Sabtu, 02 Juni 2012


BAGAIMANA JIKA HARI RAYA BERTEPATAN DENGAN HARI JUM’AT
Dulu di desa/ kampung-kampung jarang ada masjid, kalaupun ada dalam satu desa cuma ada satu masjid, tidak sebanyak dan seindah seperti keadaan sekarang ini.
Dulu untuk pergi ke masjid dengan  berjalan kaki, karena tidak ada /tidak mempunyai kendaraan, tidak ada alat tansportasi apalagi mobil , kalaupun ada tentu harganya mahal sehingga orang tidak mampu membelinya.Kondisi sekarang sudah lain lagi .untuk membeli  kendaraan / alat tranportasi seperti orang seperti membeli  kacang goreng , begitulah kemudahan yang ada sekarang ini.
Dulu orang-orang yang akan berangkat sholat hari raya  menuju masjid membutuhkan waktu yang berjam-jam untuk sampai ke masjid, ada yang berangkat sebelum shalat subuh, ada yang berangkat setelah sholat subuh, ada yang berangkat qobla zawal (sebelum matahari terbit ). Dan belum lagi kalau sedang musim hujan. Masalahnya sekarang, jika hari raya bertepatan dengan hari jumat apakah masih sholat dhuhur ? terutama bagi mereka yang berangkatnya menuju dilasanakannya sholat Id sejak setelah sholat subuh atau sebelumnya .
Oleh karena itu timbul pemikiran dari para ulama  untuk mencari jalan keluar bagi penduduk desa yang jauh dari tempat di laksakannya sholat Id.
Perlu diketahui bahwa shalat Id hukumnya sunnat, tetapi pahalanya melebihi yang wajib. Buktinya orang-orang yang jarang sholat jum’at/fardlu, mereka pergi sholat Id. Yang wajib sebaliknya, seperti sholat jum’at kurang mendapat perhatian dari mereka, padahal sekarang banyak masjid tetapi kosong apalagi untuk jama’ah sholat fardlu , mereka mementingkan sholat tahunan. Inilah yang akan dibahas dalam tulisan singkat ini .
Dulu Imam Syafi’I ketika masih di Irak juga bersikeras bahwa sholat dzuhur adalah kewajiban tersendiri, yang dalilnya jadi satu paket dengan sholat lima waktu. Sedangkan sholat jum’at juga kewajiban tersendiri dengan dalil tersendiri pula. Namun setelah beliau pindah ke Mesir dan berinteraksi dengan para ulama’ murid-murid Imam Malik, beliau mengetahui bahwa ternyata ada riwayat yang sangat terkenal (mutawatir/ aklamatif) bahwa Rasulullah setelah melaksanakan sholat jum’at  tidak lagi mengerjakan sholat dzuhur, akhirnya Imam Syafi’i mengubah pendapatnya di Irak (Qaul Qodim/lama) dari kewajiban terpisah dan menjadikan satu kesatuan. Inilah pendapat Syafi’i  (Qaul jadid ) yang berlaku hingga sekarang.
Dalam kitab Bughyatul Musytarsyidin halaman 90 disebutkan  yang artinya “
art ; Jika terjadi hari jum’at bertepatan dengan hari raya , maka akan terjadi permasalahan, apakah wajib jum’atan, untuk menjawabnya maka terdapat 4 madzhab yaitu :
1.     Syafi’i dalam madhabnya berpendapat : Jika ahlul quro (penduduk pedesaan) maupun penduduk kampung (terpencil ) berangkat sholat Id sebelum masuk waktu sholat jum’at, maka mereka tidak wajib jum’atan. Adapun bagi ahlul balad (penduduk ditempat dilaksanakannya sholat Id) maka wajib jum’tan.
2.     Madzhab Ahmad:  berpendapat baik ahlul balad maupun ahlul quro tidak wajib jum’atan .
3.     Imam Atho’ : berpendapat : jum’atan maupun dhuhur tidak wajib, tetapi cukup melaksanakan sholat ashar.
4.     Madzhab Abu Hanifah, berpendapat bahwa, melaksanakan sholat jum’at wajib hukumnya secara mutlak.
Oleh karena itu bagi kita yang sekarang sudah banyak fasilitas tranfortasi , tidak ada alasan lain kecuali harus datang melaksanakan kewajiban  sholat jum’at, karena sekarang ini serba memungkinkan kecuali ada halangan-halangan khusus yang dapat dibenarkan menurut hukum.
Demikian semoga tulisan ini ada manfaatnya, teimakasih,
Lumajang, 03 Juni 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar