda : tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah ( mudharabah ), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual, H.R. Ibnu Majah.

Bentuk kerja sama boleh  dilakukan sesama  muslim , atau antara sesama non muslim, termasuk antara muslim dengan non muslim. Melakukan muamalah dengan mereka diperbolehkan, namun orang non muslim tidak boleh menjual yang haram ( seperti minuman keras, babi ) ketika mereka melakukan kerjasama dengan orang muslim.

Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan : Rasulullah  SAW. Telah mempekerjakan penduduk Khaibar ( padahal mereka orang-orang yahudi ) dengan mendapat bagian dari hasil panen buah dan tanaman.

Hadis dari Bukhari, dengan sanad dari Aisyah :
“…. Rasulullah SAW. pernah membeli makanan dari orang Yahudi lalu menggadaikan baju besi kepada orang Yahudi tersebut.

Imam at Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, Nabi SAW. telah wafat , sedangkan baju besi beliau tergadaikan dengan dua puluh sha’ makanan ( sama dengan 43,52 kg. gandum) yang beliau ambil untuk menghidupi keluarga beliau “.

Iman at Tirmidzi pernah meriwayatkan hadis dengan sanad dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW. telah mengutus kepada seorang Yahudi untuk meminta dua baju ( untuk diserahkan ) kepada Maisaroh.’

c.      Ijtihad :

Para ulama beralasan bahwa praktek mudharabah dilakukan sebagian sahabat, sedangkan sahabat lain tidak membantah. Bahkan harta yang dilakukan secara mudharabah itu di zaman mereka kebanyakan adalah harta anak yatim, oleh sebab itu, berdasarkan ayat, hadis, dan praktek para sahabat, para ulama fiqh menetapkan, bahwa akad mudharabah bila telah memenuhi rukun dan syaratnya, hukumnya adalah boleh.

Rukun dan syarat mudharabah :

Didalam pasal 188 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah , disebutkan bahwa rukun kerjasama dalam modal dan usaha adalah :
a.     Shahibul mal/ pemilik modal
b.     Mudharib/pelaku usaha dan
c.      Akad.
Pemilik modal dan pengelola , syaratnya harus  mampu melakukan transaksi dan sah menurut hukum, keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak, sehingga diperlukan 3 tindakan bagi mudharib yaitu :
a)   Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kontrak, yaitu menyangkut seluruh pekerjaan utama dan sekunder yang diperlukan dalam pengelolaan usaha berdasarkan kontrak.
b) Tindakan yang berhak dilakukan mudharib berdasarkan kekuasaan perwakilan secara umum, yaitu tindakan yang tidak ada hubungannya  dengan aktivitas utama tapi membantu melancarkan jalannya usaha.
c)   Tindakan yang tidak berhak dilakukan mudharib tanpa izin eksplisit dari penyedia dana, misalnya meminjam atau menggunakan dana mudharabah untuk keperluan pribadi.
Tindakan yang dilakukan shahibul mal dalam mudharabah antara lain adalah tindakan yang berhubungan dengan pengambilan kebijakan teknis operasional, seperti membeli dan menjual.
Disamping ketiga hal diatas, sebagaimana pasal 188 KHES ,disyaratkan pula adanya sighat , modal dan nisbah keuntungan .
Tentang sighat  yaitu :
1)    Sighat dianggap tidak sah jika salah satu pihak menolak syarat-syarat yang diajukan dalam penawaran, atau salah satu pihak meninggalkan tempat berlangsungnya negosiasi kontrak tersebut, sebelum kesepakatan disempurnakan.
2) Kontrak boleh dilakukan secara lisan atau secara tertulis dan ditandatangani atau dapat juga melalui korenpondensi dan cara-cara komunikasi modern, seperti facsimile dan computer ( e-mail ) menurut akademi fiqh Islam dari Organisasi Konferensi Islam        ( OKI ).

Tentang modal yaitu :
1)    Harus diketahui jumlah dan jenisnya ( yaitu mata uang )
2)    Harus tunai.
Beberapa ulama membolehkan modal mudharabah berbentuk asset perdagangan, misalnya inventaris. Pada waktu akad, nilai asettersebut serta biaya yang telah terkandung di dalamnya             ( historical cost ) harus dianggap sebagai modal mudharabah. Madzhab Hambali membolehkan penyediaan asset-asset non moneter seperti pesawat, kapal, dan lain-lain untuk modal mudharabah. Pengelola memanfaatkan aset-aset ini dalam suatu usaha dan berbagai hasil dari usahanya dengan penyedia asset dan pada akhir masa kontrak pengelola harus mengembalikan asset-aset tersebut.
                         Tentang Nisbah Keuntungan :
1) Harus dibagi untuk kedua belah pihak. Salah satu pihak tidak diperkenankan mengambil seluruh keuntungan tanpa membagi pada pihak  yang lain.
2)    Proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui pada waktu berkontrak, dan proposrsi tersebut harus dari keuntungan. Misalnya, 60 %  dari keuntungan untuk pemodal dan 40 % dari keuntungan untuk pengelola.
3)    Bila jangka waktu mudharabah relative lama ( tiga tahun keatas ), maka nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.

4) Kedua belah pihak harus menyepakati biaya-biaya apa saja yang ditanggung pemodal dan biaya-biaya apa saja yang ditanggung pengelola. Kesepakatan ini penting, karena biaya akan mempengaruhi nilai keuntungan.
5)    Untuk pengakuan keuntungan harus ditentukan suatu waktu untuk menilai keuntungan yang dicapai dalam suatu mudharabah. Menurut fiqh Islam OKI, keuntungan dapat dibayarkan ketika diakui, dan dimiliki dengan pernyataan atau revaluasi dan hanya dapat dibayarkan pada waktu dibagikan.
6)    Menurut madzhab Hanafi dan sebagian madzhab Syafi’I, keuntungan harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh  ( walaupun belum dibagikan ) . Sedangkan madzhab Maliki dan sebagian madzhab Hambali menyebut, bahwa keuntungan hanya dapat diakui hanya ketika dibagikan secara tunai kepada kedua pihak.
7) Pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul mal, namun kebanyakan ulama menyetujui bila kedua belah pihak sepakat membagi keuntungan tanpa mengembalikan modal. Hal ini berlaku sepanjang kerja sama masih berlangsung. Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung, bila keuntungan telah dibagikan, setelah itu usaha mengalami kerugian, sebagian ulama berpendapat , bahwa pengelola akan diminta menutupi  kerugian tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan kepadanya.

Untuk menambah penjelasan secara formal tentang pasal-pasal muharabah ini dapat dibaca dari pasal 187 s/d 210 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.

 Batal dan berakhirnya syirkah :
   Fuqoha’ mengemukakan sebab-sebab berakhirnya syirkah, diantaranya salah satu anggota syirkah meninggal dunia, gila, terkena cekal untuk membelanjakan hartanya karena jatuh pailit atau kemunduran pikiran, menarik diri dari keanggotaan dalam waktu yang tidak ditentukan, dan keluar dari keanggotaan syirkah.
   Disamping itu ada sebab-sebab berakhirnya perseroan modern sebagaimana berikut ini :
-         Berakhirnya masa yang ditetapkan dalam perseroan
- Pekerjaan perseroan telah selesai atau perseroan tidak mungkin menjalankannya.
-         Rusaknya harta perseroan
-         Kesepakatan mengakhiri perseroan sebelum habis masa yang ditetapkan,
-         Merger perseroan ke dalam perseroan lain dan
-         Go public.
 Jika perseroan telah berakhir karena satu sebab, apapun jenis sebabnya, hendaknya segera dilakukan likuwidasi dilakukan oleh orang yang disepakati oleh para anggota. Jika mereka tidak melakukannya, Pengadilanlah yang menetapkannya. Orang yang ditunjuk untuk melikuidasi harus memenuhi hak-hak perseroan, membayarkan kriditnya, dan melaksanakan pekerjaan perseroan yang sedang berjalan. Dia juga berhak menjual harta perseroan  baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dia juga mengaudit kekayaan perseroan dan membaginya kepada para anggota sesuai dengan persentase sahamnya. Jika harta perseroan tidak mencukupi untuk membayar kridit, kerugian dibebankan kepada para anggota sesuai dengan persentase sahamnya.
 Demikian tulisan hari ini semoga berguna bagi para pembaca dan terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar